Home Info Kementrian Program Kampung Perikanan Budidaya di Lampung Menjadi Trigger Kebangkitan Ekonomi Masyarakat

Program Kampung Perikanan Budidaya di Lampung Menjadi Trigger Kebangkitan Ekonomi Masyarakat

Jakarta, Gatra.com - Akselerasi implementasi program terobosan untuk membentuk kawasan perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal terus digalakkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bahkan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) KKP melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung telah me-launching tiga kampung perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal.

Ketiga kampung perikanan budidaya yang telah di-launching DJPB melalui BBPBL Lampung di Provinsi Lampung antara lain kampung nila di Kabupaten Pringsewu, kampung rumput laut di Kabupaten Lampung Selatan, dan kampung bawal bintang di Kabupaten Pesawaran.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menyampaikan akselerasi program terobosan yang telah dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono terus berjalan, seperti program kampung perikanan budidaya nila, rumput laut, dan bawal bintang yang belum lama ini diresmikan di Provinsi Lampung.

“Sebagai komitmen, DJPB melalui BBPBL Lampung akan terus melakukan pendampingan teknis, untuk pengembangan perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal dari masing-masing lokus sehingga dapat meningkatkan produktivitas di kampung perikanan budidaya,” kata Tebe –panggilan akrab Tb Haeru Rahayu-.

Dia mengatakan wujud nyata DJPB untuk memberdayakan kampung perikanan budidaya di Provinsi Lampung yaitu dengan memberikan bantuan benih, melakukan pendampingan teknologi, serta melakukan pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan. Sehingga dengan upaya yang telah dilakukan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mampu membantu meningkatkan perekonomian masyarakat pembudidaya.

Setelah me-launching tiga kampung perikanan budidaya di Provinsi Lampung, DJPB melalui BBPBL Lampung juga menargetkan tiga kampung perikanan budidaya lagi untuk diresmikan. Antara lain, kampung kerapu di Kabupaten Kepulauan Seribu, kampung nila di Kabupaten Lampung Barat, dan kampung kerapu di Kabupaten Belitung Timur.

Namun demikian menurutnya kegiatan tersebut perlu dukungan dari pemerintah daerah, melalui dinas perikanan dan kelautan di setiap daerah. “Saya berharap sinergitas ini dapat menjadi kolaborasi yang ideal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mewujudkan kampung perikanan budidaya sebagai trigger dalam pergerakan ekonomi di daerah melalui kampung perikanan budidaya,” tukas Tebe.

Terpisah, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Sinar Mas yang beralamat di Kelurahan Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung, Fajar Kurnianto mengatakan sejak tahun 2017 geliat budidaya ikan nila di Kabupaten Pringsewu memang sudah mulai berjalan.

Namun, sebelumnya pembudidaya masih melakukan budidaya secara mandiri sehingga hasilnya dirasa belum maksimal. Sebagai gambaran, untuk memproduksi ikan nila dalam satu hektare kolam, dirinya membutuhkan benih ikan nila sebanyak 160 ribu ekor, karena menurutnya jumlah kepadatan ideal untuk membudidaya ikan nila sebanyak 16 ekor permeter persegi.

“Untuk modal benih per ekor Rp100 jika kami membeli 160 ribu ekor maka kami membutuhkan Rp16 juta untuk modal benih,” kata Fajar. Untuk pakan, dalam satu siklus pembesaran selama empat bulan dia membutuhkan pakan 30 ton. “Harga pakan saat ini Rp 10.000/kilogram, berarti untuk modal pakan Rp 300 juta,” terang Fajar.

Selain pakan dan benih, Fajar juga mengaku membutuhkan biaya untuk persiapan lahan sebelum melakukan budidaya ikan nila sebesar Rp4 juta dan ongkos pekerja Rp30 juta untuk empat orang. “Jadi modal untuk membesarkan ikan nila dalam satu siklus, di lahan seluas satu hektare saya membutuhkan biaya sekitar Rp 350 juta,” tukas Fajar.

Hasilnya, dalam masa pembesaran hingga panen paling tidak dia bisa memanen 75 persen dari hasil budidaya, atau bisa panen sekitar 21 ton per siklus.

“Harga di pembudidaya biasanya kami menjual Rp24 ribu per kilogram, berarti saya bisa mendapatkan Rp504 juta. Dari hasil panen Rp504 juta dipotong modal Rp350 juta pembudidaya bisa mendapatkan Rp 154 juta,” papar Fajar.

Namun demikian, menurutnya dengan dibangunnya kampung perikanan budidaya nila di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2022, akan lebih meningkatkan pendapatan para pembudidaya, karena kebutuhan para pembudidaya bisa terkoordinasi dengan baik.

Dengan pendampingan teknologi dari DJPB juga diharapkan bisa menambah produksi ikan menjadi dua hingga empat kali lipat dari sebelumnya. “Kami sangat senang dengan dibentuknya kampung perikanan budidaya nila di Kabupaten Pringsewu, dengan pendampingan teknologi kami bisa meningkatkan produksi hingga dua sampai empat kali lipat dari sebelumnya,” kata Fajar.

Pasalnya, sebelum diresmikannya kampung perikanan budidaya nila, Kabupaten Pringsewu belum dapat memenuhi kebutuhan pasar ikan nila dari Palembang sebanyak 30 ton per hari, Bandar Lampung 10 ton per hari, dan Kota Metro 5 ton per hari.

“Saat ini kami baru bisa memenuhi 50 persen dari kebutuhan pasar yang ada, sehingga dengan terbentuknya kampung perikanan budidaya nila kami berharap bisa meningkatkan produktivitas hingga bisa memenuhi permintaan pasar tersebut. Bahkan bisa menciptakan pasar baru, sehingga ini bisa menjadi trigger kebangkitan ekonomi masyarakat,” tukas Fajar.

Belum lagi, dengan adanya kampung perikanan budidaya nila di Kabupaten Pringsewu, menurutnya juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar. “Ke depannya setelah kampung perikanan budidaya ini berjalan lancar, diharapkan perputaran ekonomi bagi masyarakat sekitar kampung perikanan budidaya juga bisa berjalan. Salah satunya seperti penyediaan es untuk pengemasan yang dapat menggerakkan ibu-ibu di kampung perikanan budidaya, dan masih banyak hal yang bisa dikembangkan di kampung perikanan budidaya, seperti industri pengolahan ikan,” ujarnya.

Sementara sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan program kampung perikanan budidaya efektif untuk menggerakkan perekonomian di daerah. Kampung Perikanan Budidaya, harus memerhatikan berbagai aspek agar hasil panen lebih maksimal, seperti pakan dan proses pembenihan. Menteri Trenggono juga menekankan bahwa kegiatan produksi tidak boleh mengancam kelestarian lingkungan. (ADV)

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR