Home Kesehatan Pentingnya Protein Hewani, Guna Melawan Stunting di Indonesia

Pentingnya Protein Hewani, Guna Melawan Stunting di Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Hari Gizi Nasional (HGN), yang diperingati setiap tanggal 25 Januari, menjadi momentum bagi semua pihak mewujudkan Indonesia tanpa stunting. Momen HGN dapat menjadi pelecut mendorong kesadaran masyarakat Indonesia, terutama para keluarga, untuk melakukan upaya pencegahan stunting melalui pemenuhan gizi seimbang pada anak.

Program Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini disambut baik oleh berbagai pihak. Akademisi, kalangan profesi dan juga industri sepakat pentingnya protein hewani untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, khususnya bayi dan anak-anak.

Seperti halnya dalam Media Briefing: Peringatan Hari Gizi Nasional 2023 "Protein Hewani Cegah Stunting" yang dilaksanakan Kemenkes dan dihadiri lintas sektor, dari akademisi hingga asosiasi, Prof Hardinsyah MS PhD, Ketua Umum PERGIZI PANGAN yang juga Guru Besar IPB, yang didaulat menjadi pembicara, menyampaikan pentingnya protein hewani untuk mencegah stunting, karena asupan protein hewani berkaitan dengan pertumbuhan linier tulang sejak dari janin.

Menurut beliau, stunting tidak saja berkaitan dengan gangguan tumbuh kembang, tetapi juga kemampuan kognitif anak. Karena itu, untuk mencegah stunting sejak awal masa kehamilan, ibu perlu memperbanyak konsumsi pangan hewani seperti ikan, daging, susu.

Bahkan, di beberapa daerah dan negara, konsumsi ulat serangga, juga dilakukan karena tinggi protein hewaninya. "Keunikan pangan hewani ini kaya protein, kaya vitamin mineral, kaya asam lemak tertentu, nilai manfaat biologis lebih baik, juga cita rasa enak," ucap Hardiansyah, dikutip Jumat (17/2).

Makanan protein hewani, juga memiliki keunikan masing-masing. Seperti ikan yang kaya asam lemak esensial. Protein hewani juga dapat diserap tubuh secara lebih efisien, meski kemudian dari manfaatnya akan juga bergantung dari sisi pengolahannya.

"Bisa bentuk sederhana tanpa panas, seperti di Jepang, tanpa olahan, bentuk segar. Di Indonesia, lebih variatif seperti dibakar, digoreng, atau dengan bumbu kuat, seperti di Sumatera Barat," ucapnya.

Disampaikan Hardiansyah, dengan konsumsi protein hewani yang baik dan cukup, juga akan berpengaruh pada tingkat pembentukan kekuatan kepadatan tulang rawan, yang tak lain cikal bakal pembentukan tulang pada janin. Dimana komposisi utama non mineral dalam tulang rawan adalah kolagen, komposisi asam amino tertentu, yang banyak ditemui di makanan dengan protein hewani.

Karena itu, kata Hardiansyah, para orang tua, jangan hanya berpikir kalsium saja ketika ingin pertumbuhan tulang normal di janin, namun perlu berpikir pemenuhan mineral akan kolagen dimana itu bagian protein dan air.

"Kalau tidak ingin ibu-ibu keriput cepat, ayo ikut cegah stunting, konsumsi protein hewani karena itu juga cegah penuaan dini, perbanyak kolagen. Pangan susu, telur, lauk pauk, bila dikonsumsi ibu hamil mampu mencegah janin bayi lahir stunting ," ucap Hardiansyah.

Ia juga mengingatkan, para ibu hamil pun jangan anti kolesterol karena zat itu juga penting untuk pembentukan hormon pertumbuhan, bila hormon pertumbuhan rendah maka ada risiko dari sisi pertumbuhan panjang bayi menjadi terganggu, yang tak lain merupakan indikasi stunting.

Hardiansyah menambahkan, setelah bayi lahir, setelah ASI Eksklusif, pada tahap MPASI dan lanjutan, penting juga untuk diberikan nutrisi tambahan antara lain berupa susu pertumbuhan, dengan kombinasi berbagai makanan lain seperti sayuran dan buah-buahan.

"Pangan hewani penting, dikombinasikan juga dengan stimulasi seperti susu pertumbuhan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Anggota Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI), Rudatin, menambahkan pemberian protein hewani pada saat ibu hamil untuk mencegah stunting, perlu diberikan secara tepat, dan sesuai kebutuhan gizinya.

Kata dia, pemberian ASI eksklusif bagi bayi sampai usia 6 bulan wajib karena bisa mencegah stunting. Sementara pada usia 6 hingga 23 bulan, bayi perlu diberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang padat gizi sesuai kebutuhan, pemberian bertahap sesuai kapasitas lambungnya.

Pemberian makanan protein hewani, juga makanan tinggi gizi yang memang dibutuhkan dari ketersediaan sumber makanan lokal. Juga tetap diberikan sayur buah yang ada di wilayah masing masing dan diberikan sumber protein tinggi yang ada di indonesia seperti ikan, misalnya ikan air tawar ikan laut, kerang tripang dll.

Disampaikan Rudatin, salah satu kendalanya, saat ini seringkali dalam pemberian MPASI tidak beragam, karena itu perlu dilakukan edukasi gizi dini terutama berbagai produk lokal dengan kandungan protein tinggi untuk pemenuhan zat gizi.

