Home Ekonomi Survei Rumah Tangga: Kelompok Rentan Masih Berisiko dan Bayangan Ketidakpastian Ekonomi

Survei Rumah Tangga: Kelompok Rentan Masih Berisiko dan Bayangan Ketidakpastian Ekonomi

Jakarta, Gatra.com - Komunitas paling rentan di Indonesia, termasuk rumah tangga dengan anak-anak dan penyandang disabilitas, berisiko jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan setelah pandemi Covid-19 dan dibayangi ketidakpastian ekonomi. Hal itu disimpulkan dari laporan yang dirilis oleh United Nations Children's Fund (UNICEF), United Nations Development Program (UNDP), Australia-Indonesia Partnership for Economic Development (PROSPERA), dan SMERU Research.

Laporan tersebut mencatat, meskipun tingkat kemiskinan turun menjadi 9,54 persen pada Maret 2022 dari 10,14 persen pada Maret 2021, masih ada kebutuhan mendesak untuk penanganan kesejahteraan kelompok rentan yang paling menderita akibat dampak Covid-19 agar Indonesia dapat mencapai pemulihan inklusif.

Laporan juga menyoroti pentingnya akses terhadap vaksinasi Covid-19 bagi rumah tangga yang beranggotakan anak-anak dan kelompok rentan. Tingginya angka vaksinasi dan ketaatan terhadap kebijakan pembatasan sosial (PPKM) dianggap menjadi faktor penting untuk memacu pemulihan ekonomi.

Dalam sambutannya, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Made Arya Wijaya menyatakan, pemerintah pada 2021 menggelontorkan bantuan sebesar Rp153,4 triliun (sekitar US$10,3 miliar) sebagai salah satu langkah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menanggulangi dampak pelemahan perekonomian dan kesejahteraan sosial, termasuk di tingkat rumah tangga.

“Terbukti, ekonomi domestik pada kuartal III tahun ini terdongkrak, di mana konsumsi rumah tangga diperkirakan menjadi salah satu penopang utamanya. Daya beli sektor rumah tangga harus kita jaga di tahun 2023, sebagai akibat dari situasi pandemi yang tidak menentu dan krisis dunia,” ujar Made Arya Wijaya.

Made mengungkapkan, perekonomian Indonesia semakin kuat di tahun 2022. Hingga kuartal ketiga tahun ini, GDP Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 4,5%. Sementara itu, angka inflasi per November 2022 adalah 4,2% atau tergolong rendah. Tanda-tanda pertumbuhan lainnya adalah turunnya angka kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran, dan bertambahnya partispasi angkatan kerja.

Sesi Seminar Dampak Sosial dan Ekonomi Covid-19 pada Rumah Tangga Indonesia (Doc. UNICEF)

Pelaksana Tugas Konselor Infrastruktur dan Tata Kelola Ekonomi Kedutaan Besar Australia, James Gilbert mengungkapkan perhatiannya terhadap situasi kerentanan rumah tangga di Indonesia. “Selain dalam bidang kesehatan, pemerintah Australia sebagai mitra dari pemerintah Indonesia mendukung segala upaya pemulihan ekonomi dan sosial rumah tangga, terlebih bagi keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan beranggotakan anak, penyandang disabilitas, serta lansia,” ucap Gilbert.

“Kehilangan pendapatan dan sulitnya akses terhadap kesehatan masih membayangi sebagai dampak dari pandemi yang berkepanjangan serta perlambatan ekonomi global,” Gilbert menambahkan.

Menurut laporan kolaboratif UNICEF tersebut, disimpulkan sebanyak 6 dari 10 UMKM berbasis rumah tangga mulai bergeliat untuk berbisnis. Isu kesehatan mental perlahan teratasi karena keluhan terkait depresi dan kecemasan menurun sebanyak 1,4 kali dari sebelumnya. Namun, perempuan masih mengalami kemunduran dalam pertumbuhan di angkatan kerja sebagai akibat beban ganda dalam urusan domestik dan tanggung jawab terhadap pengasuhan. Akibatnya, banyak perempuan justru beralih ke pekerjaan dengan keterampilan rendah di sektor nonformal.

