Home Politik Bisa Bangkrutkan Partai! Pakar UGM Ungkap Plus Minus Perubahan Dapil 2024

Bisa Bangkrutkan Partai! Pakar UGM Ungkap Plus Minus Perubahan Dapil 2024

Sleman, Gatra.com – Dosen ilmu komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai akan ada implikasi sangat besar pada partai politik dan calonnya jika terjadi perubahan daerah pemilihan (dapil). Langkah KPU yang memutuskan tidak mengubah dapil sesuai dengan amanat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Paparan ini disampaikan Nyarwi di acara Pojok Bulaksumur UGM, Yogyakarta, pada Kamis (12/1) siang. Selain Nyarwi, dua narasumber lainnya yaitu dosen ilmu politik Mada Sukmajati dan dosen hukum tata negara Andi Sandi.

“Perubahan dapil itu membutuhkan proses yang besar dan keberanian karena terkait dengan perhitungan kalkulasi kemenangan peserta pemilu maupun calon anggota legislatif,” jelas Nyarwi.

Dengan mengubah dapil, KPU menurutnya seperti mengubah peta permainan yang selama ini sudah berjalan. Perubahan ini akan memunculkan persaingan antar partai maupun di internalnya karena akan terjadi proses eliminasi besar-besaran.

“Partai-partai yang sudah mantap mendapatkan suara tentunya akan berjuang mati-matian mempertahankan dapil yang selama sebagai lumbung suara. Tapi karena partai sudah terlembaga saya kira ini akan bisa diatasi,” jelasnya.

Namun dampak yang paling berat akan dirasakan oleh calon anggota legislatif. Bisa jadi ketika mereka mendapatkan dapil baru yang tidak sama dengan pemilu sebelumnya, mereka akan memerlukan modal politik yang besar.

Selain akan berhadapan dengan tokoh-tokoh politik yang berbeda, medan baru pemilihan ini memerlukan sumber daya yang besar untuk mendulang suara. “Bagi mereka ini tidak efisien. Karenanya implikasinya besar sekali dalam penentuan dapil ini oleh partai,” lanjutnya.

Dosen hukum Andi Sandi melihat, meski KPU memiliki kewenangan penuh untuk mengubah dapil, aturan yang termuat di lampiran 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menetapkan dapil anggota DPR sampai sekarang belum dibatalkan.

“Artinya sampai hari ini dapil yang sudah ditetapkan pada 2017 itulah yang digunakan sebagai acuan pemilu tahun depan. Meskipun hanya lampiran, pasal ini bersifat mengikat dan tidak dipisahkan,” katanya.

Namun Andi menyatakan dengan semakin banyaknya dapil dalam pemilihan, maka hal ini akan mendekatkan calon legislatif dengan para pemilihnya. Semakin kecil dapil, semakin erat hubungan keduanya. “Tapi dari sisi partai, semakin banyak dapil dan semakin kecil maka ini akan merepotkan mereka. Karena membutuhkan banyak modal yang kemungkinan bisa membuat bangkrut,” lanjutnya.

Pakar politik Mada Sukmajati menyatakan ada tidaknya perubahan dapil sebenarnya tidak memberi peluang besar bagi petahana untuk mempertahankan kemenangan. Berkaca pada 2019, dari 77 dapil petahana yang maju di 2017, mereka hanya mampu meraih kemenangan 51 persen.

“Ini menunjukkan, meski desain dapil berubah, para calon menginginkan maju kembali lewat dapil yang sama atau tidak berubah. Pasalnya investasi politik yang mereka tanam sudah sangat kuat. Jadi kalau itu diubah maka konstelasinya bisa berubah,” kata Mada.

126