Home Hukum Sengketa Cucating Versus PT Sentul City Masuk MA

Sengketa Cucating Versus PT Sentul City Masuk MA

Jakarta, Gatra.com - Di tengah sorotan tajam atas kinerja Mahkamah Agung (MA) atas dugaan suap dan indikasi korupsi terhadap sejumlah hakim agungnya, Rony Hutajulu masih berharap MA cepat memperbaiki diri untuk mengembalikan reputasinya.

 

Pengacara dari kantor hukum ‘’RHP Law Firm’’ ini tengah mencarikan keadilan untuk Sri Wiwik Prihatin yang sedang bersengketa tanah dengan PT Sentul City Tbk dengan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.

 

‘’Klien kami berharap MA akan memberikan hakim-hakim peradilan judex juris terbaiknya untuk memeriksa apakah penerapan judex facti di peradilan tingkat pertama dan banding sudah ditempuh dengan baik dan kredibel,’’ kata Rony Hutajulu dalam keterangan yang diberikan kepada Gatra.

 

Rony mengaku kecewa karena baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Bandung maupun Pengadilan Tinggi TUN (PT TUN) Jakarta tidak masuk ke pokok perkara.

 

Pasalnya hakim PTUN memutuskan bahwa Sri Wiwik Prihatin pemilik Cucating Garden seluas 8.592 M2 di Blok 027, Kp Cikeas, RT 001/010, Bojong Koneng, Kec. Babakan Madang Kab. Bogor sebagai Penggugat dianggap tidak memiliki legal standing.

 

 

Dipicu Somasi dan Penggusuran Paksa

 

Gugatan ke PTUN Bandung tersebut menurut Rony dipicu oleh tiga kali somasi dari pihak Sentul City antara bulan Juli – Agustus 2021 kepada Pak Caca (suami Penggugat). Pertimbangan yang lain adalah aksi pembuldoseran bangunan Cucating Garden dengan menggunakan alat berat. Sentul City berupaya hendak menguasai tanah di Blok 027 dengan cara paksa menggunakan jasa para preman.

 

Sentul City mengklaim pihaknya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas tanah di Blok 027 Bojong Koneng yang dikuasai dan dikelola oleh Penggugat. Nah surat SHGB yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (Kantah) Kab. Bogor inilah yang digugat dan yang kemudian menjadi objek sengketa.

 

Menurut Rony, Tergugat yakni Kepala Kantah Kab. Bogor sebagai Pejabat Administratif Pertanahan tidak pernah memberitahukan kepada Penggugat terkait adanya SHGB atas nama pihak Sentul City padahal sudah berulang-ulang ditanyakan baik lisan maupun tertulis.

 

Atas dasar itu Penggugat mengajukan gugatan melalui aplikasi E-Court di Kepaniteraan PTUN Bandung tanggal 22 November 2021, dengan register perkata nomor 132/G/2021/PTUN. BDG berisi keberatan administratif dan sekaligus memohon informasi terkait kebenaran data bahwa SHGB nomor 2415 atas nama Sentul City.

 

Rony mengatakan sebagai objek sengketa adalah SHGB nomor 2415 Desa Bojong Koneng, Kec. Babakan Madang, Kab. Bogor dengan nama pemegang hak PT Sentul City terbit tanggal 20 Desember 2013, surat ukur nomor 568/Bojong Koneng/2013 tanggal 17 Desember 2013, luas 118.705 M2, sebatas dan seluas 8.592 M2 milik Penggugat.

 

Penggugat yang sudah bertahun-tahun menempati dan telah mengembangkan usaha di atas tanah Blok 027 seluas 8.592 M2 tersebut tentu saja merasa terganggu dengan adanya somasi dan langkah penggusuran secara melawan hukum yang dilakukan oleh Sentul City.

 

Atas dasar hal-hal di atas, Penggugat melakukan gugatan terhadap Kepala Kantah Kab, Bogor sebagai Tergugat di Pengadilan TUN Bandung, yang dalam perkembangannya telah mendudukkan PT Sentul City Tbk sebagai Tergugat II Intervensi 1, dan PT Bank QNB Indonesia Tbk sebagai Tergugat II Intervensi 2, sehubungan dengan adanya Fasilitas Berjangka IDR dan US$ Dual Tranche yang dijamin dengan tanah SHGB nomor 2415 Bojong Koneng.

 

 

Putusan PTUN Dinilai Janggal

 

Pada tanggal 18 Mmei 2022 Majelis Hakim PTUN Bandung yang mengadili dan yang memeriksa perkara nomor 132/G/2021/PTUN.BDG telah memutuskan dan menyatakan menolak permohonan Penggugat untuk menunda pelaksanaan SHGB nomor 2415 Bojong Koneng.

 

Majelis Hakim juga menyatakan menerima eksepsi dari Tergugat II Intervensi I tentang Penggugat tidak memiliki legal standing dan kepentingan untuk mengajukan gugatan. Selain itu, dalam pokok sengketa Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

 

Pertimbangan yang menjadi dasar putusan Mejelis Hakim PTUN Bandung tersebut menurut Penggugat tidak fair karena Majelis Hakim tidak masuk kepada pemeriksaan pokok perkara. Mewakili Penggugat, Rony mengatakan putusan tersebut janggal karena hanya didasarkan pada alat bukti yang menurutnya tidak absah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian sama sekali.

