Home Nasional Indeks Persepsi Korupsi Menurun, ICW: Bukan Kabar Mengejutkan

Indeks Persepsi Korupsi Menurun, ICW: Bukan Kabar Mengejutkan

Jakarta, Gatra.com - Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) 2022 mengalami penurunan sebesar empat poin, dari skor 38 menjadi 34. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa hal ini bukanlah informasi yang mengejutkan sebab sudah terlihat dengan jelas.

"Sudah diprediksi sejak awal terutama ketika arah politik, hukum korupsi semakin melenceng," ujarnya dalam diskusi bertajuk Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot di Jakarta, Minggu (12/2).

Kurnia melihat pemerintah baru terbangun setelah penurunan skor IPK yang cukup besar. Terbukti, Presiden Joko Widodo mengumpulkan pihak terkait dalam upaya pembahasan penanganan korupsi pada Selasa (7/2) lalu.

"Setelah ramai dikritik, langsung dikumpulkan oleh Jokowi, seperti ada kepanikan di Istana. Jaksa Agung, Menkopolhukam, Kapolri, dipanggil semua. Delapan tahun Jokowi memimpin, tidak ada kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi," paparnya.

Ia menekankan pentingnya pengesahan produk hukum yang bisa memberantas korupsi, yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana, serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Kedua produk hukum itu dianggap mampu mempersempit ruang korupsi sehingga harus terus didorong untuk disahkan.

"Kenapa setelah delapan tahun memimpin baru membicarakan RUU ini? Sementara draftnya sudah ada di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sejak 2012 bahkan. Didiamkan begitu saja," lanjutnya.

Ia juga menyoroti penegakan hukum yang terjadi akhir-akhir ini, terutama di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sendiri. Adanya pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK menunjukkan perlunya perbaikan di tubuh KPK.

Ia menyatakan bahwa saat ini, KPK juga mengalami politisasi kasus korupsi sehingga perlu dibenahi. Dalam beberapa kasus, Kurnia juga menilai bahwa pengusutan perkara berlangsung secara janggal sehingga penyelesaiannya dipertanyakan.

"Soal politisasi kasus, kami menduga itu yang sekarang sedang mewarnai penegakan hukum kita. Contoh yang ditangani KPK, yang sekarang jadi perdebatan, kasus Harun Masiku misalnya, tidak tahu juntrungannya di mana. Beda dengan KPK dulu, bukan hanya membongkar tapi menuntaskan kasus," terangnya.

Selain itu, Kurnia juga menilai bahwa pernyataan politisi yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi turut menjadi masalah. Salah satunya yakni yang pernah disebutkan oleh Menko Marves, Luhut Panjaitan, bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) memberi citra buruk bagi Indonesia.

"Kalau dikaitkan dengan aspek politik, itu menandakan belum ada frekuensi yang sama di internal Kabinet Indonesia Maju terkait urgensi pembenahan pemberantasan korupsi," ungkapnya.

Seperti diketahui, merujuk pada hasil Transparency International Indonesia (TII), skor IPK Indonesia pada 2022 menjadi 38/100, setelah pada 2021 lalu berada di angka 34/100. Ini membuat peringkat Indonesia menurun dari yang sebelumnya beda pada peringkat 96, menjadi peringkat 110 dari total 180 negara.

97