Home Ekonomi Kinerja Positif 32 Bulan Berturut-Turut, Perdagangan Desember 2022 Surplus

Kinerja Positif 32 Bulan Berturut-Turut, Perdagangan Desember 2022 Surplus

Jakarta, Gatra.com - Neraca perdagangan RI pada Desember 2022 tercatat surplus US$3,89 miliar. Secara bulanan, surplus Desember 2022 tersebut turun 24,61 persen (month to month/mtm) dibandingkan surplus perdagangan pada November 2022 sebesar US$5,16 miliar.

Dengan perolehan surplus pada Desember 2022 tersebut maka Indonesia berhasil mencetak surplus perdagangan selama 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan surplus Desember 2022 disebabkan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan impor. Adapun total nilai ekspor pada Desember 2022 sebesar US$23,83 miliar dan impor sebesar US$19,94 miliar.

Baca juga: Pengasuh Ponpes di Kudus Dipolisikan Kasus Eksploitasi Ekonomi

"Surplus Desember 2022 ditopang oleh komoditas nonmigas yang menyumbang surplus US$5,61 miliar," ujar Margo dalam konferensi pers, Senin (16/1).

Adapun sepanjang 2022 total surplus perdagangan RI mencapai US$54,46 miliar atau tumbuh 53,75% dibandingkan total surplus perdagangan pada 2021.

"Secara tahunan, kinerja perdagangan kita tumbuhnya cukup impresif," tuturnya.

Tiga negara mitra dagang RI yang menyumbang surplus perdagangan terbesar yakni Amerika Serikat (surplus US$18,89 miliar), India (surplus US$16.16 miliar) dan Filipina (surplus US$11,41 miliar).

Terhadap AS, surplus perdagangan RI ditopang oleh permintaan ekspor produk pakaian dan aksesoris yang mencapai US$2,86 miliar. Sementara surplus terhadap India dan Filipina ditopang oleh ekspor bahan bakar mineral yang masing-masing sebesar US$10,65 miliar dan US$5,01 miliar.

Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terbesar perdagangan RI antara lain Australia (defisit US$6 miliar); Thailand (defisitUS$3,96 miliar) dan Tiongkok (defisit US$3,61 miliar).

Margo menjelaskan bahwa Indonesia masih bergantung terhadap Australia untuk impor bahan bakar mineral dan serealia. Sementara dengan Thailand, impor masih banyak dilakukan RI untuk produk plastik dan kembang gula (permen). Adapun dengan Tiongkok, RI masih bergantung besar pada impor mesin dan peralatan listrik.

28
BPS