Home Pendidikan Mahasiswa Diminta Dukung Net Zero Emisi untuk Kurangi Impor

Mahasiswa Diminta Dukung Net Zero Emisi untuk Kurangi Impor

Solo, Gatra.com – Saat ini pemerintah tengah menggalakkan net zero emisi, yakni adanya komposisi seimbang antara penggunaan energi fosil dan energi baru dan terbarukan. Untuk itu, mahasiswa didorong berpartisipasi di dalamnya.

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Joko Siswanto dalam acara "Lesson Learned from Pertamina: Peluang dan Tantangan Civitas Akademika UNS dalam Menghadapi Transformasi Energi Terbarukan", Senin (12/12). Joko mengatakan bahwa semua pihak harus berpartisipasi, termasuk akademisi.

”Jadi sebagai akademisi, penting untuk menganalisis. Kalau dilihat net zero emisi ini 60 persen komposisinya adalah EBT (energi baru dan terbarukan). Sisanya baru menggunakan energi fosil. Makanya komposisinya untuk net zero emisi ini 60 persen EBT dan 40 persen fosil. Masuk akal enggak kalau zero emisi semua hilang,” katanya dalam diskusi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Di samping itu, Indonesia masih memiliki kilang-kilang minyak. Kilang ini juga membutuhkan bahan baku minyak mentah. ”Untuk mengurangi emisi yang fosil, kalau sudah 60 persen, berarti sudah net zero emisinya,” katanya.

Namun konsumsi bahan bakar fosil perlu dikurangi. Sebab dari hari ke hari, tingkat konsumsi energi fosil terus meningkat.

”Namun kita tidak menghilangkan kendaraan fosil. Pabrik-pabrik kendaraan itu makanya mulai memproduksi kendaraan listrik. Yamaha, Honda, sudah mulai memproduksi kendaraan listrik. Kalau komposisinya 60-40 persen itu tadi, maka impor kita juga sudah zero dan mencukupi dengan kilang dalam negeri,” kata Joko.

Saat ini subsidi pemerintah untuk bahan bakar fosil mencapai Rp500 triliun. ”Sayang, bisa dipakai untuk pendidikan, kesehatan, dan lain-lain,” katanya.

Salah satu yang didorong untuk berpartisipasi dalam peningkatan penggunaan EBT adalah akademisi. Untuk itu, Pertamina memiliki program guna mendorong mahasiswa berpartisipasi dalam kepedulian lingkungan.

”Kita punya beasiswa tahunan. Namanya Beasiswa Pertamina Sobat Bumi. Kami memilih mereka yang memiliki jiwa leadership yang baik dan punya jiwa sosial serta peduli lingkungan,” kata Presiden Direktur Pertamina Foundation, Agus Mashud S Asngari.

Pasca-pandemi, 70 persen mahasiswa yang tersasar program tersebut justru mahasiswa tidak mampu. Hal ini pun menjadi relevan dengan upaya menantang civitas akademika untuk menghadapi transformasi energi baru dan terbarukan.

”Kami menyediakan banyak platform untuk mereka (mahasiswa) ikut serta,” katanya.

Agus menambahkan pihaknya juga memiliki program untuk mengundang peneliti, mahasiswa, hingga akademisi yang memiliki ide-ide soal EBT. ”Ide-ide mereka bisa dituangkan ke dalam proposal dan diimplementasikan ke masyarakat. Ini tahun kedua UNS berpartisipasi, sudah ada 20 orang yang bisa mengakses,” katanya.

Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset, dan Kemahasiswaan FH UNS, Pujiono Suwandi, berkata saat ini UNS mendorong kerja sama dalam pemeringkatan internasional dan pendanaan. Hal itu khususnya untuk melakukan elaborasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di kampus.

”Jadi kerja sama-kerja samanya tidak hanya menumpuk kertas saja. Tapi harus ada elaborasi sehingga kerja sama ini bisa hidup. Tidak hanya MoU atau MoA saja, tapi pekerjaan elaborasi bersama. Kalau miskin kerja sama, maka penilaian (UNS) juga tidak baik,” katanya.

132