Home Ekonomi Kemitraan Setara untuk Sawit Lebih Baik

Kemitraan Setara untuk Sawit Lebih Baik

Jakarta, Gatra.com - Kontribusi petani kelapa sawit dalam membangun industri kelapa sawit yang kian tumbuh membesar. Sebab itu kemitraan menjadi kunci penting dalam mensinergikan industri yang telah menjadi penopang ekonomi negara ini.

Dengan asumsi sebesar 40% produksi bersumber dari perkebunan kelapa sawit milik petani, maka sebanyak 19,6 juta ton produksi CPO Indonesia bersumber dari kebun petani kelapa sawit. Tentunya, perkebunan kelapa sawit rakyat ini, juga memiliki kontribusi besar bagi konsumen masyarakat dunia.

Permintaan pasar global yang selalu meningkat, akan sejalan dengan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit rakyat yang terus berkembang. Melalui kontribusi terhadap ekonomi nasional yang besar, maka perkebunan kelapa sawit rakyat harus mendapatkan prioritas dan dukungan besar bagi keberlanjutannya.

Sebab itu majalah InfoSAWIT selama 2021 lalu mengadakan “Diskusi Sawit Bagi Negeri” merupakan diskusi interaktif para pemangku kepentingan usaha kelapa sawit nasional, yang menghadirkan pembicara sebagai narasumber dari berbagai kalangan, untuk memberikan gambaran utuh mengenai keberadaan minyak sawit. Bertujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai ke beradaan dan kontribusi minyak sawit, bagi negara, sosial dan lingkungannya.

Dari hasil diskusi tersebut InfoSAWIT juga menyusun sebuah “Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat”, yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dimana buku ini berisikan hasil diskusi dan menampilkan beragam konsep dan usulan dari para pelaku sawit baik itu pemerintah, swasta maupun petani, yang secara resmi dilaunching pada Kamis, (10/11/2022).

Buku ini juga sebagai bukti sahih beberapa aksi dan usulan yang muncul dari diskusi yang telah dilakukan dan supaya menjadi catatan penting dalam upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit nasional. Selain menjadi pendukung dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit nasional.

Pemimpin Redaksi InfoSAWIT, Ignatius Ery Kurniawan mengungkapkan, perkebunan kelapa sawit komersil yang sudah dikembangkan lebih dari 110 tahun, memiliki banyak pertumbuhan bisnis dan kemampuan dalam mensejahterakanmasyarakat.

Perkebunan kelapa sawit yang biasanya berada di berbagai daerah pelosok desa, seringkali menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat desa dalam mewujudkan kesejahteraannya.

Sebab itu, penguatan petani kelapa sawit dalam melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan harus mendapatkan prioritas dan bantuan besar dalam kegiatannya.

“Bersamaan dengan pemberdayaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki tugas mulia untuk menanam pohon kelapa sawit sebagai sumber kehidupan di Indonesia dan dunia,” katanya dalam dalam Diskusi online Ngopi Sawit dan Launching Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat, yang diterbitkan InfoSAWIT didukung BPDPKS Kamis, (10/11).

Sementara Deputi Menko Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko, Musdhalifah Machmud meyakini dengan maju dan berkembangnya sektor agribisnis bisa memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Salah satunya dengan mendorong perkebunan kelapa sawit bermanfaat bagi masyarakat serta layak lingkungan, dengan melakukan perbaikan tata kelola yang terus menerus.

“Mendorong pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia, yang kerap memperoleh tantangan dari berbagai aspek, baik itu kampanye negatif, tantangan regulasi, menjadi upaya yang terus dilakukan, sampai pada kondisi tata kelola kelapa sawit yang lebih baik,” katanya dikutip dari pengantar Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat.

Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrahman menyatakan, sawit nasional dari hulu hingga hilir memiliki peranan penting bagi pembangunan nasional.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, tercatat empat aspek indikator, yaitu; Pertama, menciptakan lapangan kerja sebanyak 4,2juta orang pekerja langsung dan 12 juta orang pekerja tidak langsung.

Kedua, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Ketiga, Berkontribusi terhadap perolehan devisa negara, rata-rata sebesar 13,5% dari ekspor non migas setiap tahunnya. Dan keempat, mendorong kemandirian energy melalui bahan bakar nabati atau biodiesel yang menghemat devisa impor solar senilai US$ 8 Miliar per tahun.

