Home Kolom Pemuda Pancasila dalam Tiga Zaman

Pemuda Pancasila dalam Tiga Zaman

Oleh: Suradi Al Karim*

TIDAK ada keraguan sebiji sawipun bagi penulis bahwa salah satu organisasi Pemuda yang cukup tua di negeri ini adalah Pemuda Pancasila. Pemuda Pancasila dideklrasikan pada 28 Oktober 1959, di Jakarta yang didirikan oleh Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Para pendiri IPKI adalah pentolan militer Indonesia pada era Orla dengan kepemimpinan Presiden Soekarno.

Para tokoh pendiri IPKI yang terulis dalam sejarah ada tiga orang, sebut saja: Kolonel Abdul Haris Nasution (Jend. Besar TNI), Kolonel Gatot Subroto, Kolonel Aziz Saleh. IPKI ketika itu merupakan Parpol yang didirikan dengan tujuan untuk menyelamatkan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diamanatkan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dan pada fase yang sama, keberadaan Pemuda Pancasila sebagai lawan ideologis dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Dari sinilah karakter organisasi dan orientasi ideologis Pemuda Pancasila mulai terbentuk. Dalam konteks ini Pemuda Pancasila berkomitmen untuk tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi Negara dan perekat kebhinekaan bangsa.

Sampai di sini pembaca bisa menilai, bahwa pada tahun 60-an Pemuda Pancasila ikut berjuang secara fisik melawan kekuatan PKI dan kroni-kroninya yang berupaya mengubah ideologi Negara dengan faham komunis dan aktif melakukan politik devide et impera di kalangan elit dan masyarakat akar rumput (grass root).

Apa yang terjadi setelah tahun 60, ternyata jauh lebih dahsyat. Lagi-lagi, Pemuda Pancasila bersama ABRI terlibat dalam pembersihan PKI di Indonesia yaitu pada tahun 1965-1966 yang menjadi cikal bakal lahirnya Orba yang dipimpin Presiden Soeharto.

Pemuda Pancasila di Mata Himpunan Mahasiswa Islam

Yang menarik adalah mendiang Ahmad Dahlan Ranuwihardjo, ayahanda dari modeling Danny Dahlan kerap disebut sebagai ‘Bapak HMI itu’ ( Ketum PB HMI 1951-1953), pakar hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNAS dan UNTAG Jakarta kelahiran Pekalongan Jateng, 13 Desember 1925.

Dia lahir dari keluarga Muhammadiyah, sekaligus seorang pengagum Bung Karno. Bahkan pernah memberikan kesaksian bahwa pada masa itu Pemuda Pancasila dikenal sebagai salah satu organisasi yang gigih memerangi PKI dan antek-anteknya. Jika dilihat dari dinamika yang berkembang ketika itu, fase ini bisa dikatakan sebagai era peneguhan karakter Pemuda Pancasila sejatinya sebagai pengawal ideologi Pancasila.

Sebagai seorang kader HMI, ujar Dahlan, dalam tulisannya berjudul: ‘Kerangka Ideal Peran Poltik Pemuda Pancasila di Era Reformasi’ (2001) pada Buku Pemuda Pancasila di Mata Publik, pada tahun 1964-1965 saat itu PKI di Medan-Sumut melancarkan serangan untuk membubarkan HMI dengan alasan bahwa HMI adalah anak Masyumi dan kontra Revolusioner.

Alasan itu, tentu tidak benar karena HMI didirikan di Jogjakarta pada tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Pahlawan Nasional, Prof. Lafran Pane di Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII) Pemuda Tapanuli-Selatan Sumut, adalah independen tidak pernah menjadi underbow Masyumi atau organisasi manapun. Kreteria revolusioner menurut Bung Karno adalah siapa saja yang turut berjuang menentang kolonialisme (Belanda).

Untuk mengahadapi tentara Belanda yang pada tanggal 21 Juli 1947 melancarkan aksi militer terhadap RI, tidak sedikit anggota HMI menggabungkan diri dalam CM (compie mahasiswa) yang merupakan bagian dari Batalyon Mobil BBT (Markas Besar Tentara). Anggota CM setelah mengikuti Latihan Kilat Militer beberapa hari, lalu di kirim ke garis depan ke berbagai daerah di pulau Jawa.

Partisipasi para anggota HMI memberikan perlawanan kepada kolonialisme itu membuktikan bahwa HMI menurut defenisi Bung Karno adalah Revolusioner. Pemuda Pancasila Medan yang mengetahui bahwa HMI selain revolusioner juga ‘Pancasilais’, bukan saja memberikan dukungan moril kepada HMI dalam menghadapi serangan PKI tapi juga memberikan pembelaan secara politis dan fisik. Saat itu juga di Medan terdapat banyak partai dan Ormas yang juga ‘Pancasilais’, tetapi yang secara terang-terangan tampil memberikan pembelaan secara gigih dan riil kepada HMI adalah Pemuda Pancasila.

