Home Politik Regulasi Pengawasan KSP Diharapkan Masuk dalam RUU Perkoperasian

Regulasi Pengawasan KSP Diharapkan Masuk dalam RUU Perkoperasian

Jakarta, Gatra.com- Anggota Komisi VI DPR fraksi PKS, Amin AK menyebut kasus-kasus penipuan yang terjadi pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP), seperti KSP Indosurya atau Sejahtera Bersama, perlu mendapatkan perhatian khusus. Menurutnya, perlu regulasi yang mengatur dengan jelas klasifikasi antara KSP dengan perbankan.

“Kita tidak bisa menyamakan aturan antara perbankan dan KSP. Perlu jaminan keamanan bagi anggota yang mempercayakan uangnya di KSP,” kata Amin kepada Majalah Gatra, Rabu (11/1).

Menurut Amin, kasus-kasus pidana itu mendorong adanya perbaikan regulasi dalam sektor pengawasannya, baik pengawasan oleh internal koperasi atau pengawasan dari pemerintah. Amin menjelaskan, pemerintah tidak bisa pasif, tetapi harus aktif untuk membuat sistem pengawasan terhadap KSP yang bertujuan tetap melindungi dana anggota.

Amin menilai pengawasan itu idealnya masuk ke RUU Perkoperasian Nomor 25/1992 nanti. Namun, hingga akhir masa sidang pada Desember 2022 pemerintah belum menyerahkan usulan draf RUU Perkoperasian ke DPR.

“Biasanya setelah pemerintah menyampaikan surat ke DPR maka pimpinan DPR akan menyampaikan info tersebut kepada anggota DPR pada saat sidang paripurna. Jadi secara resmi kami belum menerima draf dari pemerintah,” kata Amin.

Amin mengaku memang ada draf RUU Perkoperasian 2022 tanggal 22 Oktober 2022 lalu, tetapi pihaknya belum tahu apakah ada draf yang lebih baru lagi. Sebab bisa jadi ada perubahan dari draft tersebut.

Selain soal penjaminan simpanan uang KSP, Amin berharap dalam draf RUU Perkoperasian ini bisa dimasukkan juga aturan koperasi syariah, pengawasan terhadap KSP, baik pengawasan internal atau eksternal, adanya peningkatan kapasitas pengelola koperasi yang dilatih oleh pemerintah dan adanya dukungan pemerintah yang lebih terukur untuk pengembangan koperasi.

Amin menyebut, seharusnya pembahasan RUU Perkoperasian bisa lebih cepat karena tidak wajib menunggu pengesahan awal di prolegnas prioritas tahunan yang biasanya diputuskan dalam rapat paripurna terlebih dahulu. Namun, menurutnya harus ada pihak yang menginisiasi atau mengusulkan agar RUU Perkoperasian dibahas oleh DPR.

“Apakah mau dibahas oleh Komisi VI atau Badan Legislasi tergantung keputusan Pimpinan DPR. Sebagai anggota Komisi VI saya berharap RUU Peroperasian tersebut bisa segera dibahas oleh DPR dan pemerintah demi kemajuan koperasi di Indonesia,” dia menandaskan.

 

166