“Melalui keberadaan minyak sawit berkelanjutan yang mampu membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan manusia, dan menjaga harmonisasi sosial dan kelestarian lingkungan selaras dengan tujuan pembangunan nasional dalam menjaga harmonisasi People, Profit dan Planet (3P). Sesuai pula dengan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang secara mandatori telah dilaksanakan,” katanya.

Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, menyatakan, hampir separuh perkebunan kelapa sawit indonesia adalah perkebunan petani swadaya. Mereka hadir di setiap pulau di Indonesia. Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki luas lahan terbesar, termasuk wilayah Timur Indonesia seperti Sulawesi, Maluku dan Papua kehadiran mereka juga cukup nyata.

Sebab itu kata Sunari, pemerintah telah melakukan upaya strategis dalam meningkatkan kinerja sektor sawit, hanya saja kata dia, persoalan utama yang dihadapi sektor sawit saat ini adalah menurunnya harga CPO yang juga pada berdampak pada kesejahteraan Petani.

Sebab itu untuk memperbaiki kondisi ini, dan meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, beberapa inovasi program perlu dilakukan dalam jangka pendek dan panjang untuk mengatasi masalah tersebut.

Diantaranya pertama, perbaikan dukungan utk petani sawit rakyat melalui peningkatan ketepatan sasaran [pendataan petani sawit rakyat].

Kedua, Dukungan perbaikan rantai pasok petani sawit rakyat/ peningkatan daya saing, semisal melakukan perbaikan tata kelola pasokan dari petani ke PKS, daya saing PKS dan perbaikan infrastruktur logistik. “Lantas ketiga, penyediaan layanan informasi kepada petani sawit rakyat atau penyediaan referensi harga TBS dan aplikasi petani sawit,” katanya.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, menilai, secara umum terdapat tiga tantangan yang dihadapi industri sawit nasional, pertama, bersama-sama berkolaborasi dalam rantai pasok kelapa sawit, semisal dengan tetap menjaga kinerja perkebunan kelapa sawit sehingga tingkat kesejahteraan petani sekitar kebun sawit juga tetap terjaga bahkan terangkat, kendati dengan kondisi ekonomi global yang masih belum menentu.

Lantas tantangan kedua ialah terkait keberlanjutan, terlebih dari total produksi minyak sawit Indonesia mencapai 53 juta ton sekitar 70% produk kelapa sawit Indonesia di ekspor, sementara 30% diserap di tingkat domestik. Dimana pasar utama minyak sawit adalah India, China, Uni Eropa dan Pakistan.

Untuk pasar Uni Eropa kata Tofan, menuntut sustainability, namun demikian persyaratan aspek keberlanjutan menjadi keniscayaan supaya bisa bertahan. “Sustainability ini memastikan kelapa sawit tetap eksis dan berkelanjutan, terlebih pemerintah sudah komit untuk tidak menambah lahan, kendati produktivitas sawit rakyat masih menjadi PR besar,” katanya.

Tantangan ketiga ialah terkait kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, lantaran kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bisa berdampak serius terhadap industri. “Sebab itu kita harus sering duduk bersama,” tandas Tofan.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengungkapkan, sampai saat ini kondisi petani kelapa sawit utamanya petani sawit swadaya tidak mengalami perubahan, kendati pemerintah telah menerbitkan beragam kebijakan. “Apakah semua kebijakan itu meningkatkan jumlah petani swadaya di Indonesia,” katanya.

Sebab itu, ke depan membangun kemitraan adalah dengan membangun kemitraan yang menguntungkan dan sejajar. Lantaran dalam konteks kemitraan petani mesti adil, dan menguntungkan secara bersama, baik petani maupun pabrik kelapa sawit. “Selama ini apakah kemitraan petani sudah seimbang dan sejajar, adil dan menguntungkan? Apakah pabrik sawit bersedia membagi saham kepemilikannya dengan petani?" tutur Darto.

Sampai saat ini juga kata Darto, petani masih belum memiliki daya tawar tinggi dan tidak bisa menentukan harga TBS Sawit nya, serta bagaimana posisi tawar koperasi dengan pabrik sawit. Ke Depan kata Darto, perlu diberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola kelapa sawit. “Ini butuh kebijakan yang nyata,” tandas Darto.

132