Dari narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelaan yang diberikan oleh Pemuda Pancasila kepada HMI dalam menghadapi serangan PKI di Medan merupakan sejarah dan kenangan yang indah yang tidak dapat dilupakan oleh HMI dalam lembaran sejarah.

Singkat kata, hubungan HMI- PP: saudara Tua dan adik sejak Orde Lama. Maka dapat dikualifisir minimal memiliki hubungan emosional yang rapat hingga sekarang. Memasuki tahun 70-an (bc. Orba) adalah fase kematangan dan aktualisasi diri Pemuda Pancasila.

Dan fase tersebut terjadi disconnection antara Pemuda Pancasila dan IPKI, musababnya dari berfusinya IPKI ke Golkar. Fase inilah tumbuh kesadaran dan kehendak untuk menjadikan pemuda Pancasila sebagai organisasi modern yang berbasis kuat dari masyarakat, juga sebagai laboratorium kader bangsa.

Mengembalikan Citra Pemuda Pancasila

Suka tidak suka, harus diakui eksistensi dan sepak terjang Pemuda Pancasila selama ini keraP distempel negatif oleh sebagian masyarakat dengan premanisme dan Orde Baru. Pokoknya aneka macam stempel. Presepsi semacam ini tidak boleh dibiarkan, akan ada opini yang pada akhirnya merusak citra Pemuda Pancasila.

Karena itu sangatlah relevan untuk meredefinisikan peran dan fungsi organisasi sebagai wadah pembinaan masyarakat dengan menitikberatkan pada komitmen Pemuda Pancasila sebagai organisasi taat hukum dalam membela kepentingan masyarakat dan menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.

Mengubah pandangan masyarakat tentang premanisme yang “dulunya menggunakan kekuatan otot dan pemaksaan kehendak dalam menyelesaikan masalah” menjadi kerja yang mulia dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat lemah. Menggantikan “penggunaan otot” dengan “kemampuan olah otak” yang wajib dimiliki bagi setiap anggota Pemuda Pancasila.

Peranan lainnya, PP harus berani mengambil langkah tegas terhadap setiap tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan “oknum anggota Pemuda Pancasila itu sendiri”. Hal ini dimotivasi oleh keinginan organisasi dalam mengembang amanah dan komitmen PP dalam menegakkan supremasi hukum serta menjaga tatanan kehidupan masyarakat.

Menurut penulis buku Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru, Ian Douglas Wilson (pengajar di Murdoch University, Australia, juga penelititi di Asia Research Center), tebit 2018, penerjemah: Mirza Jaka Suryana, Pemuda Pancasila punya fungsi politik sendiri selama Orde Baru. Ia menilai Pemuda Pancasila menjadi tangan ketiga pemerintah dalam menjaga ketertiban selain TNI dan Polri. “ jadi mereka ada fungsi politik, ada fungsi keamanan sebagai tangan ketiga setelah ada TNI dan Polri, ada kelompok-kelompok itu yang menjaga ketertiban”.

Pemikiran Ian Douglas Wilson bisa dimaknai, sejak tahun 1980-an. Organisasi ini dibentuk dari gangster politik semi-resmi (preman) yang mendukung pemerintahan Orde Baru Soeharto.

Benar, Pemuda Pancasila yang ditidak disukai, tapi dibutuhkan. Meminjam istilah Bung Yapto (Ketum MPN PP) “ kami tidak kemana-mana, tapi kami ada di mana-mana”. Faktanya, Pemuda Pancasila telah menjelma menjadi organisasi yang diperhitungkan, ada di mana-mana dan tidak di mana-mana.

Kadernya tersebar hampir di seluruh lapangan pengabdian (di legislatif, eksekutif, akademisi, lembaga profesi, dan so pasti di Partai Politik. Penyebaran kader PP menggambarkan heterogenitas anggota PP, baik perspektif ekonomi, pendidikan, profesi, minat dan kecenderungan politik serta latar belakang sosial dan budayanya.

Memang wajar dan logis tiga formula logika organisasi yang dimiliki Pemuda Pancasila,keunikan dan keunggulan komparatif yang tidak dimilki organisasi lainnya yang sejenis. Pertama, Pemuda Pancasila menghimpun potensi masyarakat dari berbagai strata (preman, pengangguran, mahaiswa, politisi, akademisi, pengusaha, cendikiawan, pemuka agama dan pemuka masyarakat serta profesional).

