Home Kolom Perencanaan: Aspek Yang Ditinggalkan dan Diabaikan? Kasus Kereta Cepat, IKN & Proyek Srategis Nasional

Perencanaan: Aspek Yang Ditinggalkan dan Diabaikan? Kasus Kereta Cepat, IKN & Proyek Srategis Nasional

Jakarta, Gatra.com - Dalam buku A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK) disebutkan bahwa proyek adalah pekerjaan temporer yang dikerjakan untuk menciptakan suatu produk atau pelayanan yang memiliki keunikan. Keunikan juga berarti bahwa penerapan suatu metode dalam proyek tertentu tidak akan selalu sama, metode atau pendekatan tergantung pada kondisi obyektif lapangan serta tipologi lingkungan pada suatu wilayah akan berbeda pada tiap daerah, hal ini berarti bahwa metode/pendekatan untuk melaksanakan suatu proyek akan berbeda satu dengan lainnya.

Disinilah pentingnya peran Perencanaan Teknis yang detail serta rinci. Di sisi lain Robert W.Burchell dan James W. Hughes menyatakan: “Physical Planning is thus defined as concern for the physical development of an area emphasizing primarily form and function”. Dengan demikian perencanaan sangat fokus pada bentuk dan fungsi dalam arti yang seutuhnya.

Dalam konteks perencanaan kebijakan pun demikian: “Its theory involves decides, how much information is brought to decision-making process, how alternatives are evaluated and probability of decision’s success or implementation” (Burchell and Hughes, 1979). Kita melihat begitu pentingnya aspek perencanaan sehingga pertimbangan suatu kebijakan pun membutuhkan konsep perencanaan yang cermat berdasarkan pada hasil evaluasi serta berbagai alternatif solusi atau skenario.

Riset yang dilakukan Prof. Andang Bachtiar anggota Dewan Pengawas Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak 1984 menyatakan bahwa potensi gas dangkal, keberadaan mud volcano dan potensi longsor di wilayah episentrum calon ibukota baru (IKN) di Penajam Paser Utara adalah potensi ancaman yang keliatannya “terlewat” dari aspek perencanaan awal IKN di Bappenas. Pertimbangan-pertimbangan dari Prof. Andang Bachtiar berbasiskan data yang valid serta tak terbantahkan, memperlihatkan butuh ekstra biaya untuk memitigasi potensi bencana bila ingin melanjutkan rencana Pemerintah tersebut.

Belum lagi potensi banjir dan kebakaran hutan di wilayah penunjang IKN seperti yang ada sepanjang Sungai Sepaku dan dataran rendah Kecamatan Sepaku dan di Semoi pada Juni 2020 kemarin dilanda banjir (alinea.id, Oktober 2022). Entah apa yang menjadi pertimbangan dari Bappenas, seharusnya banyak faktor perencanaan yang rinci dan detail terlewat sehingga potensi bencana mengintai, butuh penanganan serta pemikiran ekstra serta tambahan biaya dalam proses pembangunannya.

Pada kasus kereta cepat Jakarta-Bandung juga banyak abai dalam aspek perencanaannya. Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebagai intansi teknis yang seharusnya bertanggung jawab teknis pada proyek tersebut, pada fase awal proyek menjadi pihak yang tidak minta pendapat teknisnya.

Menteri Perhubungan saat itu (Ignatius Jonan) tidak menghadiri ground breaking Kereta Cepat. Silang pendapat tentang kereta cepat Jakarta-Bandung memang mengejutkan banyak pihak, apalagi proyek tersebut tidak tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) yang dikeluarkan oleh Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Maret 2011, hal tersebut merefleksikan pelanggaran signifikan terhadap kaidah-kaidah dasar dalam perencanaan sebuah proyek.

Tahapan Perencanaan Proyek

Dalam memulai suatu proyek dimulai dengan siklus Pra-Studi Kelayakan atau Studi Kelayakan yang menentukan berbagai opsi lokasi proyek. Kelayakan di nilai dari berbagai aspek terutama dari kelayakan secara ekonomis dan teknis. Setelah analisis dari berbagai opsi calon lokasi maka ditetapkan lah satu lokasi yang tetap dan di lanjutkan dengan penyusunan Rencana Induk (masterplan) dalam berbagai tahapan pembangunan.

