Home Ekonomi Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan 11% Dinilai Bisa Bahayakan Keselamatan Publik

Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan 11% Dinilai Bisa Bahayakan Keselamatan Publik

Jakarta, Gatra.com - Pengamat Kebijakan Publik dan Transportasi, Bambang Haryo Soekartono menyayangkan kenaikan tarif angkutan penyeberangan yang hanya 11% di tahun 2022 ini.

Kebijakan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 184 Tahun 2022 itu disebutnya melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2019. Besaran tarif angkutan penyeberangan dalam kebijakan baru ini dinilai Bambang tidak sesuai dengan yang telah dihitung bersama stakeholder perhubungan.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menjelaskan bahwa dalam perhitungan bersama di tahun 2019 lalu, tarif angkutan penyeberangan tertinggal sebesar 35,4%. Meski di tahun 2020 terjadi penyesuaian lagi, sayangnya tarif itu masih tetap jauh dari break-even point.

Baca juga: Tok! Kemenhub Resmi Naikkan Tarif Angkutan Penyebrangan Mulai 1 Oktober 2022

“Ini mengakibatkan operasional angkutan penyeberangan antar provinsi mengalami kesulitan untuk memenuhi standarisasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran,” katanya dalam keterangan yang diterima pada Minggu (6/11).

Ia menambahkan, terdapat potensi tawar menawar standar keselamatan oleh operator angkutan penyeberangan dengan oknum pemerintah. Akibatnya, akan terjadi pelanggaran implementasi standar keselamatan yang sudah diatur dalam regulasi.

“Ini tentu akan sangat membahayakan keselamatan publik yang menggunakan angkutan penyeberangan,” tegasnya.

Baca juga: Kemenhub Sinergi dengan Regulator Dalam Managemen Keselamatan dan Operasional Kapal di Kalimantan

Bambang menambahkan, saat ini kondisi di beberapa perusahaan angkutan penyeberangan sangat mengenaskan. Banyak di antaranya kesulitan membayar upah karyawan secara benar.

“Maka sumber daya manusia tersebut tentu sangat membahayakan terhadap operasional kapal karena kondisi kesejahteraannya sangat memprihatinkan,” ucap Bambang.

Menurutnya, kondisi ini diperparah dengan kenaikan BBM subsidi sebesar 32%. Kenaikan tarif angkutan penyeberangan yang hanya 11%, membuat perbedaan menuju break-even point menjadi lebih besar.

Kementerian Perhubungan dinilai Bambang melakukan diskriminasi terhadap angkutan penyeberangan. Pasalnya, kenaikan tarif moda transportasi lain setelah BBM subsidi naik, rata-rata berkisar 25% hingga 40%.

“Patut diduga Kementerian Perhubungan bisa menjerumuskan seluruh rakyat Indonesia yang menggunakan angkutan penyeberangan menghadapi risiko keselamatan yang tidak terjaminkan,” tegasnya.

103