Kedua, PP menegaskan dirinya sebagai oraganisasi egaliter, toleran, anti diskriminasi dan sektarianisme. Ketiga, PP mampu membangun solidaritas anggota yang kuat di antara anggota dan pengurus serta memiliki kemampuan yang tinggi dalam memobilisasi massanya guna mendukung program pemerintah yang pro-rakyat.

Eksis dan Transfomasi Organisasi

Kini setelah Pemuda Pancasila berhasil melewati tiga era pemerintahan Indonesia, yakni era Orde Baru Lama, era Orde Baru, dan era Orde Reformasi. Dalam Musyawarah Besar (Mubes) VII Pemuda Pancasila tahun 2001 di Wisma Kinasih Bogor, diputuskan bahwa Pemuda Pancasila berubah menjadi Ormas yang bebas segala bentuk politik praktis.

Demikian juga kembali ditegaskan oleh Bung Yapto pada Mubes X PP pada tahun 2019 , bahwa PP merupakan Ormas berbasis massa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, juga PP bukan Partai Politik dan/atau organisasi preman.

Dalam konteks dan perspektif ini maka tugas mulia Pemuda Pancasila sekarang adalah mengimplementasikan Ormas PP yang telah diputuskan tersebut pada tataran kenyataan. Singkatnya, bagaimana mentransformasikan apa yang de jure itu menjadi de facto, dan apa yang das solen menjadi das sein.

Selanjutnya, dengan slogan “Sekali Layar Terkembang Surut Kita Berpantang”, dimaknai bahwa Pemuda Pancasila dengan menjadikan dirinya menjadi Ormas bahwa organisasi siap menghadapi perubahan yang terjadi. Baik itu perubahan zaman, politik, hingga sistem pemerintahan. Termasuk tanggungjawab Pemuda Pancasila terhadap masa depan Pancasila dalam pengertian yang sebenarnya.

Tulisan tersebut adalah untuk memberi gambaran Pemuda Pancasila memberikan kiprahnya di setiap zaman. PP sangat dibutuhkan perannya dalam mengawal perjalanan bangsa, baik sebagai control dan/atau pemberi masukan dalam rangka untuk menentukan kebijakan pemerintah. Terlebih dari itu, Pemuda Pancasila dituntut memiliki kecerdasan intelektual dan kemampuan manajemen yang baik.

Juga harus memiliki moral serta akhlak yang juga baik, agar kelak saat benar-benar menjadi pemimpin di negeri ini, segala aktivitas yang dilakukan tidak menyimpang dari apa yang telah dirumuskan oleh founding fathers.

Jikalau jujur, sebenarnya di era reformasi ini banyak tokoh, pejabat dan elit politik kurang memahami filsafat hidup dan pandangan hidup bangsa kita, namun bersikap seakan-akan memahaminya. Misalnya sekarang pun Pancasila sudah tidak di sebut para penyelenggara Negara, pimpinan Parpol dalam berpidato tidak mengacu pada Pancasila dan UUD 1945. Begitulah dinamika yang terjadi di era reformasi.

Demikianlah, teramat penting bagi Pemuda Pancasila adalah menghayati untuk menjadi karakter yang menyatu dengan organisasi. Biarkan para pemimpin dengan kejahilian modernnya, Pemuda Pancasila terus saja perbaiki diri dan bertransformasi sehingga ‘kader loreng orange’ tidak gugup dalam menghadapi tingginya arus disrupsi saat ini, untuk menjadi manusia yang paripurna dan berintegritas, karena saatnya Indonesia akan berada ditangan para pemuda.

Bagian ini akan penulis tutup dengan ucapan selamat dan sukses Muscab VII MPC PP Kabupaten Banyumas, yang akan digelar tanggal 29 Januari 2022 di Purwokerto. Konsisten dengan nama “PP” dan slogan ‘Sekali Layar Terkembang Surut Kita Berpantang’ “ Pemuda Pancasila, go ahead!”, “Pemuda Pancasila, okey!, atau “ Pemuda Pancasila, silahkan jalan terus”, persistent!, ‘pantang mundur ketika sudah melangkah’, maka tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya, never retreat.

Sebab, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur. Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang harus ditanamkan sedini mungkin dalam diri menuju masyarakat berkemajuan. Bukankah demikian? Semoga.

*Penulis: Advokat Peradi, Penasihat MD KAHMI Kab. Banyumas, Fungsionaris BPPH MPC PP Kab. Banyumas, dan Pejuang Muslim Nasionalis.