Pada rencana induk di uraikan berbagai konsep rencana serta blok-blok bangunan/infrastruktur yang akan di bangun. Pada rencana induk juga ditampilkan tahapan pembangunan (jangka pendek sampai dengan jangka panjang) juga Dua aspek inilah pondasi dalam siklus proyek terutama yang dapat dikatakan sebagai “Perencanaan”. Dalam rencana Induk juga dilakukan analisis secara daya dukung lingkungan dan sumber daya yang ada yaitu Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Siklus tersebut menggambarkan bahwa ada rangkaian proses yang selayaknya ditempuh dalam aspek perencanaan, bila siklus tersebut dilanggar atau diabaikan maka banyak hal teknis berpotensi akan menghadang. Salah satu gambaran bahwa bila test lapisan tanah yang dikombinasi dengan survey geologi diabaikan, maka kejadian fatal seperti longsor atau ambles nya pondasi yang berakibat keruntuhan bangunan atau infrastruktur diatas permukaan tanah. Prediksi terhadap pengelolaan dan pemantauan lingkungan juga akan menjadi salah arah!

Perencanaan Teknis di IKN

Seperti diuraikan di awal bahwa potensi “gangguan” teknis di dalam proses pembangunan IKN berdampak meningkatnya kebutuhan biaya pada proses pembangunannya. Selain gangguan potensi gas dangkal juga sulitnya sumber air untuk kebutuhan konstruksi. Lelang konstruksi yang sedang berlangsung juga terkendala dengan luputnya faktor kesulitan mencari sumber air masuk dalam harga (RAB-HPS). Lelang masih menggunakan asumsi bahwa sumber air mudah didapat, padahal kondisi lapangan sulit mencari sumber air yang layak digunakan untuk implmentasi konstruksi.

Kondisi lapisan tanahnya juga unik (terutama di ring satu titik Nol IKN) menurut riset awal para ahli, 1 – 2 meter adalah lapisan humus yang tidak bisa digunakan. 2-4 meter lapisan yang dapat dipergunakan sebagai tanah timbunan, namun harus ada perlakuan khusus (treatment) terhadap tanah dengan melakukan campuran semen/additive, 4-6 meter ke atas lapisan tanah hitam yang bila dalam keadaan kering/panas adalah lapisan yang sangat keras, namun dapat berubah drastis bila dalam keadaan basah/hujan, tanah berudah menjadi gembur rentan terhadap beban.

Jadi hampir seluruh lapisan sulit dijadikan dasar tanah keras bagi pondasi kecuali ada treatment dan hal tersebut berarti penambahan biaya, Prof. Andang Bachtiar dalam risetnya menyatakan ratusan meter lapisan tanah seputar titik Nol IKN adalah lapisan lempung. Akses jalan juga jadi kendala bagi pekerja, dimana basecamp pekerja berjarak sekitar 30 Km dari titik Nol IKN dengan akses yang terbatas.

Belum lagi kendala topografi di ring 1 (satu) IKN yang cenderung berbukit-bukit dengan kisaran 50-60% tingkat kecuramannya. Dengan kondisi lapisan tanah 6 meter ke bawah sangat rentan (gembur bila basah) maka potensi longsor menjadi tinggi.

Beberapa pakar menyatakan kemungkinan besar Perencanaan Dasar (basic design) dari zona-zona di IKN harus di bongkar dan di tata ulang karena kurang cermat terhadap kondisi obyektif lapangan. Hal ini berimplikasi faktor biaya membengkak dan waktu akan lewat dari batas yang telah ditentukan.

Perencanaan di Sektor Transportasi Darat

Program jangka panjang nasional sektor transportasi nasional adalah fokus pembangunan sektor perhubungan/transportasi sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah: Konektivitas Poros Maritim; Konektivitas Multimoda; Keselamatan Transportasi; dan Transportasi Perkotaan (RIPNAS Ditjen Perkeretaapian-Kemenhub, Maret 2011). Dengan demikian transportasi darat dan kereta api sebagai tulang punggung yang mendukung pergerakan penumpang maupun logistik dari suatu wilayah ke wilayah lainnya akan menjadi sangat vital bagi perteumbuhan perekonomian suatu wilayah.

GDP perkapita Indonesia yang berkisar USD 3.700 – 3.800 per Desember 2021 (Trading Economics, 2022), maka dengan demikian kebutuhan kecepatan transportasi rata-rata sekitar 70 km/jam sudah cukup memadai. Apalagi jarak pendek seperti kota yang di bawah 300 km, dimana alternatif kendaraan darat masih memadai. Kecenderungan “pemaksaan” pengadaan kereta cepat (350 km/jam) Jakarta-Bandung yang fase perencanaan awalnya tidak melibatkan sektor teknis adalah satu kesalahan fatal yang terjadi.