Di sektor pendidikan, sebanyak 75 persen anak-anak yang disurvey masih mengalami kesulitan untuk belajar karena kendala jaringan internet dan alat yang belum merata di seluruh negeri. Dua pertiga dari anak-anak tetap belajar dari rumah, sementara sepertiganya sudah kembali ke sistem pembelajaran tatap muka di sekolah.

Perwakilan UNICEF Indonesia, Maniza Zaman mengatakan, situasi Covid-19 menciptakan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi anak-anak dan pengasuhnya di seluruh Indonesia. Laporan menggarisbawahi pentingnya meningkatkan sistem perlindungan sosial, mengatasi krisis pembelajaran dan memastikan anak-anak penyandang disabilitas tidak tertinggal saat negara pulih dari COVID-19 dan menghadapi dampak krisis global.

“Penyelesaian masalah ini merupakan kunci bagi Indonesia untuk mencapai visi jangka panjangnya menjadi salah satu dari 10 ekonomi terbesar dunia pada tahun 2030, mencapai status berpenghasilan tinggi dan mengurangi semua bentuk kemiskinan hingga mendekati nol,” ucap Maniza.

Dalam laporan terungkap bahwa 82 persen pendapatan rumah tangga ternyata masih belum berubah semenjak 2020 atau bahkan semakin menurun, terutama di keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan yang beranggotakan anak-anak. Wakil Presiden UNDP di Indonesia, Sujala Pant menyatakan, survei membuktikan kekhawatiran kami terhadap rumah tangga paling rentan di Indonesia yang tetap berada dalam kondisi rentan dan membutuhkan dukungan, terutama dalam menghadapi kenaikan harga pangan.

“Kami berharap bahwa temuan dan rekomendasi dari survei ini akan membantu para pengambil keputusan mempertimbangkan cara yang paling tepat ke depannya. Hal ini diperlukan tidak hanya untuk pulih dari pandemi, tetapi juga untuk capaian di masa depan untuk indikator pembangunan lainnya, sembari memastikan tidak ada yang tertinggal,” kata Sujala Pant.

Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Penjangkauan the SMERU Research Institute, Athia Yumna (Doc. UNICEF)

Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Penjangkauan the SMERU Research Institute, Athia Yumna menyatakan, bantuan sosial pemerintah menjadi penyokong rumah tangga untuk mengatasi kekurangan pangan, penurunan pendapatan, dan kesulitan proses belajar-mengajar. Selain itu, program perlindungan sosial menurutnya juga perlu diperluas dan ditingkatkan untuk menjangkau lebih banyak masyarakat.

“Hal ini seiring dengan temuan di lapangan yang mengungkapkan bahwa satu dari empat rumah tangga mengalami keterlambatan menerima bantuan, tidak menerima bantuan dalam jumlah yang sesuai, kesulitan pencairan bantuan tunai, atau masalah teknis lainnya seperti ketidaksesuaian nama penerima bantuan,” sambungnya.

Sementara itu, Direktur Prospera, David Nellor mengedepankan pentingnya penggunaan data sebagai landasan pembuatan kebijakan dan pemberian bantuan bagi masyarakat. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan perlu digalakkan, sehingga tercipta perspektif-perspektif baru untuk pembangunan yang inklusif.

“Selain pandemi Covid-19, kita saat ini juga tengah menghadapi krisis global yang lebih besar. Pemerintah harus merencanakan upaya pembentukan kebijakan yang perlu bersifat sosial inklusif dengan pendekatan yang komprehensif, seperti pada mitigasi perubahan iklim dan transisi energi terbarukan,” pungkas David.

Kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan para mitranya dalam menyusun laporan ini diharapkan dapat memberikan wawasan terkait situasi rumah tangga selama dua tahun terakhir hidup berdampingan dengan Covid-19 serta menjadi landasan untuk pembuatan kebijakan di masa depan.

175