 

‘’Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyimpulkan areal tanah itu dulunya adalah milik PT Perkebunan XI (PTPN XI), kesimpulan mana didasarkan kepada keterangan dua orang saksi yang mengaku pernah bekerja sebagai petugas keamanan (security) PTPN XI dan fotocopy surat keputusan pemberian SHGB kepada Sentul City (dahulu PT Fajar Marga Permai) yang tentunya nilai pembuktiannya nol karena hanya sekedar fotocopy’’ kata Rony.

 

Rony menambahkan Tergugat gagal menunjukkan SK asli yang sudah berkali-kali diminta. ‘’Sudah menjadi pengetahuan hukum (notoir) bahwa fotocopy surat tidak-lah mempunyai kekuatan pembuktian sama sekali,’’ katanya.

 

Karena tidak puas dan menilai terdapat kejanggalan-kejanggalan pada putusan Majelis Hakim PTUN Bandung, maka Penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta. Namun keadilan belum juga didapatkan karena ternyata Majelis Hakim PT TUN Jakarta tanggal 11 Oktober 2022 memutuskan untuk menguatkan putusan PTUN Bandung nomor 132/G/2021/PTUN.BDG tanggal 18 Mei 2022 tersebut.

 

Karena menilai pertimbangan putusan peradilan judex facti banyak mengandung kejanggalan-kejanggalan, maka pihak Tergugat yakni Sri Wiwik Prihatin melalui pengacaranya Rony Hutajulu pun mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.

 

Rony mengatakan bahwa Majelis Hakim di PTUN Bandung dan PT TUN Jakarta seharusnya tidak lagi menilai legal standing dan kepentingan Penggugat mengajukan gugatan karena hal tersebut sudah diperiksa dan sudah terpenuhi pada pemeriksaan awal dalam proses dismissal di PTUN Bandung sebelum pemeriksaan sengketa ini disidangkan.

 

 

Tidak Masuk Pokok Perkara

 

Putusan Majelis Hakim PTUN Bandung yang menyimpulkan “Penggugat tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan” terkesan memang sengaja diputuskan agar Majelis Hakim tidak perlu masuk memeriksa kedalam pokok perkara. Hal itu menurut Rony menyebabkan sejumlah persoalan misalnya soal tumpang tindih penguasaan tanah; atau tentang sah tidaknya penerbitan SHGB No.2415 atas nama Sentul City; atau tentang sah tidaknya aksi penggusuran; semua itu tidak diperiksa dan tidak dipertimbangkan sama sekali oleh Majelis Hakim dalam putusannya.

 

Apalagi sebenarnya menyangkut legal standing Penggugat, menurut Rony telah ada keputusan Pengadilan perdata yang berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) mulai dari putusan PN Cibinong sampai kepada putusan PT Bandung dan putusan kasasi MA no. 150 K /Pdt / 2018 , yang pada pokoknya membenarkan status hukum tanah hak garap sejak 1984 atas nama Ir Abdul Wahab Asjari yang telah dioperalihkan kepada iparnya, Sri Wiwik Prihatin (Penggugat).

 

Putusan Majelis Hakim PTUN Bandung yang tidak masuk kedalam pokok perkara menurut Rony menyebabkan sejumlah kewajiban-kewajiban Sentul City yang sudah ditetapkan pada surat Keputusan BPN Provinsi Jawa Barat Nomor: 349/HGB/BPN-32/2013 tentang Pemberian Perpanjangan Hak Guna Bangunan No 2372/Bojongkoneng seluas 83.380 M2 atas nama Sentul City yang menurut Penggugat tidak dilakukan oleh PT. Sentul City; akhirnya menjadi tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim apakah sudah dilakukan atau tidak.

 

Keputusan BPN Jawa Barat tentang pemberian perpanjangan HGB tersebut pada bagian Menimbang mensyaratkan sejumlah hal, di antaranya jika dalam waktu tiga tahun sejak diterbitkannya SHGB belum terbangun maka status tanah akan diturunkan menjadi Hak Pakai.

 

Lalu pada bagian Menimbang butir e, apabila di atas lokasi tanah yang dimohon perpanjangan terdapat penguasaan pihak lain/penggarap, maka akan segera diselesaikan secara musyawarah maupun melalui Lembaga Peradilan dan tidak akan melibatkan Kantor Pertanahan Kab. Bogor, Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat serta BPN Republik Indonesia.

 

‘’Dan apabila sampai diberikannya perpanjangan hak dimaksud PT Sentul City, Tbk tidak menyelesaikan penguasaan oleh pihak lain/penggarap, maka perpanjangan hak yang telah diberikan menjadi batal dengan sendirinya,’’ kata Rony.

 

Rony juga menunjuk adanya fakta hukum yang diabaikan oleh Sentul City. Pada bagian Memutuskan Kesatu butir 8, Rony menambahkan, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun tidak segera dibangun/dimanfaatkan sesuai sifat, tujuan dan maksud dari pemberian haknya, maka surat keputusan atau hak yang timbul karenanya dinyatakan batal demi hukum dan tanahnya menjadi Obyek Tanah Terlantar.

 

Menurut Rony, akibat dari Majelis Hakim PTUN yang dalam putusannya terkesan mengaburkan dan mengabaikan fakta-fakta persidangan peradilan untuk masuk ke pokok perkara, maka terjadi pelanggaran etik dan kaidah fairness.

 

‘’Untuk itu, kami menyikapinya dengan melaporkan Majelis Hakim PTUN kepada dan untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial. Surat pengaduan ke Komisi Yudisial dilakukan paralel saat Penggugat mengajukan upaya hukum banding ke PT TUN Jakarta,’’ pungkas Rony.

 

 

1140