Home Pendidikan Diprotes Ratusan Dosen, UGM Kaji Pemberian Profesor Kehormatan: Tetap Jaga Marwah Kampus

Diprotes Ratusan Dosen, UGM Kaji Pemberian Profesor Kehormatan: Tetap Jaga Marwah Kampus

Yogyakarta, Gatra.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah melakukan kajian akademik terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.

Hal ini disampaikan sebagai sikap resmi UGM untuk merespons pernyataan sikap 300 lebih dosen UGM yang menolak pemberian gelar profesor kehormatan untuk figur non-akademik, seperti pejabat publik.

"Kajian ini dimaksudkan untuk mendudukkan pemberian profesor kehormatan dengan prudent, sehingga marwah UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tetap terjaga," tutur Dosen Departemen Hukum Tata Negara UGM Andi Sandi Antonius, selaku Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan UGM, Kamis (16/2).

Peraturan tersebut disebut menuai beragam tanggapan dari dosen UGM. Namun, Sekretaris Rektor UGM, Wirastuti Widyatmanti, menekankan bahwa di UGM setiap pandangan dihargai dan dihormati.

Hal ini menjadi dasar UGM dalam melakukan kajian terjadap Peraturan Mendikbud Ristek tersebut. "Hasil akhir dari kajian tersebut akan disampaikan kepada Kementerian dan menjadi dasar langkah UGM ke depan," ungkapnya. 

Sebelumnya beredar pernyataan sikap 353 dosen UGM atas usulan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan kepada pejabat publik. "Kami dosen-dosen UGM MENYATAKAN MENOLAK usulan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan kepada individu-individu di sektor nonakademik, termasuk kepada pejabat publik,” tulis surat pernyataan tertanggal 22 Desember 2022 itu.   

Para dosen itu menyatakan profesor merupakan jabatan akademik, bukan gelar akademik. Jabatan akademik memberikan tugas kepada pemegangnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik.

Dengan demikian, lanjut pernyataan itu, kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor non-akademik.

Poin kedua menyatakan bahwa pemberian gelar Honorary Professor (Guru Besar Kehormatan) kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik tidak sesuai dengan asas kepatutan.  “We are selling our dignity,” tulis pernyataan itu.

Adapun poin ketiga menyebutkan Honorary Professor seharusnya diberikan kepada mereka yang telah mendapatkan gelar jabatan akademik profesor.

Di poin keempat, dosen-dosen UGM menyatakan jabatan Profesor Kehormatan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas dan reputasi UGM. Justru sebaliknya, pemberian Profesor Kehormatan akan merendahkan marwah keilmuan UGM.

“Pemberian Profesor Kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik.”

Menurut mereka, pemberian Profesor Kehormatan seharusnya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon Profesor Kehormatan tersebut berdasarkan pertimbanganpertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya.

Dari hitungan Gatra.com, total ada 353 nama dosen yang tercantum di pernyataan tersebut, termasuk akademisi senior dan nama-nama  populer, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Profesor Purwo Santoso, pegiat antikorupsi Zainal Arifin Mochtar, dan inovator Genose Kuwat Triyana.

Nama-nama dosen yang menolak itu berasal dari 13 fakultas dan Sekolah Vokasi UGM—dari total 18 fakultas di UGM. Pernyataan ini ditujukan pada Rektor UGM  juga Ketua, Sekretaris, Ketua-ketua Komisi dan Anggota Senat Akademik UGM.

168