Misal, pemberian makanan hewani dengan jumlah asam amino tertentu yang tinggi, ada di hati ayam, telor, ikan, susu. Untuk anak usia 6-9 bulan MPASI awal perlu diberikan telur satu butir per hari per orang, bisa menambah tinggi panjang badan, terbukti dari berbagai riset.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengungkapkan, level pertumbuhan anak akan semakin baik, ketika kadar asam amino di dalam darah cukup tinggi, dimana sumbernya berasal dari protein hewani, bukan nabati.

Protein hewani bisa digunakan untuk mendukung pencegahan stunting. Karena itu, untuk pencegahan, maka tata laksana konsumsi protein hewani sangat diperlukan. Masyarakat perlu diberikan edukasi terus menerus. Misal, pada saat MPASI tidak disarankan buah sayur seperti disampaikan WHO, jika itu didahulukan maka tidak fokus protein hewani, lalu anak menjadi kenyang terlebih dahulu dan protein hewani tidak tercukupi masuk ke dalam tubuh.

Tujuan pokok anak-anak sejak dapat MPASI, kata Piprim, tercukupi protein hewani secara adekuat. Karena itu, pemberian makanan tambahan telur, ikan, unggas, perlu diberikan pada saat pemeriksaan di Posyandu, bukan diberikan biskuit atau bubur, misalnya.

"Kami dukung upaya pengentasan upaya stunting. Mudah-mudahan anak Indonesia bebas stunting, dan target di 2024 bisa tercapai menjadi 14 persen, dengan upaya semua pihak, dan edukasi massif," ucapnya.

Sementara itu, di waktu terpisah Perwakilan industri dalam hal ini Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), menyampaikan dukungan penuh dalam pemberian gizi protein hewani, sebagai salah satu upaya untuk mencegah stunting.

Ketua Umum APPNIA Vera Galuh Sugijanto dalam keterangan tertulisnya, menjelaskan pentingnya peran aktif bersama seluruh pemangku kepentingan hingga masyarakat, agar upaya pemerintah untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting dapat berjalan sesuai target . Pemenuhan gizi seimbang di dalam keluarga menjadi faktor utama yang akan menentukan keberhasilan program penanganan stunting di Tanah Air.

Disampaikan Vera, visi dan misi APPNIA sendiri adalah untuk membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1000 hari pertama kehidupan. Caranya melalui penyediaan layanan dan akses terhadap pangan bergizi, terjangkau,dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah, termasuk program penurunan prevalensi stunting, melalui berbagai program yang sesuai dengan etika berusaha yang baik.

APPNIA juga senantiasa mendukung pemenuhan gizi di Indonesia untuk mencapai visi Generasi Emas 2045 sebagai kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di tahun 2045. Untuk mencapai generasi masa datang yang sehat dengan kemampuan intelegensi yang kuat, dibutuhkan asupan nutrisi yang optimal.

“Ini tentunya mimpi bagi kita semua, agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang jauh lebih besar, dan jauh lebih sehat, yang benar-benar terlihat di peta dunia,” sambungnya.

Vera memaparkan bahwa pihaknya pun secara konsisten melakukan inovasi, peningkatan mutu dan fortifikasi produk demi mendukung program pemenuhan zat gizi masyarakat.

Disampaikan Vera, salah satu wujud nyata atas dukungan APPNIA terhadap pemenuhan gizi dan pencegahan stunting, saat ini beberapa perusahaan anggota APPNIA telah berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan terkait dalam melakukan berbagai program berkelanjutan di tingkat komunitas berupa program edukasi, peningkatan kapasitas, maupun intervensi pemenuhan gizi yang dilakukan di berbagai daerah sesuai dengan rujukan ilmiah yang berdasar.

APPNIA pun berkomitmen untuk mendukung program ASI Eksklusif dimana dibuktikan dengan adanya kemudahan bagi para karyawan perusahaan anggota APPNIA, untuk mendapatkan cuti melahirkan agar fokus merawat buah hati.

Perusahaan anggota APPNIA juga telah menerapkan kebijakan cuti melahirkan bagi ibu bekerja selama tiga sampai enam bulan agar ibu dapat mengupayakan pemberian ASI eksklusif bagi bayinya, serta penyediaan Ruang Laktasi pada kantor dan pabrik perusahaan anggota Appnia. Sebagian anggota APPNIA juga menerapkan cuti bagi ayah agar dapat mendampingi ibu dalam masa menyusui.

“Karena kami sadar bahwa gizi yang baik, didukung dengan gaya hidup sehat dan edukasi kesehatan yang menyeluruh akan menciptakan anak Indonesia yang sehat, tangguh, cerdas, serta terbebas dari stunting,” tegas Vera.

Seperti diketahui bahwa Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan, risiko stunting erat kaitannya dengan asupan gizi, terutama kurangnya asupan protein hewani. Ia mengingatkan, sejak masih dalam kandungan hingga masa pertumbuhan, asupan gizi harus diperhitungkan. 

Menurut Menkes, masa paling rawan anak-anak mengalami stunting adalah di atas usia 6 bulan yakni ketika anak mulai mendapat makanan tambahan. Menurutnya, salah satu asupan penting yang harus ada dalam makanan tambahan adalah protein hewani. Mulai dari telur, ikan atau ayam. 

Budi berharap, Hari Gizi Nasional (HGN) menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan upaya pencegahan stunting melalui pemenuhan gizi seimbang pada anak.

"Tidak hanya memberikan protein hewani pada anak, berat dan tinggi badan anak juga harus dipantau secara berkala di Posyandu. Ini penting untuk melihat keberhasilan intervensi sekaligus upaya deteksi dini masalah kesehatan gizi sehingga tidak terlambat ditangani,” terang Menkes.

152