Home Nasional Enam Kelompok Ini Paling Berisiko Tinggi Mendapat Serangan Digital

Enam Kelompok Ini Paling Berisiko Tinggi Mendapat Serangan Digital

Jakarta, Gatra.com - Peneliti SAFEnet, Anton Muhajir memaparkan hasil laporan SAFEnet terkait dengan kapasitas keamanan digital kelompok rentan. Menurutnya, peningkatan laporan serangan digital pada kelompok rentan terus terjadi sejak 2020 lalu.

"Sekarang makin banyak terjadi serangan ke kelompok rentan. Ini terjadi akibat kurangnya kapasitas keamanan digital karena di saat yang sama, informasi terkait kapasitas keamanan masih rendah," ujarnya dalam pembacaan hasil laporan yang digelar secara daring, Jumat (11/11).

Anton memaparkan bahwa kelompok berisiko tinggi merupakan kelompok yang secara intens bekerja menggunakan teknokogi digital. Selain itu, biasanya kelompok rentan aktif mengawal isu-isu sensitif.

Baca JugaBSSN Sosialisasikan Regulasi Keamanan Siber Infrastruktur Informasi Vital

Ia juga membagi kelompok rentan berdasarkan enam tipologi serangan, yakni menyasar kelompok pembahas isu Papua, kelompok penggiat isu ingkungan, LGBTQ, isu demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), serta kelompok jurnalis dan perempuan. Serangan yang diterima pun beragam, mulai dari serangan halus maupun serangan kasar.

"Risiko rentan terhadap kelompok Papua, baik pekerja secara geografis di Papua maupun membawa isu advokasi Papua," terangnya.

Berdasarkan penelitiannya, kelompok Papua rentan mengalami serangan troling, sekstorsi, impersonasi, serta intimidasi di tingkat serangan halus. Sementara serangan yang dikelompokkan sebagai serangan kasar dilakukan dengan serangan DDoS, pemutusan kabel internet, hingga pencurian laptop.

Sementara, kelompok lingkungan banyak mendapat serangan doxing, serta intimidasi. Peretasan situs dan pengambilalihan akun juga dialami oleh kelompok ini. Pegiat isu demokrasi dan HAM turut mendapat pengambilalihan akun. Pun jurnalis disebut Anton menghadapi serangan yang sama.

Sementara, Anton menyebut bahwa serangan pada kaum perempuan cenderung tidak berupa serangan kasar, namun dalam bentuk impersonasi.

Baca JugaBiar Tidak Dijajah Lagi, BSSN: Indonesia Harus Mandiri Teknologi Keamanan Siber

"Kelompok perempuan relatif lebih rendah risiko dibanding kelompok lain, dalam bentuk impersonasi," katanya.

Kelompok LGBTQ cenderung mendapat serangan berupa trolling, hingga penyebaran konten tanpa izin. Perilaku ini erat kaitannya dengan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Penelitian ini dilakukan di tujuh kota besar di Indonesia meliputi Jakarta, Medan, Pontianak, Banjarmasin, Kendari, Ambon, dan Mataram. Sementara, Denpasar dan Papua turut dimasukkan sebagai perbandingan. Metode yang dilakukan menggunakan diskusi kelompok terumlun atau FGD, serta wawancara mendalam dan observasi.

56