Home Nasional Soal Bupati Meranti, Pengamat: Aspirasi Daerah Harus Diperhatikan, Tapi Makar Soal Lain

Soal Bupati Meranti, Pengamat: Aspirasi Daerah Harus Diperhatikan, Tapi Makar Soal Lain

Jakarta, Gatra.com - Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Saat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah di Pekanbaru, Kamis (9/12) lalu, ia menyebutkan bahwa pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai iblis atau setan. Lebih jauh, Adil bahkan mengancam Kabupaten Meranti bakal angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia.

Akademisi sekaligus pengamat ekonomi, Didik J Rachbini, menilai bahwa kekecewaan Muhammad Adil merupakan hal yang wajar dan perlu ditanggapi dengan transparan. "Keluhan, kekecewaan, dan ketidakpuasan seperti ini wajar terjadi. Aspirasi pemerintah daerah harus tetap diperhatikan karena daerah merupakan bagian dari satu kesatuan NKRI," ucapnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Selasa (13/12).

Sebelumnya, Adil mengatakan Kemenkeu telah mengeruk keuntungan dari eksploitasi minyak di daerah Kepulauan Meranti. Ia kesal karena merasa tidak mendapat kejelasan terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang mestinya diterima daerahnya. Karena masalah ini, ia mengancam akan angkat senjata dan bergabung menjadi bagian Malaysia. Menurut Adil, pemerintah Republik Indonesia tak bersikap adil dalam mengurusi wilayah dan rakyatnya.

Didik menilai bahwa isu otonomi dan keadilan antara pusat dan daerah seperti ini selalu ada. Bahkan, sejak jaman sentralisasi masa Orde Baru sampai ada otonomi keuangan daerah sekarang pun permasalahan ketidaksinergian antara pusat dan daerah selalu muncul.

Namun, Didik juga menilai bahwa sikap yang ditunjukkan Bupati Meranti itu barbar, apalagi turut menyebut Kemenkeu diisi iblis dan setan. Kemudian, Adil juga mengancam Meranti akan angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia. Menurut Didik, hal itu membuat persoalan menjadi lebih berat lagi, sebab terkait dengan masalah NKRI dan makar.  

"Ucapan dan tindakan seorang pejabat negara seperti ini sudah bisa dikategorikan makar. Jika dibiarkan berjalan wajar dan biasa-biasa saja, bukan tidak mungkin banyak lagi pejabat negara yang mulai mengoyak NKRI dan kesatuan bangsa akan menjadi rapuh," jelasnya.

Menurut Didik, ucapan pejabat negara yang provokatif itu harus diselesaikan. DPR bisa memanggil bupati terkait, dan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, untuk bisa mengambil tindakan atas dasar hukum yang berlaku.

Dalam hal ini, Didik sepakat dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, yang mengatakan bahwa apa yang disampaikan Adil dapat dikategorikan sebagai makar. Ia menganjurkan agar DPR turut menindak perilaku Adil. "Ketidaksetujuan DPR ini tidak hanya dalam kata-kata, tetapi juga memanggil yang bersangkutan," pungkasnya.

159