Home Hukum Pembunuhan Pelajar Michat di Sukoharjo, Sosiolog UNS: Fenomena Network Society

Pembunuhan Pelajar Michat di Sukoharjo, Sosiolog UNS: Fenomena Network Society

Karanganyar, Gatra.com– Kasus pembunuhan pelajar SMP di Sukoharjo berinisial ERJ yang masih berusia 15 tahun menjadi perhatian publik secara luas. Tidak hanya di Kabupaten Sukoharjo, kasus tewasnya ERJ ini juga mendapatkan sorotan dari berbagai pihak.

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono mengatakan, kasus ERJ tersebut harus menjadi perhatian orang tua dan guru di lingkungan Pendidikan. Dia menilai, saat ini adanya fenomena network society atau NS. Dimana sebelum adanya NS, hubungan anak dengan orang tua itu sangat intim atau disebut intimate relationship.

“Disini ketika terjadi network society orang itu terhubung, tiba-tiba, dengan jutaan orang melalui internet secara online,” kata Drajat saat ditemui di kediamannya di daerah Ngringo, Palur, Kabupaten Karanganyar, pada Rabu (25/1/2023) malam.

Sehingga disampaikan Drajat, bagi orang tua, dampak network society ini harus menjadi perhatian penuh. Terlebih saat ini perkembangan zaman memasuki era digital, dimana semua orang bisa mengakses dari berbagai belahan dunia, tanpa harus saling mengenal.

Namun dampak network society bisa muncul masalah pada identitas. Jadi, ketika semakin banyak orang bisa diakses orang itu sebenarnya semakin sendirian.

“Semakin kesepian. Istilah begitu. Di dalam ruang kesepian itu, seseorang akan mencari hubungan intimate-intimate di luar keluarganya. Karena hubungan intimate dengan keluarga sudah hancur sehingga mencari intimate dari luar,” jelas Drajat.

Dari sini lah, kemudian aplikasi-aplikasi yang memberi fasilitasi untuk bertemu, berjanji (janjian) atau dating itu menjadi laku (dipakai) bagi anak-anak muda, sehingga mereka mulai mencari jejaring lewat online.

Maka dari situlah muncul permasalahan. Ketika mencari jejaring satu dan rekan lain atau sosok yang akan diajak bertemu itu imaginary.

“Ikon saja, hanya simbol. Kalau itu foto bisa diganti apa saja, cara ngomong bisa saja. Jadi ini benar-benar bermain di dunia maya yang tidak ketemu face to face, sehingga kontrol kualitas yang diajak ini masih sulit untuk bisa ditebak,” ungkapnya.

Menurut Drajat, sebenarnya network society itu bagus dan bisa terhubung dengan orang di seluruh dunia. Namun terdapat sisi negative dari network society ini berkaitan dengan dunia maya yang imaginary, yang orangnya bisa diubah-ubah.

“Ya kalau tidak berhati-hati bisa terjerumus, karena bisa saja terjadi stranger relationship yang semula intimate dengan keluarga, jadi stranger atau asing,” imbuhnya.

Drajat menyebut, kasus pembunuhan siswi SMP di Sukoharjo secara kemasyarakatan juga harus menjadi perhatian dari orang tua dan para guru untuk mengawasi peserta didik di lingkungan sekolah. Bahkan jika perlu, orang tua dan guru memiliki media sosial seperti yang dimiliki sang anak. Misalnya sang anak punya TikTok, Twitter, Instagram, orang tua dan guru juga harus memilikinya.

“Ini fungsinya untuk mengontrol keresahan dan kegiatan para siswa, karena anak-anak sekarang curhat lewat medsos. Dari keresahan di medsos ini, orang tua dan guru bisa mengajak bicara untuk memagari agar anak tidak terjerumus ke hal-hal negatif,” tandas Drajat.

Seperti diketahui, latar belakang kasus pembunuhan siswi SMP di Sukoharjo tersebut bermula dari kencan online (Michat). Motif tersangka Nanang Tri Hartanto, 21 tahun, membunuh ERJ lantaran tidak puas saat berhubungan badan. Dengan usia masih sangat belia, ERJ membuka layanan kencan online. Sementara tersangka mengaku tak menyangka jika ERJ masih berusia 15 tahun.

235