Home Nasional Tokoh Lintas Agama Sebut, Cara Damai Ampuh Wujudkan Keharmonisan Beragama

Tokoh Lintas Agama Sebut, Cara Damai Ampuh Wujudkan Keharmonisan Beragama

Jakarta, Gatra.com - Sejumlah tokoh lintas agama Indonesia sepakat untuk menyerukan pendekatan damai dalam menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang hadir di Indonesia. Hal ini pun sejalan dengan isi Komitmen Dokumen Abu Dhabi untuk perdamaian dunia.

Adapun, tokoh lintas agama dan yang hadir yakni perwakilan dari PBNU, Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Majelis TInggi Agama Konghucu, Parisa Hindu Dharma Indonesia, Persatuan Umat Buddha, dan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia.

Khatib Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abu Yazhid Al-Busthami berpandangan, dokumen Abu Dhabi bisa menjadi sebuah tuntunan dalam membangun perdamaian dan keharmonisan antar umat beragama.

“Apalagi di Indonesia yang punya lapisan masyarakat yang sangat beragam, pendekatan kebhinekaan pun sesuatu yang tidak bisa kita tolak,” ujar Abu Yazhid saat hadir dalam seminar nasional tentang implementasi Dokumen Abu Dhabi tentang Persaudaraan Manusia, di Kampus UNIKA Atma Jaya, Jakarta, Rabu (25/1).

Disisi lain, Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti berpandangan, prinsip pendekatan damai punya kaitan erat dengan nilai toleransi. Sehingga, yang perlu dilakukan guna mencapai cita-cita tersebut adalah menguatkan kembali penanaman nilai toleransi di masyarakat akar rumput.

“Caranya pun beragam, bisa menguatkan kembali dengan cara berdialog antar umat beragama. Intinya perbanyak perjumpaan, percakapan, dan mau saling mendengar,” bebernya.

Sementara itu, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Budi Tanuwibowo pun berharap agar terus terjadinya dialog secara jujur dan terbuka. Dengan begitu pihak-pihak yang berbeda bisa mengetahui posisi masing-masing dengan jelas sehingga bisa saling membantu satu sama lain.

"Jangan berdialog dengan mereka yang sama. Berdialog di antara kita sendiri, kasarnya kita hanya menyenangkan diri sendiri saja, dan merasa kita sama. Padahal kenyataannya sangat berbeda," tutur Budi.

50