Home Olahraga Bagaimana Nasib Filanesia Saat Ini? Begini Kata Ratu Tisha

Bagaimana Nasib Filanesia Saat Ini? Begini Kata Ratu Tisha

Jakarta, Gatra.com – Salah satu bakal calon Wakil Ketua Umum PSSI periode 2023-2027, Ratu Tisha Destria, mengungkapkan, tak bisa bicara banyak soal perkembangan filanesia saat ini meskipun ia merupakan salah satu sosok yang menggagas ide itu pada 2017 silam. Ia beralasan saat ini tak sedang berada di lingkaran internal PSSI sehingga enggan memberi penilaian.

“Saya enggak bisa nilai itu. Itu harus dinilai oleh ahli. Saya pun saat menjalani itu sebagai sekjen, saya menilai ini bersama ahli-ahli, yaitu para pelatih, yang memang secara teknikal mengevaluasi,” kata Sekjen PSSI pada tahun 2017-2020 itu saat ditemui Gatra.com di kawasan Jakarta Selatan, Rabu malam, (25/1/2023).

Baca Juga: Ratu Tisha jadi Wanita Pertama Jabat Sekjen PSSI

Filanesia merupakan metode dasar untuk mengajarkan apa yang dimaksud dengan cara bermain sepak bola ala Indonesia. Filanesia dinilai akan amat berguna bagi keseharian kepelatihan para juru taktik, terutama di level akar rumput. Dengan kata lain, filanesia dianggap sebagai filosofi dasar sepak bola Indonesia.

Filanesia lahir pada tahun 2017 silam di bawah komando Danurwindo yang kala itu menjabat sebagai Direktur Teknik PSSI dalam kepengurusan PSSI 2016-2020. Mengutip Antara, filanesia dibentuk berdasarkan sejumlah pertimbangan, yaitu pertimbangan teknis, geografis, hingga sosiokultural.

Dari segi teknis, filanesia diharapkan menjadi pedoman untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan khas atlet sepak bola Tanah Air. Kelebihan-kelebihan tersebut meliputi kecepatan, kelincahan, dan keunggulan saat situasi satu lawan satu (one on one).

Di samping itu, filanesia juga mempertimbangkan kondisi geografis kepulauan Indonesia yang punya tantangan tersendiri di setiap wilayah. Selain itu, posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa juga menjadi titik perhatian lantaran iklim tropis dinilai berdampak pada cara bermain atlet.

Sementara dari segi sosiokultural, filanesia diharapkan bisa memberi arahan sosial tertentu kepada para pemain. Sebagai contoh, sistem sosial hierarkis di Indonesia masih dinilai cukup kental. Dengan demikian, keadaan role model di dalam sebuah kesebelasan dianggap perlu lantaran ia bisa dijadikan suri teladan di dalam tim.

Sebagai salah seorang yang ikut menggagas konsep filanesia, Tisha pun ikut bercerita bagaimana program itu dibentuk. Saat masih menjadi Sekjen PSSI, ia menyebut perkembangan filanesia sudah pada tahap pembentukan metode dasar yang sudah jadi. Tak hanya itu, ia menyebut filanesia kala itu sudah mulai diimplementasikan dalam kursus kepelatihan.

“Waktu dulu saya membangun itu bersama dengan teman-teman kepelatihan, saya apresiasi juga para pelatih ini juga sudah sangat banyak yang melakukan perkembangan. Itu harus kita tinjau ulang dan sempurnakan. Hal-hal seperti ini bukan magic box yang ada langsung menang. Jadi ini harus di-improve lagi,” Tisha mengisahkan.

Sementara itu, untuk perkembagan filanesia terkini, Direktur Teknik PSSI saat ini, Indra Sjafri, telah mengatakan pada akhir tahun lalu bahwa pengurus PSSI saat ini sedang melakukan upgrade kurikuum filanesia. Upaya tersebut melibatkan pemain dan pelatih Timnas, pelatih fisik, pelatih kiper, universitas, psikolog, hingga dokter.

Baca Juga: Ratu Tisha Terpilih Menjadi Wakil Presiden AFF

Dengan majunya Ratu Tisha sebagai cawaketum PSSI periode anyar ini, terbuka peluang filanesia akan jauh lebih dikembangkan lagi. Namun ia masih enggan memberi gambaran gamblang terkait upaya apa yang akan diambil andai menjadi waketum PSSI terpilih nanti.

Satu hal yang pasti, Tisha mengungkapkan tujuan utama dibentuknya filanesia adalah agar sepak bola Indonesia punya karakter permainan sendiri tanpa perlu menyontek gaya main negara lain. “Kita tidak bisa lagi bilang kita mengikuti gaya ini atau itu. Semua negara punya gaya bermain sepak bola masing-masing,” ujarnya.

150