Home Ekonomi Inkrispena: Pendapatan Negara Besar, Penghormatan pada Pekerja Tambang Minim

Inkrispena: Pendapatan Negara Besar, Penghormatan pada Pekerja Tambang Minim

Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Institut Kajian Krisis dan Strategi Pembangunan Alternatif (Inkrispena), Y. Wasi Gede Puraka, mengatakan, peningkatan pendapatan negara dari sektor nikel belum linier dengan penghormatan dan pemulihan pada hak-hak pekerja dan warga di wilayah terdampak operasi pengolahan hasil tambang.

Wasi Gede dalam keterangan pers, Sabtu (26/11), mengatakan, hal tersebut merupakan salah satu dari hasil kajian pihaknya di konsorsium Mind the Gap bertajuk “Menambang Nikel, Memungut Uang Receh”pada akhir pekan ini.

Ia mengungkapkan, dari hasil kajian tersebut, pihaknya telah mengidentifikasi lima strategi yang biasa digunakan perusahaan dalam upaya menghindari kewajiban HAM, di antaranya membangun penyangkalan dan menggunakan strategi hukum.

Selanjutnya, mengganggu dan menyesatkan para pemangku kepentingan, melemahkan para pembela HAM termasuk serikat pekerja, dan memanfaatkan kekuasaan negara demi kepentingan perusahaan.

Wasi Gede menjelaskan, strategi melemahkan serikat pekerja dan memanfaatkan kekuasaan negara telah digunakan perusahaan-perusahaan nikel di Morowali untuk menghindar dari kewajiban mereka untuk memenuhi hak pemulihan pekerja dan warga di daerah terdampak.

Menurutnya, kajian tersebut fokus pada hak-hak pekerja pada industri nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Konsorsium Mind the Gap beranggotakan 11 organisasi dari 9 negara untuk mengidentifikasi kesenjangan tata kelola perusahaan-perusahaan dalam kerangka UNGPs Bisnis dan HAM.

Adapun alasan memilih Morowali sebagai lokasi penelitian, Wase Gede menyampaikan, karena di sana merupakan pusat perkembangan industri nikel paling pesat di Indonesia dan berpredikat sebagai proyek strategis negara (PSN).

Atas dasar itu, kata Wase Gede, pihaknya memberikan rekomendasi dari hasil penelitian tersebut, yakni membangun kerja sama antarserikat pekerja, organisasi masyarakat dan organisasi masyarakat sipil, termasuk organisasi internasional.

Kemudian, pentingnya nikel bagi industri kendaraan listrik memberikan ruang lebih besar untuk sebuah kerja sama internasional yang lebih kuat, demi membangun penghormatan terhadap hak pekerja dan masyarakat di daerah terdampak industri nikel.

Menananggapi hasil penelitian atau kajian tersebut, Linda Rosalina dari TUK Indonesia, mengatakan, keleluasaan perusahaan-perusahaan besar untuk menghindari kewajiban penghormatan terhadap HAM ini diawali dengan abainya lembaga-lembaga pendanaan, baik nasional maupun internasional.

Menurutnya, lembaga pendanaan abai terhadap kewajiban memeriksa due diligence dan praktik-praktik industrial perusahaan. Sebagai bagian dari Green Financing, lembaga-lembaga pendanaan haruslah turut menekan perusahaan-perusahaan besar agar senantiasa patuh terhadap kewajiban mereka menghormati HAM masyarakat.

285