Home Nasional Sengkarut Pengesahan UU KUHP, Yassona: Tidak Mudah Lepas dari Warisan Hukum Kolonial

Sengkarut Pengesahan UU KUHP, Yassona: Tidak Mudah Lepas dari Warisan Hukum Kolonial

Jakarta, Gatra.com - Hari ini pemerintah dan DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-undang (UU). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yassona Laoly menyebut tidak mudah bagi RI untuk lepas dari warisan hukum kolonial Belanda. Hal itu seiring dengan banyaknya penolakan terhadap pengesahan RUU KUHP.

"Untuk melahirkan ini (UU KUHP) ternyata tidak mudah melepaskan diri dari warisan kolonial," ujar Yassona dalam konferensi pers di Komplek Parlemen usai menghadiri Rapat Paripurna Pengesahan RUU KUHP, Selasa (6/12).

Menurutnya, kitab hukum pidana menjadi refleksi peradaban bangsa. Meninggalkan produk peninggalan kolonial, kata dia, menjadi bukti bangsa Indonesia mampu menghasilkan sendiri produk UU hukumnya.

"Saya kira kita tidak mau lagi menghendaki produk kolonial, sudah terlalu lama," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa rencana perubahan RUU KUHP sudah muncul sejak 1963. Bahkan, pernah dibahas pada periode pemerintahan Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian, baru pada pemerintahan Joko Widodo periode kedua, instruksi pengesahan RUU KUHP santer dikejar.

Ihwal banyaknya penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil terhadap UU KUHP, Yassona mengatakan masih ada waktu tiga tahun ke depan untuk perbaikan. Adapun UU KUHP baru akan diimplementasikan pada tahun 2025, yaitu tiga tahun setelah disahkan. Selama itu pemerintah, kata Yassona akan mensosialisasikan UU KUHP kepada seluruh masyarakat dan pihak penegak hukum di berbagai wilayah di Indonesia.

"Kami akan lakukan sosialisasi ke penegak hukum, masyarakat dan kampus-kampus untuk menjelaskan konsep filosofi UU KUHP," jelasnya.

Lebih lanjut, ia memastikan bahwa pembahasan dalam RUU KUHP sebelumnya telah merangkul berbagai pihak. Meskipun, hasilnya diakui tetap tidak sempurna 100 persen, Yassona meyakinkan UU KUHP tidak akan digunakan secara semena-mena oleh penegak hukum.

"Tidak ada gading yang tidak retak, apalagi kita masyarakat yang sangat multikultur dan dinamis," imbuhnya.

Sebagai informasi, pemerintah telah menyerahkan draf RUU KUHP kepada DPR pada 6 Juli 2022 lalu untuk dilakukan pembahasan lebih mendalam sebelum kemudian disahkan. Adapun dalam UU KUHP yang disahkan tedapat 37 Bab dan 627 pasal.

Adapun beberapa pasal kontroversial yang ditentang publik antara lain Pasal 218 ayat 1 dan 2 yang berisi Penghinaan terhadap Presiden; Pasal 192 dan 193 ayat 1 dan 2 yang berisi tentang makar; Pasal 349 hingga 350 mengenai penghinaan lembaga negara; Pasal 256 mengenai pidana demo tanpa pemberitahuan; dan Pasal 263 ayat 1 mengenai berita bohong.

122