Home Hukum KontraS Kecam Pembubaran Paksa Rapat Internal YLBHI di Bali

KontraS Kecam Pembubaran Paksa Rapat Internal YLBHI di Bali

Jakarta, Gatra.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam segala bentuk ancaman, intimidasi dan pembubaran paksa yang dialami Pengurus YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan Pimpinan 18 (delapan belas) LBH (Lembaga Bantuan Hukum) kantor saat sedang menjalankan rapat internal di Sanur, Bali pada 12 November 2022.

Adanya berbagai bentuk represi tersebut, menunjukan adanya pengamanan yang berlebihan terkait penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, serta melalui peristiwa ini, membuktikan menyempitnya ruang kebebasan sipil yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, peristiwa ini bermula ketika Pengurus YLBHI dan Pimpinan 18 (delapan belas) LBH kantor mengadakan rapat kelembagaan pada 12 November 2022, sekitar Pukul 12.30 WITA sejumlah orang yang mengaku petugas desa menanyakan kegiatan tersebut dan menyampaikan larangan selama kegiatan G20 berlangsung.

Setelah itu, sekitar Pukul 17.00 WITA datang puluhan anggota kepolisian yang tidak berseragam bersama dengan petugas desa dan sejumlah orang yang mengaku pecalang, mereka melakukan intimidasi dengan memaksa YLBHI untuk menghentikan acara, meminta secara paksa KTP hingga hendak melakukan penggeledahan yang disertai memeriksa seluruh gawai (laptop dan handphone) milik peserta rapat.

Permintaan tersebut ditolak oleh YLBHI karena tidak beralasan secara hukum. Setelah terjadi negosiasi, baru pada Pukul 20.00 WITA sejumlah peserta diperbolehkan kembali ke tempat penginapan masing-masing, namun selama di perjalanan mereka dibuntuti dengan beberapa orang yang mengendarai sepeda motor.

Tindakan intimidasi terus berlanjut, keesokan harinya, pada 13 November 2022, sekitar Pukul 08.00 WITA, salah seorang peserta yang ingin keluar villa karena ada jadwal penerbangan siang dilarang oleh sejumlah orang yang mengaku pecalang dengan alasan perintah tugas.

Baru sekitar Pukul 11.12 WITA, para peserta memaksa diri untuk keluar dan berpindah tempat dan didapati sekelompok orang tersebut berkumpul di depan villa, lalu meneriaki kepada anggota YLBHI yang meninggalkan villa.

"Bahkan hingga menuju bandara I Gusti Ngurah Rai, para peserta dibuntuti oleh 5 (lima) orang yang mengendarai 3 (tiga) sepeda motor dan 1 (satu) mobil," Ucap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, Rabu (16/11).

"kami menilai hal ini merupakan pelanggaran yang serius terkait kebebasan dasar manusia yang berkaitan dengan hak atas rasa aman, hak atas bebas untuk berekspresi dan bebas untuk berpendapat," Lanjutnya.

Hak-hak tersebut dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

Dijaminnya hak dasar tersebut oleh Konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan, memberikan kewajiban bagi negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap setiap hak asasi manusia seseorang.

Sehingga sudah seharusnya negara berkaitan dengan kasus ini aktif untuk memberikan perlindungan bukan justru membiarkan dan bahkan diduga melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia melalui instrumen keamanan.

"Selain itu, kami juga menyoroti terkait keterlibatan kelompok masyarakat yang ikut melakukan intimidasi dan anehnya diduga dibiarkan oleh anggota Polisi, kami menduga kuat hal ini dapat terjadi karena ada kaitannya dengan kebijakan Polri yang mengakomodir masyarakat dalam hal melakukan tugas pengamanan yang disebut sebagai Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa," jelasnya.

Berdasarkan catatan mereka, secara norma Perpol ini memiliki celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal, tindakan represif, serta pengerahan massa secara tidak akuntabel. Oleh sebab itu, hal ini penting untuk diselidiki lebih lanjut

Peristiwa represi kebebasan sipil, tidak hanya kali ini saja terjadi, ada berbagai rentetan peristiwa menjelang KTT G20 yang terjadi sebelumnya, seperti intimidasi dialami oleh tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace dan pembubaran paksa diskusi publik di Universitas Udayana yang diselenggarakan Indonesia People’s Assembly.

Hal ini adalah ancaman serius terhadap kehidupan berdemokrasi, sebab kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang penting untuk dijamin serta dilindungi oleh negara yang menganut sistem demokrasi.

78