Home Ekonomi Miris Dengan Sikap Pemerintah, Pengusaha Ngaku Tidak Dilibatkan Penyusunan Perppu Cipta Kerja

Miris Dengan Sikap Pemerintah, Pengusaha Ngaku Tidak Dilibatkan Penyusunan Perppu Cipta Kerja

Jakarta, Gatra.com - Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja oleh Presiden Joko Widodo menuai banyak kritik. Selain dianggap terburu-buru, pengesahan Perppu Cipta Kerja juga dianggap sebagai sikap membangkang negara terhadap putusan konstitusi.

Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan Perppu Cipta Kerja tersebut. Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan pihaknya sebagai penyedia lapangan kerja tidak diajak duduk bersama membahas aturan ketenagakerjaan dalam penyusunan Perppu.

"Saya terus terang tidak tahu ya siapa yang diajak bicara. Kalaupun ada asosiasi ataupun Kadin (Kamar Dagang dan Industri) sebagai induk organisasi kami ingin diajak bicara, pasti kami juga akan diberitahu apa progresnya, ini sama sekali kami tidak tahu apa-apa," ujar Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/1).

Sebelumnya, asosiasi pengusaha, kata Hariyadi juga tidak dilibatkan dalam penyusunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum (UM).

"Kita enggak diundang. Kita juga sedih, tiba-tiba muncul (Perppu) kita kaget. Karena waktu Permenaker kita juga enggak diajak ngomong. Kami merasa tidak dilibatkan sama sekali," ucapnya.

Menurut Hariyadi, pemerintah tidak sepatutnya merancang kebijakan tanpa melibatkan seluruh stakeholder terkait secara langsung. Terlebih, alasan pemerintah yang menyebut kegentingan kondisi ekonomi menjadi dasar penerbitan Perppu Cipta Kerja.

"Ini kan lucu, kita yang ngasih kerjaan, kita yang ngasih gaji, kita enggak diajak ngomong, tiba-tiba main putus aja," tutur Hariyadi.

Sementara itu, Wakil ketua Apindo DKI Jakarta, Nurjaman mendesak agar nantinya perumusan aturan turunan dari Perppu Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah (PP) harus melibatkan para pelaku usaha. Setidaknya, kata dia, pelaku usaha dan industri sebagai penyedia lapangan kerja diajak berdiskusi di ruang rapat parlemen.

"Kita sudah kecolongan dua kali. Jangan sampai dalam PP ini kita tidak dilibatkan. Paling tidak, ada ruang DPR mengajak kita bicara dengn pemerintah," kata Nurjaman.

Sebagai informasi, dunia usaha menyoroti dua hal dalam Perppu Cipta Kerja yaitu mengenai formula penghitungan upah minimum dan aturan alih daya (outsourcing). Pelaku usaha cenderung menentang pasal 88D ayat (2) terkait formula upah minimum yang menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Aturan itu tidak berbeda dengan Permenaker 18 Tahun 2022 yang sebelumnya juga telah digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh para pengusaha.

Selanjutnya, dalam Pasal 88F Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula perhitungan upah minimum yang berbeda dengan formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88D ayat (2).

Apindo berdalih bahwa kenaikan upah minimum tidak berkorelasi dengan peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan produktivitas. Aliha-alih menggunakan formula upah minimum dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Permenaker 18 Tahun 2022, pengusaha mendesak penggunaan formula upah minimum merujuk pada PP 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang saat ini masih berstatus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, pengusaha juga keberatan dengan aturan dalam pasal 64 dan pasal 66 Perppu Cipta Kerja yang mengatur tenaga alih daya (outsourcing) dibatasi pada jenis pekerjaan tertentu.

135