Home Lingkungan Banyak Dukanya, 20 Tahun Kawasan Hutan Bakau Bantul Hanya Mencapai 3,5 Hektar

Banyak Dukanya, 20 Tahun Kawasan Hutan Bakau Bantul Hanya Mencapai 3,5 Hektar

Bantul, Gatra.com – Berlangsung sejak 2003 silam, upaya pelestarian kawasan pesisir pantai selatan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dari abrasi seperti berjalan di tempat. Dari total 10-15 hektar kawasan yang harus dimitigasi, kawasan hutan bakau (mangrove) baru mencapai 3,5 hektar.

Dikenal sebagai area wisata edukasi, kawasan mangrove di Bantul berpusat di Pantai Baros, Desa Trihargo, Kecamatan Kretek. Dari Titik Nol Malioboro, area hutan bakau membutuhkan waktu tempuh 53 menit.

Hadir sejak 2003 silam, kawasan yang dulu diinisiasi oleh lembaga swadaya masyarakat yang peduli pelestarian lingkungan saat ini dikelola Keluarga Pemuda Pemudi Baros (KP2B). Beranggotakan 45 pemuda pemudi desa Trihargo, KP2B mengelola kawasan ini sejak 2006.

“Kami mengakui perkembangan luasan hutan bakau di Pantai Baros tidak seperti yang kita harapkan. Banyak kendala dan dukanya,” kata Seksi Konservasi KP2B Wawan Widia Ardi Susanto, Kamis (9/2).

Bercerita kepada Gatra.com, Wawan mengatakan awalnya penanaman bakau di sini sebagai upaya mengurangi naiknya uap air laut yang mengandung garam ke area pertanian milik warga. Pasalnya keberadaan uap air laut bakal mematikan tanaman.

Masih berupa rawa-rawa, varietas bakau Rhizophora dan Avicennia dipilih sebagai tanaman utama. Ketiga jenis bakau dengan jenis akar serabut yang kuat ini diharapkan bisa mengurangi terjangan air payau dari Laguna Opak ke daratan dan memunculkan daratan baru.

“Dampaknya kehadiran mangrove ini mampu sebagai benteng naiknya uap air laut ke area pertanian. Sehingga warga bisa mengelola area sawahnya untuk berbagai komoditas tanaman pangan,” lanjutnya.

Namun di beberapa tahun terakhir, dengan meningkatnya abrasi yang menyebabkan mendekatnya bibir laut ke laguna yang berakibat selalu berpindahnya mulut muara Laguna Opak setiap tahunnya.

Menurut Wawan, perpindahan muara Laguna Opak ini menyebabkan berpindahnya pola aliran sungai dari hulu. Dimana jika pada musim penghujan, aliran air Sungai Opak menghanyutkan tanah endapan yang terbentuk alami di sisi laguna.

“Di tanah endapan itu biasanya kita menanam pohon bakau. Saat banjir, tanah lumpur yang menjadi media tanah hanyut dan tinggal menyisakan pasir yang juga mudah terbawa air,” ujarnya.

Bahkan saat abrasi yang terjadi Desember tahun lalu, mampu menghilangkan area hutan bakau yang terbentuk di sisi selatan Laguna dengan ketinggian pohon mencapai 8-10 meter. Ini belum lagi dengan keberadaan sampah yang dibawa dari hulu, mengingat Laguna Opak merupakan muara semua sungai-sungai di Kota Yogyakarta.

Karena disebabkan faktor alam, sebagai upaya perluasan hutan bakau, Wawan menyebut pihaknya memprioritaskan penanaman ke arah barat atau arah Pantai Samas. Mengandalkan program tanggung jawab sosial perusahaan, penanaman bakau masih terus eksis untuk mendukung konsep edukasi wisata.

“Setiap wisatawan yang datang ke sini kami ajak mengenal dan fungsi utama hutan bakau. Kami berharap dari sini, kepedulian wisatawan muncul dan berkenan berkontribusi,” lanjutnya.

Kepedulian pada keberadaan hutan bakau demi penyelamatan pesisir pantai selatan ini salah satunya dilakukan awak media yang tergabung di Forum Pewarta Bantul (FPB) yang memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2023 dengan menanam ratusan pohon bakau.

“Penanam pohon bakau adalah langkah kecil rekan-rekan wartawan di Bantul bersumbangsih dalam penyelamatan lingkungan,” jelas Ketua FPB Sukro Riyadi.

Sebagai kawasan yang rawan bencana dan kerusakan lingkungan karena faktor alam, Sukro mengatakan kepedulian melalui pemberitaan serta upaya-upaya penyelamatan lingkungan menjadi agenda besar harus mendapat ruang.

Upaya penyelamatan lingkungan melalui pemberitaan ini menurut sinergi dengan upaya pemerintah dan masyarakat dunia dalam menjaga kelestarian alam demi kehidupan masa depan.

Wakil Bupati Bantul Joko B Purnomo mengakui pengembangan kawasan hutan bakau masih membutuhkan bantuan dan digencarkan. Mengingat hambatan utama pengembangan itu adalah alam dan tidak bisa diprediksi kapan datangnya.

"Harapannya mangrove yang sudah ditanam ini bisa tumbuh besar, dan ini sebagai penanda bahwa ini bentuk kepedulian terhadap lingkungan, alam dan destinasi wisata," ucapnya.

360