Home Kebencanaan Riset UGM Ungkap Penyebab Jakarta dan Semarang Sering Banjir

Riset UGM Ungkap Penyebab Jakarta dan Semarang Sering Banjir

Yogyakarta, Gatra.com - Dosen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM), Heri Susanto, menyebut kota-kota besar Indonesia di pesisir akan lebih sering mengalami kebanjiran saat intensitas hujan tinggi.

Di Jakarta dan Semarang, banjir lebih sering terjadi karena permukaan tanahnya lebih rendah dari permukaan laut.

"Hasil penelitian kita, di Semarang dan Jakarta kondisinya sama.  Penurunan tanah dipercepat oleh pemanfaatan air tanah yang berlebihan dan melebih kapasitas imbuhannya,” kata Heri kepada wartawan, Jumat (6/1).

Kondisi yang sama juga ditemui di berbagai kota besar di Indonesia yang berada di pesisir seperti Samarinda, Makassar, Kupang, dan Ambon.

Umumnya daerah pesisir ini tanahnya terbentuk dari tanah aluvial dari hasil endapan sungai sehingga lebih mudah mengalami pemadatan dan akhirnya terjadi penurunan tanah.

Khusus di Semarang, Heri menyatakan banjir tahunan terjadi karena berkurangnya imbuhan di cekungan air tanah (CAT).

"Di daerah tangkapan air Kota Semarang dulunya terdapat banyak kebun, tanah tegalan, dan ruang terbuka. Namun kemudian berubah menjadi kompleks perumahan, kawasan industri, dan pembangunan infrastruktur lainnya. Hal ini menyebabkan Semarang kehilangan CAT," katanya.

Dengan kenaikan permukaan air laut global mencapai 3-5 milimeter per tahun, Kota Semarang akan mengalami penurunan tanah 9 centimeter dalam setahun.

“Ada penurunan tanah 30 kali lebih besar dibanding kenaikan air laut global,” katanya.

Menurutnya, faktor lokal penurunan tanah ini berdampak pada kenaikan relatif permukaan laut di Semarang dan Jakarta.

Bahkan percepatan penurunan tanah ini menyebabkan dua kota itu sering dilanda banjir saat curah hujan tinggi. Hal ini karena posisi daratan di pesisir lebih rendah dari air permukaan laut. “Itu juga yang terjadi di Jakarta,” jelasnya.

Baik di Semarang maupun di Jakarta, kata Heri, posisi daratan pesisir yang lebih rendah dari air permukaan laut harus ditangani secara komprehensif. Daerah permukiman dan industri yang ada saat ini di kawasan pesisir dapat dilindungi dengan tanggul laut.

Selanjutnya juga dapat disiapkan banyak pompa untuk mengalirkan air dari drainase ke sungai besar menuju laut.

“Harus ada pompa yang disiapkan walaupun membutuhkan biaya operasional yang besar,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya dampak yang lebih besar di kemudian hari, ia mengusulkan agar pemerintah membuat kebijakan yang komprehensif.

 

“Yang pertama adalah mengatur pengambilan air tanah dan menjaga imbuhannya melalui perubahan pembatasan penggunaan lahan di daerah tangkapan airnya. Selanjutnya adalah menanggulangi dampaknya, misalnya pembangunan tanggul pantai untuk melindungi infrastruktur dan warga,” pungkasnya.

356