Home Hukum Geger Vonis Tunda Pemilu PN Jakarta Pusat, Mahfud MD: Lawan Habis-habisan!

Geger Vonis Tunda Pemilu PN Jakarta Pusat, Mahfud MD: Lawan Habis-habisan!

Jakarta, Gatra.com- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu Serentak 2024 sesuai gugatan yang diajukan oleh Partai Prima. Merespons itu, KPU mengajukan banding.

Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada, Kamis (2/3).

"Mengadili, menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian poin ke lima dari amar putusan tersebut.

Menko Polhukam Mahfud MD 'ngamuk' menanggapi vonis tunda Pemilu ala PN Jakarta Pusat itu. "Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, divonis KPU kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN," kata Mahfud di IG-nya.

"Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tetapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," katanya.

"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU yang menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," katanya.

Mahfud pun mengungkap alasan hukumnya. Pertama, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika proses terkait admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

"Nah, Partai Prima sudah kalah gugatan di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa gugatan jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," katanya.

Kedua, hukuman ditangguhkan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dibatalkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman tertunda pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU yang dihentikan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa dipaksakan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan tertentu, bukan untuk seluruh Indonesia.

"Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasarkan vonis pengadilan tetapi menjadi berwenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," ungkapnya.

"Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dituntutkan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," katanya.

Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soalnya mudah, tapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," katanya.

355