Home Hukum Saifuddin Ibrahim Merajalela, Tak Kunjung Ditangkap, Amerika Takut pada Pemulung?

Saifuddin Ibrahim Merajalela, Tak Kunjung Ditangkap, Amerika Takut pada Pemulung?

Jakarta, Gatra.com- Tersangka kasus dugaan penistaan agama, Saifuddin Ibrahim, belum juga ditangkap hingga saat ini. Polri menunggu Interpol Amerika Serikat (AS) untuk memulangkannya.

"Sudah saya tanyakan dan ini masih berproses (untuk memulangkan tersangka) nanti dari interpol. Sudah (koordinasi) masih menunggu dulu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Rabu, (4/1).

Meski menjadi tersangka di Indonesia, Saifuddin masih aktif membuat konten di YouTube. Selain merajalela dengan konten-konten yang menista agama, Saifuddin juga mengunggah konten yang menyentuh. Saifuddin yang saat ini berada di Amerika Serikat mengaku bekerja memulung botol-botol bekas.

Dalam video berdurasi 7 menit, terlihat Saifuddin bersama rekannya memilah botol-botol dan memasukkan ke keranjang berwarna biru. "Saudara-saudara walaupun di negeri orang atau bagaimana pun kita tetep maju meskipun jadi pemulung. Saya adalah pemulung jiwa-jiwa di mana pun saya berada," kata Saifuddin seperti dalam video itu.

Saifuddin Ibrahim ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, (28/3) lalu. Saifuddin diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan atau pencemaran nama baik dan atau penistaan agama dan atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan atau menyiarkan berita tidak pasti dan berlebihan melalui konten YouTube pribadinya.

Saifuddin dijerat Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar.

Kasus bermula saat permintaan Saifuddin Ibrahim ke Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Al-Qur'an viral di media sosial. Menurut dia, ayat-ayat itu biang intoleransi dan radikalisme di Tanah Air.

382