Home Ekonomi Cegah Badai PHK, Pengusaha Minta Permenaker 18/2022 Dibatalkan

Cegah Badai PHK, Pengusaha Minta Permenaker 18/2022 Dibatalkan

Jakarta, Gatra.com - Kalangan pengusaha mantap lakukan uji materil Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 ke Mahkamah Konstitusi. Pengusaha yakin, beleid itu bermasalah dan akan menambah beban ekonomi di tahun depan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani menyatakan pembatalan Permenaker 18/2022 menjadi penting untuk mengurangi potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di tahun depan.

"Karena kalau ini dijalankan terus, ini (PHK) sudah pasti," ujar Hariyadi dalam Seminar Indef tentang Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023, di Jakarta, Senin (5/12).

Ia menyebut bahwa Apindo telah menerima laporan gelombang PHK di Jawa Barat per Oktober 2022 mencapai 79.000 orang. PHK kebanyakan datang dari sektor industri padat karya seperti perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki.

Selain itu, survey yang dilakukan Apindo juga menunjukkan sebanyak 26,7% perusahaan berorientasi ekspor berencana akan mengurangi pekerja kontraknya di tahun depan. Sementara 6,7% lainnya akan mengurangi pekerja tetapnya.

Menurut Hariyadi, untuk mencegah badai PHK lebih lanjut di tahun 2023, penetapan upah minimum seharusnya kembali pada formulasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021. Pasalnya, dari sudut pandang pengusaha beleid tersebut sudah sesuai yaitu perhitungan upah minimum didasari oleh angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi.

"Kalau ini (permenaker 18/2022) kan nggak. Inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dikalikan alfa 0,1-0,3. Jadi perdebatan juga di Dewan Pengupahan untuk menentukan alfa 0,1 atau 0,3," paparnya.

Hariyadi yang mewakili pengusaha menilai terbitnya Permenaker 18/2022 sangat tidak produktif. Pengusaha berdalih, dengan berlakunya PP 36/2021 saja, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Agustus 2021-Agustus 2022 rata-rata upah riil nasional naik 12,22%. Artinya, lanjut dia, upah yang diterima pekerja rata-rata lebih tinggi dari upah minimum yang ada di masing-masing daerah.

"Artinya PP 36/2021 itu nggak apa-apa, baik-baik saja. Upah riil tetap naik," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa dunia usaha butuh kepastian hukum. Munculnya Permenaker 18/2022 di saat masa perbaikan UU Cipta Kerja di MK dianggap telah menyalahi hukum. Hariyadi mendorong pemerintah untuk lebih konsisten dalam kepastian hukum dan memberikan kemudahan berinvestasi bagi calon investor.

"Keluar Permenaker 18/2022 mengacak-acak lagi formula yang ada. Ini pesan ke investor sangat jelek, terutama investor di industri padat karya," tandasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan alasan diterbitkannya Permenaker 18 tahun 2022 tentang Penetapan UMP 2023 lantaran dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 belum mengakomodir dampak kenaikan inflasi.

"Formulasi (penetapan upah) dalam PP Nomor 36 tahun 2021 belum dapat mengakomodasi dampak sosio ekonomi masyarakat, karena upah minimum tidak seimbang dengan laju kenaikan harga barang-barang," kata Ida, dikutip dari akun instagram @kemnaker, Ahad (20/11) lalu.

Adapun dalam Permenaker Nomor 18 tahun 2022 ini, Pemerintah pusat menetapkan penyesuaian kenaikan upah minimum baik di provinsi maupun kota tidak lebih dari 10%.

157