Apalagi trase yang dipilih tidak di dasari studi geologi yang matang serta cermat. Contoh potensi amblesnya tiang pancang seperti sekitar di STA 96+500 dan 96+400 adalah salah satu contoh diabaikannya fase perencanaan pada siklus proyek. Harus diakui studi geologi yang dilakukan kolonial Belanda pada trase lama Kereta Jakarta-Bandung adalah salah satu opsi trase terbaik kereta untuk Jakarta-Bandung. Trase baru yang dipilih KCIC punya banyak potensi longsor dengan daya dukung tanah (CBR) yang rata-rata di bawah kondisi ideal seperti yang digambarkan dengan salah satu riset tanah yang ada (DM, November 2016).

Dengan demikian perencanaan yang detail serta terinci yang didasarkan pada rencana induk dan studi kelayakan yang rasional menjadi aras utama bagi sektor transportasi bukan hanya berdasarkan pada “nafsu sesaat” yang berakibat potensi mangkrak dan mubazir nya sebuah proyek.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dalam pembangunan sebuah kota modern, sarana transportasi utama moda transportasi yang tidak mempergunakan bahan bakar fosil, seperti sarana transportasi berbasis rel yang sangat efisien dan ramah lingkungan. Untuk itu pembangunan prasarana transporasi harus mengakomodasi prinsip tersebut. Kesalahan disain transpoortasi kota-kota besar terdahulu tidak boleh terulang Kembali.

Pertimbangan dan Konsepsi Masa Depan Sektor Transportasi dan Proyek Strategis Nasional

Pertama, Bila dalam suatu proyek tidak didasari oleh studi kelayakan yang rasional dan pertimbangan yang matang maka berpotensi terjadi peningkatan biaya konstruksi, biaya operasional serta pemeliharaan yang tak terduga, hal ini jelas akan merugikan Negara. Sudah jatuh tertimpa tangga pulak.

Kedua, Rencana Induk atau master plan adalah arah serta dasar bagi pengembangan sektor transportasi atau proyek nasional. RPJM dan Rencana Induk di susun berdasarkan masukan berbagai pihak dan proses yang dari bawah ke atas (Bottom-up). Bila pembangunan suatu proyek mengabaikan konsep di atas akan berakibat melanggar asas keberlanjutan serta mengkhianati konstitusi kita.

Ketiga, Sentuhan terakhir yaitu perencanaan teknis yang terinci (Basic Design) adalah panduan bagi proses konstruksi, bila hal ini juga masih dilanggar, maka faktor keselamatan dalam konstruksi khususnya aspek transportasi akan selalu dibayangi oleh kecelakaan dan bencana.

Keempat, Perencanaan yang selalu diabaikan juga berakibat biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan selalu sulit diprediksi, atau selalu berpotensi selalu mengalami penambahan biaya. Kereta cepat Jakarta Jakarta-Bandung adalah contoh nyata, dalam review BPKP terbaru yang dikeluarkan 15 September 2022, pembengkakan biaya itu naik US$ 273,03 juta menjadi US$ 1,449 miliar atau Rp 21,74 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000,-/USD.

Belum lagi untuk IKN, dengan kondisi biaya yang tidak memperhitungkan kesulitan air serta akses jalan pekerja maka kemungkinan peningkatan biaya juga akan terjadi, ini juga berarti perencanaan teknisnya harus di revisi/dibongkar. Dengan demikian akan lebih bijak bila proyek-proyek yang tidak berbasiskan perencanaan yang rinci serta komprehensif sebaiknya ditunda terlebih dahulu.

Kelima, perencanaan tidak hanya berbasis aspek teknis semata, akan tetapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan mitigasi bencana. Kasus gempa di Cianjur mengingatkan kita semua akan pentingnya mempertimbangkan faktor lintasan patahan (sesar), pengaturan zonasi permukiman dan daya dukung lingkungan adalah faktor “kunci” dalam mitigasi bencana serta pembangunan yang memperhatikan nasib generasi mendatang. 


oleh Ir Indrian T Lubis Msi, Presidium Inovasi Teknologi Mandiri (ITM) dan Konsultan Lingkungan

 

2982