Home Regional Hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban: Tolak Negara Khilfah

Hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban: Tolak Negara Khilfah

Sidoarjo, Gatra.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menginsiasi digelarnya Muktamar Internasional Fikih Peradaban I untuk membahas berbagai permasalah yang terjadi di era ini di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur, Senin (06/02). 

Muktamar tersebut membuahkan sejumlah butir rekomendasi yang dibacakan oleh KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam Bahasa Arab dan Yenny Wahid dalam Bahasa Indonesia saat acara Puncak Resepsi Peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU), Selasa (07/02) pagi di Gelora Delta, Sidoarjo.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah poin yang menyatakan bahwa keinginan untuk menyatukan umat Islam dalam naungan negara Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat. Pendirian negara Khilafah, menurut rekomendasi tersebut, tidak pantas untuk diusahakan.

Baca Juga: Pesan Rais Aam PBNU Kepada Nahdliyin untuk Tinggalkan Sifat Imma'ah

Beberapa kelompok yang mencoba mendirikan negara Khilafah seperti Negara Islam Irak dan Suriah terbukti menjadi gerakan kontra produktif. Dalam rekomendasi itu disebutkan bahwa usaha seperti itu bertabrakan dengan tujuan syariah (maqasid syari’ah). 

Sebaliknya, upaya semacam itu justru berakhir dalam kekacauan dan berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau maqashidu syariah yang tergambar dalam lima prinsip; menjaga nyawa, agama, akal, keluarga, dan harta.

Selain soal negara Khilfah, rekomendasi tersebut juga menyebut cara terbaik untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam dalah dengan mewujudkan kemaslahatan seluruh manusia di dunia tanpa memandang agama dan juga penguatan peran dan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Baca Juga: Satu Abad NU, Nahdliyin Siap Berkarya untuk Nusa dan Bangsa

Berikut isi lengkap rekomendasi hasil dari Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan oleh Gus Mus dan Yenny Wahid:

Tekad satu Abad Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat. 
Cita-cita mendirikan kembali negara Khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-Muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.

Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau maqashidu syariah yang tergambar dalam lima prinsip; menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.

Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara Khilafah, nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut. Ini dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik. 

Baca Juga: Hadiri Resepsi 1 Abad NU, Jokowi: NU Harus Terdepan Membaca Gerak Zaman

Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil, usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara-bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia. Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau non-Muslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam (ukhuwah basyariyyah).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia. 

Baca Juga: Hadiri Puncak Resepsi, Jokowi Apresiasi Satu Abad Kiprah NU di Indonesia

Karena itu, Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

Dari pada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain: mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fiqih, yaitu fiqih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia. 

Serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah.

278