Home Hukum Amnesty: Percuma Kalau Jokowi Hanya Akui HAM Berat Masa Lalu

Amnesty: Percuma Kalau Jokowi Hanya Akui HAM Berat Masa Lalu

Jakarta, Gatra.com – Amnesty Internasional Indonesia menilai pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu tidak ada artinya kalau tidak ada pertanggungjawaban hukum terhadap para pelakunya.

“Pengakuan Presiden atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum,” kata Usman Hamid, Direktur Amnesty Internasional dalam pernyataan tertulis diterima pada Kamis (12/1).

Baca Juga: Komnas HAM Dorong Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

Menurut Usman Hamid, sekadar menyebut nama-nama peristiwa saja jauh dari cukup. Belum lagi kalau bicara tentang kekerasan seksual yang terjadi secara sistematik dalam berbagai situasi pelanggaran HAM berat masa lalu seperti 1965–1966 hingga selama daerah operasi militer selama 1989–1998.

Ia menyampaikan, meski pihaknya menghargai sikap Jokowi mengakui terjadinya pelanggaran HAM sejak tahun 1960-an di Indonesia, namun kalau hanya itu saja akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya.

“Mengingat penderitaan para korban yang dibiarkan dalam kegelapan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan selama beberapa dekade,” katanya.

Usman Hamid lebih lanjut menyampaikan, pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak besar artinya tanpa adanya akuntabilitas, termasuk pertanggungjawaban hukum terhadap para pelakunya.

Selain itu, pemerintah hanya memilih 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat, sementara secara nyata mengabaikan kengerian kejahatan yang sudah terkenal lainnya, seperti pelanggaran yang dilakukan selama pendudukan dan invasi Timor Timur.

“Tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa penyerangan 27 Juli 1996, atau kasus pembunuhan Munir itu, jika Presiden serius bicara kasus yang terjadi setelah tahun 2000. Itu seharusnya juga disebutkan,” katanya.

Menurut Usman, kelalaian ini merupakan penghinaan bagi banyak korban. Selama ini, pemerintah mengabaikan fakta bahwa proses penyelidikan dan penyidikan setengah hati, termasuk dalam empat kasus yang tidak disebutkan tersebut telah menyebabkan pembebasan semua terdakwa dalam persidangan sebelumnya.

Amnesty Internasional Indonesia menyatakan, jika Presiden benar-benar berkomitmen untuk mencegah terulangnya kembali pelanggaran HAM berat, pihak berwenang harus segera, efektif, menyeluruh, dan tidak memihak menyelidiki semua orang yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu di mana pun itu terjadi.

“Jika ada cukup bukti yang dapat diterima , menuntut mereka dalam pengadilan yang adil di hadapan pengadilan pidana,” katanya.

Usman menegaskan, pemerintah tidak bisa hanya mengatakan tidak cukup bukti. Sebab, selama ini lembaga yang berwenang dan berada di bawah langsung wewenang Presiden, yaitu Jaksa Agung, justru tidak serius dalam mencari bukti melalui penyidikan.

Baca Juga: Komnas HAM Desak Jokowi perintahkan Jaksa Agung untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat

“Kami mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya.

Selain itu, proses hukum yang objektif dapat memberikan kebenaran dan keadilan sejati kepada para korban dan keluarganya. Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan.

90