Home Politik Sumbar Dituduh Intoleran dan Radikal, Sesepuh Lemhanas Geregetan

Sumbar Dituduh Intoleran dan Radikal, Sesepuh Lemhanas Geregetan

Padang, Gatra.com - Isu-isu intoleransi dan radikalisme sering menerpa Sumatera Barat. Terlebih sejak pasca pemilihan presiden (Pilpres) 2014, berlanjut pada Pilpres 2019 hingga sekarang.

Ketegangan suasana menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2014 hingga puncaknya pada Pilpres 2019 lalu masih terasa hingga saat ini. Apalagi pilihan orang Minang sangat berbeda dengan provinsi lainnya.

Mendengar tuduhan isu itu, membuat Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas (IKAL) RI, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar geregetan. Sebab, dia paham betul tentang kiprahnya masyarakat Sumbar mendirikan bangsa ini.

"Saya mendengar itu, sedikit mengusik telinga ini. Katanya Sumatera Barat terkenal intoleran dan radikalisme," tegas Agum dalam Dialog Kebangsaan di Kota Padang, Jumat (25/11).

Menurutnya, tuduhan kepada masyarakat Sumbar itu sengaja dikembangkan pihak tertentu yang tak bertanggungjawab. Tujuannya untuk memecah-belah persatuan bangsa Indonesia yang semakin subur saat ini.

Agum menilai isu-isu tuduhan negatif ke masyarakat Sumbar tidak benar adanya. Dia juga mewanti-wanti agar lebih waspada segala hal yang bisa memecah-belah bangsa dan Tanah Air dengan adu domba.

"Jadi masyarakat Sumbar, jangan termakan isu-isu negatif itu," ujarnya pada dialog bertemakan Peran Strategis Sumbar dalam Penguatan Demokrasi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional itu.

Terlebih, baginya Sumbar ialah gudangnya pemimpin bangsa sejak negara Indonesia berdiri. Terbukti banyak pahlawan nasional yang berdarah Minangkabau. Mulai dari Bung Hatta, KH Agus Salim, Natsir, Syafruddin Prawiranega, dan lainnya.

Sumando orang Minang itu juga menjelaskan, radikalisme ialah sikap berpikir dan tindakan yang ingin mengganti Pancasila dengan paham lain. Tetapi sikap radikal ini tidak boleh identikkan dengan Islam seperti 'gorengan' selama ini.

"Saya Islam. Saya tidak suka, tidak mau, tidak rela dikatakan radikal, karena di pikiran saya tidak ada keinginan untuk mengganti Pancasila," tegasnya.

Selain itu, untuk isu intoleransi ditujukan ke masyarakat Sumbar, dia menebak kemungkinan ada kaitannya dengan hasil Pemilu 2019. Pasalnya, Presiden Joko Widodo yang terpilih sangat minim mendapat dukungan suara dari masyarakat Sumbar.

"Kalau intoleran, mungkin, mungkin karena Pemilu yang lalu, hasilnya di Sumbar ini tak lebih 20 persen ya yang memberi dukungan kepada Pak Jokowi. Mungkin karena itu," ungkapnya.

Padahal, dia menilai perbedaan ialah sebuah keniscayaan dan hal yang sangat wajar terjadi selaku negara demokrasi. Dengan begitu, masyarakat Indonesia harus lebih dewasa dalam berpikir, bersikap, memilih, dan menerima perbedaan.

"Ada dua pasangan, satu milih A satu milih B itu wajar. Tapi yang tidak wajar itu, kalau memilih 100 persen si A, itu tidak wajar," terang sesepuh Lemhanas itu.

Kendati begitu, perbedaan memilih sifatnya sementara. Dalam artian, perbedaan memilih harus berakhir ketika Pilpres atau Pemilu selesai, dan menghormati segala keputusan demokrasi yang ditetapkan.

"Nah, sekarang kan masyarakat Sumbar juga telah menghormati keputusan demokrasi, mengakui Pak Jokowi Presiden," tuturnya.

Pernyataan serupa juga sempat dilontarkan Deputi Pengkajian Lemhanas, Reni Mayerni. Dia bahkan menyebut, Sumbar ialah rumah tempat belajar tentang demokrasi dan keberagaman bangsa sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia.

Pernyataan itu dibuktikan, karena Sumbar memiliki banyak tokoh-tokoh bangsa dengan paham yang beragam dan menyatukan. Mulai dari paham 'kanan', yakni Buya Hamka, nasionalis seperti Bung Hatta, dan yang paham 'kiri' yakni "Tan Malaka".

"Jadi Indonesia itu belajar keberagam dari Sumbar. Sehingga tidak ada pertentangan yang sangat runcing terjadi di Sumbar hanya karena perbedaan," tegasnya.

Sementara Kepala Kesbangpol Sumbar, Jefrinal Arifin mengakui, hidupnya sistem demokrasi dalam masyarakat Sumbar sejak berabad-abad lalu. Namun isu negatif yang memecah-belah bangsa seperti intoleransi dan racikalisme sering mengarah ke Sumbar.

"Jadi peran semua pihak sangat penting menepis isu ini. Mulai dari pemangku adat, orang berilmu, dan ulama kami dorong meningkatkan perannya kembali kepada masyarakat," jelasnya.

Begitu pula anggota DPRD Sumbar, Zulkenedi Said, menegaskan isu-isu negatif tentang Sumbar intoleransi dan radikal itu tak benar. Salah satu pembuktiannya, melakukan Dialog Kebangsaan dan mengundang seluruh alumni Lemhanas angkatan 60.

"Semua alumni Lemhanas angkatan 60 kita undang ke Padang, agar bisa melihat kondisi di lapangan secara langsung, menepis isu-isu selama ini," pungkasnya.

8190