Home Nasional Jelang Pemilu 2024, Imparsial Sebut Masyarakat Perlu Perkuat Prinsip Toleransi

Jelang Pemilu 2024, Imparsial Sebut Masyarakat Perlu Perkuat Prinsip Toleransi

Jakarta, Gatra.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial menilai masyarakat Indonesia perlu menjaga prinsip toleransi atas keberagaman negeri, menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Pasalnya, Imparsial memandang isu toleransi berada dalam situasi yang mengkhawatirkan dalam catatan pelaksanaan pemilu sebelumnya.

“Melihat catatan pada kontestasi politik sebelumnya, isu toleransi dan kebhinekaan berada dalam situasi yang mengkhawatirkan,” ujar Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, dalam keterangannya diterima pada Kamis (17/11).

Situasi tersebut, kata Gufron, disebabkan oleh rendahnya kesadaran segenap elite politik bangsa dan juga masyarakat akan pentingnya sikap toleransi atau saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.

Dengan kata lain, Imparsial menilai, publik perlu mewaspadai potensi melemahnya nilai toleransi dan kebhinekaan selama proses politik elektoral menuju Pemilu 2024.

Pasalnya, perilaku intoleran yang kerap terjadi di tahun-tahun politik, banyak memberikan efek domino yang tidak hanya berdampak pada pelaksanaan pemilu, melainkan juga melanggengkan permusuhan dan segregasi di masyarakat. Hal itu diungkapkannya dengan berkaca pada Pemilu 2019 lalu.

“Akibat dari segregasi politik pemilu 2019 dapat kita rasakan dampaknya hingga saat ini, masih adanya keterbelahan, permusuhan, dan perpecahan di dalam masyarakat, seperti melabelkan istilah tertentu seperti cebong, kadrun ataupun kampret kepada pendukung pasangan politik,” lanjut Gufron, dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada Rabu (16/11).

Oleh karena itu, menurut Gufron, nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan harus dikukuhkan untuk dapat mengantisipasi penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurutnya, segala perilaku atau tindakan yang dapat menggerus toleransi, terutama dalam kontestasi politik elektoral harus ditindak tegas, serius, dan adil.

“Tanpa sikap tegas dan tindakan yang adil terhadap pelaku intoleran tersebut, hal ini dapat membuat perilaku intoleran tersebut berulang dan menjadi modus politik yang negatif di masa depan. Ini merupakan hal krusial, mengingat intoleransi merupakan tangga awal yang bisa berkembang menjadi ekstremisme kekerasan,” ujarnya.

Gufron mengatakan, pihaknya menilai bahwa dalam konteks ini, peran masyarakat sipil untuk turut serta memperkuat dan mempromosikan nilai-nilai perdamaian pun menjadi penting dan signifikan. Terlebih, selain pada lembaga kenegaraan, kecenderungan intoleransi juga terjadi pada sejumlah unit terkecil di masyarakat.

“Praktik intoleransi yang terjadi di lingkungan masyarakat, sekolah, lembaga negara, bisa dihindari jika semua pihak bersama-sama membangun sinergi yang konstruktif untuk penguatan dan pengarusutamaan nilai-nilai persatuan,” katanya.

Gufron menyampaikan, saat ini, ada tiga tingkat tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjamin hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan, yaitu pada level konseptual, sosial, dan hukum. Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan dalam berbagai level tersebut, dibutuhkan peran semua pihak dan kalangan, pemerintah dan juga masyarakat.

749