Home Hukum Tanggapi Kasus Mahasiwa UI Tertabrak, Advokat: Perlu Dua Alat Bukti

Tanggapi Kasus Mahasiwa UI Tertabrak, Advokat: Perlu Dua Alat Bukti

Jakarta, Gatra.com - Kasus mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tewas tertabrak dan dijadikan tersangka membuat geger publik. Wakil Ketua Umum DPN Peradi sekaligus Advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Saor Siagian mengatakan bahwa penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan yang ada.

"Kalau kita mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 1 butir ke-14, disebutkan bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pesannya, ia bisa ditetapkan sebagai tersangka, harus ada dua alat bukti," ujarnya dalam diskusi yang bertajuk "Korban Dijadikan Tersangka, Ada Apa dengan Polisi Kita?" digelar secara daring, Jumat (3/2).

Saor memaparkan bahwa dari awal penyidikan hingga penelusuran kronologis kejadian, kondisi ia meninggal tidak diperiksa secara mendalam. Padahal, hal itu diperlukan untuk menemukan penyebab kecelakaan secara jelas, yang nantinya bisa membantu dalam penetapan tersangka.

"Menurut kami adalah bagaimana orang tuanya sudah kehilangan anak, kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Saya bayangkan ini adalah tragedi," lanjutnya

Seperti diketahui sebelumnya, Hasya Atallah Syahputra merupakan mahasiswa UI yang tewas ditabrak pensiunan Polri, Eko Setia Budi Wahono. Insiden tabrakan itu terjadi pada Kamis (6/10/2022) malam, di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Pada awal Januari, polisi menyatakan Hasya tewas karena kelalaiannya sendiri, bukan akibat kelalaian pensiunan anggota Polri yang menabraknya. Atas dasar itu, Hasya justru ditetapkan sebagai tersangka meskipun sudah meninggal dunia.

Kasus ini akhirnya dihentikan setelah penetapan tersangka. Polisi mengirimkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) pada 17 Januari 2023 sebab korban dinyatakan tewas.

Saor menyebutkan bahwa penyelesaian kasus ini jauh dari keadilan yang diharapkan. Selain itu, pengusutan lebih jauh diperlukan, dengan menggunakan Undang-Undang Lalu Lintas, Pasal 310 ayat (4) yang berbunyi "Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000".

"Ini adalah menurut saya, ketidakcermatan atau mungkin ada dugaan polisi apa namanya melakukan tindakan yang melanggar prosedur atau bahkan diduga juga tidak profesional," tegasnya.

39