Home Ekonomi Titik Temu Polemik Bandara Bali Utara

Titik Temu Polemik Bandara Bali Utara

Jakarta, Gatra.com - Mendadak rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) menuai polemik.

Hal itu muncul usai Megawati Soekarno Putri menyatakan penolakannya terhadap pembangunan bandara udara di Buleleng Bali Utara. Ia menyampaikannya saat mengunjungi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur, Bali, Senin (16/1/2023)

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut khawatir pembangunan bandara udara itu akan berdampak pada masyarakat karena harus tergusur dan hanya akan menguntungkan investor saja.

Menanggapi hal tersebut Direktur Utama PT. BIBU Panji Sakti (BIBU) Erwanto Sad Adiatmoko menilai Megawati tak menyampaikan penolakan dalam kritiknya, namun hanya kekhawatiran soal pembangunan bandara di Buleleng.

Iwan begitu panggilan akrab Erwanto mengatakan bahwa kemungkinan kekhawatiran itu muncul karena Megawati belum mendapatkan gambaran utuh soal pembangunan Bandara Internasional Bali Utara yang diprakarsai pihaknya.

‘’Beliau itu takut kehilangan Bali. Kalau misalnya ada apa-apa, saya lihat ini worried (khawatir) saja bukan menolak. Karena menurut saya beliau belum mendapatkan gambaran utuh saja soal bandara Bali utara ini,’’ kata Iwan kepada Gatra, Rabu, (25/1).

Menurut Iwan, apabila presiden kelima Indonesia tersebut mendengar pemaparan dari BIBU secara langsung dan tuntas, maka Megawati diyakini akan berpendapat berbeda.

BIBU melihat wajar Megawati menolak jika bandara itu dibangun di darat yang akan mengikis lahan di Bali yang semakin berkurang.

’Saya memang belum bertemu dengan Ibu Megawati secara langsung, semoga ada kesempatan untuk bertemu sehingga bisa menjelaskan kepada beliau konsep bandara offshore yang kami bangun. Kalau kami melihat pandangan beliau sebagai ungkapan cinta kepada Bali,’’ papar Iwan.

 

Prinsip BIBU Tidak Menggusur Pura, Lahan Produktif, dan Permukiman

Bandara Bali Utara, menurut Iwan dibangun dengan memperhatikan tiga hal. Pertama tidak menggusur pura atau situs adat, kedua tidak menggusur lahan produktif masyarakat, dan ketiga tidak menggusur permukiman masyarakat.

Hal itu sejalan dengan konsep tiga Ramah yang menjadi nilai ini BIBU: Ramah Teknologi, Ramah Lingkungan, dan Ramah Budaya.

Agar tidak mengganggu tiga hal tersebut, PT BIBU Panji Sakti akan mengembangkan bandara di lepas pantai (offshore) utara Bali, tepatnya di pesisir pantai Kubutambahan, Buleleng.

"Tiga hal itu saya rasa jadi concern-nya ibu (Megawati) juga ya. Makanya, kalau dilaksanakan di darat ini kena semua tiga-tiganya. That's why kita bikin di lepas pantai, paling aman tiga-tiganya tadi nggak kena," ujar Iwan.

Di sisi lain, Iwan juga menduga ada kemungkinan kritik yang disampaikan Megawati adalah menolak wacana bandara di bagian barat Pulau Bali yang lokasinya diketahui sama-sama berada di Kabupaten Buleleng.

Menurutnya, kawasan Bali Barat bersinggungan dengan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), maka tidak cocok tempatnya untuk mengembangkan bandara.

"Selama ini juga kita perhatikan ada rencana bangun bandara di Bali Barat kan, dekat Taman Nasional di Bali Barat. Saya rasa, mungkin itu yang ibu soroti, kalau itu memang nggak bisa dong itu taman nasional pasti bermasalah," kata Iwan.

 

Ada Ketimpangan Pembangunan Antara Utara dan Selatan

Sejak media massa memberitakan penolakan Megawati terhadap proyek bandara di Bali Utara, masyarakat Bali, khususnya di Bali Utara, yang sejak awal sangat mendukung prakarsa PT BIBU, semakin solid menyatakan dukungan atas realisasi bandara di offshore.

Keprihatinan warga muncul karena adanya fakta bahwa pembangunan yang telah berlangsung Bali cenderung tidak seimbang. Selama ini distribusi dan porsi terbesar pembangunan terjadi di Bali Selatan.

Akibat dari ketimpangan tersebut, maka demi memenuhi kebutuhan hidup, rata-rata masyarakat di luar Bali Selatan hijrah mencari penghidupan di wilayah Selatan dengan menjalani profesi apapun yang mereka mampu dan dibutuhkan.

“Kemajuan pembangunan dan aktivitas yang sekarang ada di Bali baru berpusat di Bali Tengah atau Bali Selatan. Sehingga di Bali Barat, Timur, dan Utara kemajuannya relatif kurang. Maka menurut saya, agar masyarakat tidak semua urbanisasi ke Bali Tengah atau Bali Selatan, sebaiknya pembangunan di Bali ini diratakan dan disebar,” ujar Ida Dalem Semaraputra Raja Klungkung kepada Bali Express, Sabtu (21/1), seperti rilis yang disampaikan PT BIBU Panji Sakti kepada Gatra.

Penglingsir Puri Agung Singaraja, Ida Anak Agung Ngurah Ugrasena menambahkan, realisasi pembangunan bandara di Bali Utara sendiri sebetulnya sudah lama sekali dinanti oleh masyarakat Buleleng. Ia menilai, Buleleng memiliki potensi yang luar biasa.

“Masyarakat Buleleng sebenarnya sudah bersiap-siap untuk pembangunan bandara Bali Utara. Kami dari Penglingsir ini berharap ada di offshore di Kubutambahan. Menurut kajian ini yang paling tepat, karena tidak akan menggusur pura. Katakan saja empat kilometer (luasnya), itu pasti menggusur pura,” imbuhnya.

Di sisi lain, Penglingsir Puri Ageng Blahbatuh Gianyar, Ida Anak Agung Ngurah Kakarsana menuturkan, bandara Bali Utara ini tidak hanya ditunggu oleh masyarakat Bali, melainkan juga masyarakat Klungkung, Karangasem, Bangli, bahkan Badung Utara.

Selain sebagai pintu masuk, ia menilai, ada potensi lain yang bisa dibangun di bandara Bali Utara dengan konsep kemaritiman. Seperti potensi kelautan, hasil budidaya laut, kemudian perencanaan airport atau ruang tunggu di bawah laut yang sekiranya akan sangat menarik perhatian wisatawan.

970