Home Ekonomi Persoalan Gizi Masyarakat Jelang Pemilu, INDEF: Fenomena Politik Nasi Bungkus

Persoalan Gizi Masyarakat Jelang Pemilu, INDEF: Fenomena Politik Nasi Bungkus

Jakarta, Gatra.com - Persoalan akses pangan bergizi yang terbatas dan mahal masih menjadi momok di tahun jelang pesta demokrasi. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin menuturkan bahwa kondisi ini melahirkan spekulasi yang mengarah pada fenomena "politik nasi bungkus".

Pasalnya, persoalan akses pangan dan kebutuhan gizi masyarakat dianggap penting untuk menjadi agenda politik di tahun-tahun jelang Pemilu. Apalagi masalah ini kerap kali tidak terselesaikan dari tahun ke tahun,

"Apakah karena menjelang tahun politik itu fenomena politik nasi bungkus? maybe, I don't know. Tapi kalau kita mampu memecahkan persoalan pangan, ini yang paling pokok. Karena kalau orang lapar, tidak bisa berpikir sehat dan mudah dikasih nasi bungkus," ucapnya dalam diskusi publik Indef secara virtual, Kamis (2/3).

Baca juga: Sudah Impor 500 Ribu Ton, Kenapa Harga Beras Masih Tinggi di Tahun Politik?

Karena itu, Bustanul mengusulkan sejumlah upaya untuk memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Misalnya, dengan penguatan pangan lokal dan sumber karbohidrat lain dan penganekaragaman pangan berbasis potensi dan kearifan lokal. Di satu sisi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan badan usaha perlu saling dilibatkan untuk mengurusi cadangan pangan pemerintah (CPP).

"Penguatan lembaga pangan secara struktural dan kultural juga harus dilakukan. Kalau perlu pakai Peraturan Presiden jangan peraturan badan saja, Badan Pangan Nasional saja tidak cukup," imbuh Bustanul.

Ia menegaskan bahwa peningkatan kualitas gizi masyarakat seharusnya menjadi pesan penting bagi para politikus yang akan bersaing dalam Pemilu 2024.

"Mau menyehatkan warganya atau tidak? kalau orangnya sehat ya Insya Allah ekonominya kan bagus gitu," ujar Bustanul.

Baca juga: Bergaya Hidup Mewah, Setelah Rafael, Kemenkeu Copot Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Moge Pinjaman

Ia menjelaskan kondisi saat ini konsumsi gizi masyarakat masih didominasi oleh beras. Padahal semakin banyak beras yang dikonsumsi maka tekanan terhadap peningkatan produksi padi kian besar.

Di satu sisi, Bustanul menyebut bahwa harga pangan bergizi dan sehat masih mahal. Data Food Price for Nutrition oleh Bank Dunia tahun 2023 menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia dan Filipina paling banyak tidak dapat akses pangan bergizi.

Berdasarkan studi Lancet di tahun 2020, ia menjelaskan bahwa Indonesia paling banyak mengalami beban gizi ganda. Nyaris seluruh provinsi di tanah air menderita balita stunting dan dewasa di atas 18 tahun yang obesitas.

"Menurut saya ini sesuatu yang jarang kita bahas secara serius, dianggap semua akan selesai dengan sendirinya. No, ini tidak selesai dengan sendirinya," kata Bustanul.

74