Home Hukum Rapat YLBHI Dibubarkan Jelang KTT G20, Ini Tanggapan Polri

Rapat YLBHI Dibubarkan Jelang KTT G20, Ini Tanggapan Polri

Jakarta, Gatra.com - Kegiatan rapat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menjelang perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali dibubarkan secara paksa pada Sabtu (12/11). Polisi memastikan pelaku pembubaran bukan anggotanya.

"Ada petugas keamanan, petugas keamanan ini bukan polisi. Ini yang salah, dari pihak YLBHI menganggap itu polisi padahal polisi adat," kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, saat dikonfirmasi, Kamis (17/11).

Satake menuturkan, menjelang perhelatan KTT G20, terbit surat edaran Gubernur Bali, I Wayan Koster, terkait pembatasan aktivitas masyarakat. Di Bali, kata Satake, ada pecalang yang bertugas sebagai pengamanan atau polisi adat.

"Pecalang itu dia menanyakan ke acara itu [rapat atau gathering YLBHI], jadi sama pecalang karena ada surat edaran disarankan untuk selesai," ujar Satake.

Namun, dia tidak dapat memastikan alasan pecalang membubarkan kegiatan rapat YLBHI. Apakah kegiatan itu mengganggu kegiatan Presidensi G20 atau tidak. Dia membeberkan ada surat edaran pembatasan kegiatan masyarakat dan rapat YLBHI tak berizin. 

Pecalang juga disebut tidak mengenakan emblem Polri. Mereka memakai pakaian biasa. Maka itu, Satake merasa heran kenapa YLBHI menganggap yang membubarkan acara tersebut adalah polisi.

"Kan ada press conference (prescon) YLBHI, ya kita jadi menjelaskan saja. Itu tidak ada polisi yang ikut membubarkan. Itu kan sama pihak pecalang," jelas Satake.

Terlepas dari itu, dia mempersilakan YLBHI melaporkan insiden itu ke kantor kepolisian terdekat. Satake memastikan akan menindaklanjuti laporan tersebut.

"Dia [YLBHI] kan rilis tentang apa yang dilakukan itu, kalau dia merasa kurang nyaman mungkin boleh saja silakan melapor. Tapi kalau sudah mau selesai di situ, ya sudah," ujar Satake.

Sebelumnya, rapat internal dan gathering pengurus YLBHI dan 18 Kantor LBH di Sanur, Bali, dibubarkan secara paksa pada Sabtu (12/11). Pelaku pembubaran disebut aparat kepolisian.

Peristiwa bermula saat lima orang mengaku petugas desa/pecalang masuk ke dalam vila di Sanur sekitar pukul 12.30 Wita. Mereka mempertanyakan kegiatan dan jadwal kepulangan serta berulang kali menyampaikan pelarangan melakukan kegiatan apa pun selama Presidensi G20.

Sekitar pukul 17.00 Wita, puluhan personel kepolisian yang tidak berseragam bersama pecalang disebut kembali masuk ke dalam vila. Petugas itu disebut menuduh YLBHI melakukan siaran langsung.

"Mereka meminta kami untuk menghentikan pertemuan, membubarkan acara, meminta KTP, dan hendak melakukan penggeledahan memeriksa seluruh handphone/laptop peserta dan lokasi acara," kata Ketua YLBHI, M. Isnur beberapa waktu lalu.

Kegiatan YLBHI disebut petugas itu juga tidak mengantongi izin. Kemudian, pada Minggu pagi (13/11) sekitar pukul 08.00 Wita, salah seorang peserta hendak keluar vila karena ada jadwal penerbangan. Namun, dilarang oleh beberapa orang yang mengaku pecalang dengan alasan perintah petugas.

Seorang peserta tersebut diminta menunggu hingga pukul 09.00 Wita. Namun, sudah lewat pukul 09.00 tetap tidak mendapat izin.

"Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya sekitar pukul 11.12 Wita para peserta yang tinggal di vila tersebut bisa keluar dan berpindah tempat," kata Isnur.

Kegiatan rapat ini bukan pertama kali dihadiri YLBHI di Bali. Sejak (7/11), pengurus YLBHI diundang dan ikut menghadiri forum-forum konferensi lainnya, yakni Asia Democracy Assembly 2022 yang diselenggarakan oleh Asia Democracy Network (ADN) dan South East Asia Freedoom of Religion and Belief (SEA FORB) Conference.

YLBHI mengecam seluruh tindakan teror, intimidasi, dan penahanan sewenang-wenang. Perbuatan itu termasuk merampas kemerdekaan sesuai Pasal 333 Ayat (1) KUHP.

97