Home Ekonomi Ini Antisipasi RI-Malaysia, Jika Misi Rayu Uni Eropa Soal Produk Sawit Gagal

Ini Antisipasi RI-Malaysia, Jika Misi Rayu Uni Eropa Soal Produk Sawit Gagal

Jakarta, Gatra.com - Pertemuan bilateral Indonesia dengan Malaysia hari ini membahas rencana misi bersama negara produsen minyak sawit terbesar dunia ini untuk merayu Uni Eropa ihwal Undang-undang Produk Bebas Deforestasi yang diterbitkan Benua Biru pada awal Desember 2022 lalu. 

Diketahui beleid itu akan melarang masuknya produk terkait deforestasi, termasuk kelapa sawit ke negara anggota Uni Eropa.

Melalui misi bersama ke Uni Eropa itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Perdana Menteri Malaysia sekaligus Menteri Perladangan dan Komoditas, Fadillah Yusof sepakat tidak akan melakukan boikot terhadap ekspor minyak sawit ke Uni Eropa.

"Tidak ada boikot-boikotan. Kami melakukan sosialisasi, komunikasi, dan dialog," ujar Airlangga di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis (9/2).

Apabila misi bersama melakukan audiensi ke Uni Eropa gagal, Airlangga mengatakan kedua negara telah mempunyai upaya antisipasi, yaitu dengan hilirisasi minyak sawit (crude palm oil/CPO). Melalui hilirisasi CPO menjadi berbagai produk turunan dinilai mampu menjaga stabilitas permintaan apabila ekspor ke Uni Eropa harus disudahi.

Airlangga menyebut, salah satu yang tengah digenjot pemerintah Indonesia yaitu produksi biodiesel B35. Ia mengatakan melalui program B35 ini dapat menyerap permintaan domestik CPO hingga 3 juta ton.

"Kita juga harus mengembangkan produk turunan, jadi tidak hanya bergantung pada minyak goreng. Misal oleochemical atau hilirisasi ke yang lain," ucap Airlangga.

Wakil PM Malaysia, Fadillah Yusof mengatakan kedua negara yang juga merupakan anggota Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) ini juga sepakat meningkatkan hubungan kerja sama dalam riset dan pengembangan hilirisasi sawit. Misalnya untuk produk kecantikan dan lainnya.

"Supaya kita tidak bergantung pada (ekspor) edible oil (minyak goreng) saja, tapi lebih banyak pada produk hilirisasi," imbuh Fadillah.

294