Home Politik Pengamat Sebut E-Voting Bukan Solusi Permasalahan Pemilu di Indonesia

Pengamat Sebut E-Voting Bukan Solusi Permasalahan Pemilu di Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Senior Program Officer Perludem, Heroik Mutaqin Pratama, memandang metode pemungutan suara elektronik (E-voting) bukanlah sebuah solusi atas pelaksanaan pemilu di Indonesia. Pasalnya, ia memandang tidak ada masalah signifikan dalam tahapan pemilu di Indonesia, yang pada akhirnya mengharuskan adanya pergantian metode pemilihan tersebut.

“Kalau dari identifikasi permasalahan, kami justru sebetulnya, e-voting bukan solusi bagi Indonesia,” ujar Heroik, dalam podcast virtual Netgrit, Rabu (23/11).

Heroik mengatakan, dalam penerapan sistem teknologi informasi, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui. Salah satunya adalah identifikasi permasalahan yang menjadi tahapan paling awal dari proses penerapan sistem tersebut.

Tahapan itu pun diikuti dengan langkah pencarian solusi dan penegakan hukum, sebelum akhirnya melakukan uji coba, audit, sertifikasi, hingga akhirnya dapat sampai pada tahap penerapan.

Meski begitu, Heroik menggarisbawahi tahap identifikasi permasalahan dan pencarian solusi sebagai tahap paling penting dalam proses penerapan.

Dalam proses identifikasi itu, Heroik mengaku tak menemukan suatu permasalahan signifikan yang mengharuskan adanya pergeseran metode dalam pelaksanaan pemilu yang selama ini berlangsung di Indonesia.

“E-voting itu kan artinya, dia akan mengubah tata cara pencoblosan yang tadinya manual di tahapan pemungutan dan penghitungan. Bukan hanya pencoblosan saja, tetapi penghitungan sampai dengan rekapitulasi suara. Nah, pertanyaannya, di tahapan pemungutan dan penghitungan suara kita, apakah ada masalah yang siginifikan, sehingga kita harus menggantikan tata cara tradisi manual ini?” katanya.

Lebih rinci, Heroik menjelaskan, nihilnya masalah signifikan itu dapat dilihat dari praktik pencoblosan dengan menggunakan paku pada saat pemilu. Menurutnya, proses tersebut masih dapat diikuti dengan baik oleh masyarakat, meski cara pemungutan suara itu tergolong tradisional.

“Di tahapan pemungutan suara, sejauh ini nampaknya sebetulnya tidak ada permasalahan yang signifikan. Orang masih bisa mencoblos dengan baik. Nah, urusan suara tidak sah itu kan saya kira karena itu preferensi, atau teknis administrasi, dan lain sebagainya,” ujar Heroik, dalam kesempatan tersebut.

Sebaliknya, Heroik justru memandang pelaksanaan e-voting berpotensi mengganggu adanya ruang pengawasan partisipastif publik, yang pada dasarnya sudah sangat demokratis dalam tahap pemungutan dan penghitungan suara, dengan metode tradisional yang sampai saat ini digunakan.

Pasalnya, kata Heroik, masyarakat Indonesia cenderung tidak hanya datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan semata. Mereka justru memiliki tendensi untuk kembali hadir ke TPS setelah proses pemungutan suara usai, dan tiba waktunya proses penghitungan suara yang dilakukan secara manual dan terbuka.

Heroik memandang, kehadiran masyarakat dalam proses penghitungan suara itu merupakan bentuk pengawasan partisipatif publik. Sebab, dengan demikian, masyarakat dapat melihat bagaimana pihak panitia membuka satu persatu kertas hasil pemungutan suara, menghitung jumlah suara yang masuk, serta menentukan sah atau tidaknya suatu surat suara.

“Pertanyaannya kemudian, kalau kemudian kita menggantikan proses ini dengan teknologi informasi, dengan electronic voting, apapun itu jenisnya. electronic ballot paper, apapun itu, bahkan internet voting dan seterusnya, ruang ini yang akan kemudian hilang, begitu. Ruang partisipasi publik ini,” kata Heroik.

Terlebih, Heroik juga memandang tahapan pemungutan suara yang hingga saat ini berlangsung di Indonesia sebenarnya merupakan sebuah solusi konflik, pascaperiode kampanye dan saling kontra terhadap pilihan satu sama lain. Menurutnya, masyarakat cenderung dapat kembali akrab seperti sedia kala, saat menghadiri TPS untuk melakukan pemungutan dan penghitungan suara.

“Ruang-ruang demokrasi deliberatif yang ada di dalam itu tuh akan hilang kalau kemudian kita menggunakan e-voting. Kalau e-voting kan orang datang ke TPS, tinggal klik gitu ya, selesai, sudah. Merasa percaya dengan mesin, sudah selesai. Tidak ada lagi tuh, ruang-ruang itu,” ujar Heroik.

230