Home Ekonomi Hilirisasi Minerba RI Tidak Mudah, Apa Sebabnya?

Hilirisasi Minerba RI Tidak Mudah, Apa Sebabnya?

Jakarta, Gatra.com - Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara (minerba), Irwandy Arif menyebut, hilirisasi minerba di Indonesia tidak mudah.

"Tantangan masih sangat banyak, secara internal, (Presiden) menginginkan hilirisasi itu tidak hanya di satu komoditas," ujar Irwandy dalam Flagship Diseminasi Laporan Nusantara Serta Launching Buku Manufaktur dan Pariwisata dikutip secara virtual, Jumat (18/11).

Menurut dia produk hilirisasi sangat bergantung dari harga di pasar global yang tidak bisa dikontrol oleh Indonesia. Karena itu, ia menyebut persoalan harga ini menjadi hal yang harus diantisipasi oleh Indonesia ke depannya dalam pengembangan produk hilir minerba.

"Harga produk hilir dikontrol oleh pasar global berdasarkan supply dan demand," ujarnya.

Meskipun pada 2022 sektor minerba memberikan kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang besar, Irwandy tetap mewanti-wanti soal perubahan harga drastis yang mungkin terjadi suatu waktu. Adapun pada 2022, PNBP sektor minerba berkontribusi hingga Rp146,85 triliun atau naik 145,78% dari target tahun 2022 berdasarkan Perpres Nomor 98 Tahun 2022.

"Tapi kita harus hati-hati, bukan hanya peningkatan tapi sangat sensitif terhadap harga," ucapnya.

Di sisi lain, jumlah smelter pengolahan bijih minerba di dalam negeri cenderung masih sedikit. Hingga 2021, total ada 21 smelter yang dikelola Kementerian ESDM. Secara rinci smelter tersebut terdiri dari 15 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Sementara tahun ini direncanakan akan bertambah 7 smelter yang terdiri dari 1 smelter bauksit, 3 smelter nikel, 1 smelter timbal dan 1 smelter seng.

"Misalnya bauksit saja baru 2-3 (smelter) yang beroperasi, masih ada 9-10 (smelter) yang masih dalam tahap konstruksi, nah apakah ini akan selesai atau tidak? karena pelarangan ekspor biji bauksitnya di Juni 2023 dan ini sangat menentukan hilirisasi ke depan," jelasnya.

Di sisi lain, menurut Irwandy teknologi hilirisasi minerba Indonesia juga belum mumpuni. Ia menyebut masih berat jika harus bersaing dengan negara-negara penguasa manufaktur tambang seperti Korea Selatan, Cina, dan Jepang.

"Kita sama sekali belum punya kemampuan ke sana, khususnya untuk teknologinya kita juga belum punya. Ini yang harus kita kembangkan, Kita harus membayar sangat mahal," imbuhnya.

169