Home Pendidikan Sekolah Pagi Buta di NTT Picu Kontroversi, SIswa Datang Malah Kembali Tidur

Sekolah Pagi Buta di NTT Picu Kontroversi, SIswa Datang Malah Kembali Tidur

Kupang, Gatra.com - Gubernur NTT Viktor Laiskodat melalui Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengambil kebijakan siswa SMA dan SMK masuk sekolah pukul 05.00 WITA. Kebijakan yang telah dilaksanakan sejak Senin 27 Februari 2023 ini menuai kontraversi sejumlah kalangan.

Bahkan ada yang langsung melaporkan hal ini ke Presiden Jokowi seperti LSM Jejaring Indonesia melalui koordinatornya Honing Sanny. Politisi asal NTT ini meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan aturan tersebut.

Paulus Bria ( 43 ) warga Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Kota Kupang termasuk salah satu orang tua yang mempersoalkan kebijakan Pemerintah Provinsi NTT ini. Selain karena masalah transportasi, juga akan rawan keamanan para siswa.

“Ini kebijakan yang tidak masuk akal. Masuk sekolah jam 05.00, berarti anak kami harus bangun jam 04.00 WITA untuk siapkan diri. Dia kesekolah yang berjarat 5 km itu harus berjalan kaki karena pada jam tersebut belum ada angkutan kota yang beroperasi,” kata Paulus Bria

Karena itu Paulus minta Gubernur melalui Kepala Dinas P dan K untuk membatalkan kembali kebijakan yang aneh ini.

“Aneh benar, ini satu satunya provinsi di Indonesia yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar mulai jam 05.00 pagi. Apa dengan sekolah mulai jam 05.00 pagi hari nanti, anak kami langsung dapat kerja atau jadi profesor ? Karena itu sebagai orang tua kami minta membatalkan kembali kebijakan ini,” tegas Paulus.

Sementara itu koordinator LSM Jejaring Indonesia Honing Sany melalui suratnya meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan aturan tersebut. Karena menurutnya spirit untuk memajukan pendidikan adalah hal yang positif. Namun memajukan jadwal sekolah pada pukul 05.00 pagi adalah keputusan yang terburu-buru, tidak masuk akal, belum pernah terjadi selama sejarah pendidikan baik di Indonesia maupun di dunia.

“Perubahan jadwal sekolah juga berdampak kepada perubahan semua pola kehidupan termasuk jadwal siswa-siswa bangun tidur, para guru harus lebih cepat meninggalkan rumah. Keamanan dalam perjalan karena sebelum jam 05.00 sudah harus meninggalkan rumah sementara kendaraan umum sebagai moda transportasi belum beroperasi sehingga menyebabkan peningkatan biaya transport,” kata Honing Sany.

Para orang tua juga jelas Honing sangat khawatir dengan keamanan dan keselamatan anak anak mereka, karena harus meninggalkan rumah dalam situasi masih gelap terutama bagi anak-anak gadis mereka.

Atas semua pertimbangan itu, mala LSM  ini pun memohon kepada Presiden agar memerintahkan Gubernur NTT menghentikan program proses belajar mengajar yg dimulai jam 05.00 WITA untuk dikembalikan ke waktu yg berlaku umum selama ini di seluruh Indonesia yakni jam 07.00 WITA.

Terkait peningkatan kualitas pendidikan di NTT dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan secara keseluruhan termasuk kualitas pengajar serta meningkatan fasilitas sekolah.

Presiden juga diminta untuk memerintahkan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI untuk segera turun ke Kupang dan melihat langsung keadaan yang terjadi serta memastikan bahwa program ini tidak dilanjutkan. Mereka berharap Presiden dan Menteri sesegera mungkin menghentikan program ini.

Pantauan Gatra.com, Selasa 28 Februari 2023 di SMAN 5 Kupang, pada pukul 05.00 Wita hanya ada 9 siswa yang datang tepat waktu. Begitu masuk kelas langsung tidur diatas bangku sekolah.

“Hanya 9 siswa yang datang tepat pukul 05.00 Wita. Ratusan siswa lainnya rata-rata datang pukul 7.30,” kata seorang guru yang minta namanya tidak mau ditulis.

Kepala Dinas P dan K Provinsi NTT Linus Lusi mengatakan kebijakan kegiatan belajar mulai pukul 05.00 Wita untuk meningkatkan mutu sekolah hingga masuk 200 besar terbaik di Indonesia.

“Kebijakan ini masuk sekolah pukul 05.00 Wita ini kami ambil untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT. Kebijakan ini tidak salah. Karena ini yang kami kejar adalah NTT masuk 200 terbaik di Indonesia dalam dunia pendidikan,” kata Linus Lusi.

1912