Home Nasional Panglima TNI dan KASAD Bakal Pensiun di Tahun Politik. Ini Pandangan Pakar..

Panglima TNI dan KASAD Bakal Pensiun di Tahun Politik. Ini Pandangan Pakar..

Jakarta, Gatra.com – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Widjajanto menyinggung tentang suksesi kepemimpinan di tubuh TNI dalam acara Forum Komunikasi bertajuk “Mitigasi Risiko Krisis 2023” di Kantor Lemhanas RI, Jakarta, pada 22 Februari 2023.

Di tengah pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah pimpinan media massa itu, Andi Widjajanto mengungkapkan bahwa pergantian Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Dudung Abdurachman idealnya terjadi tiga bulan sebelum masa kampanye Pemilihan Umum 2024 dimulai.

Pergantian itu berkaitan dengan operasi pengamanan tahapan kampanye yang dimulai pada 28 November 2023. “Kami (Lemhanas) sampai memikirkan bahwa Pak Dudung KASAD, Pak Yudo Panglima TNI akan pensiun di November 2023. Tidak ideal karena kedua pejabat bintang empat itu pensiun pada saat kampanye Pemilu sudah terjadi, sudah dilakukan,” ujar Andi.

Menurutnya, Lemhanas berupaya memitigasi risiko dari skenario terburuk yang akan dihadapi Indonesia. Dalam upaya mitigasi risiko tersebut, Lemhanas menyusun linimasa tahun 2023 sebagai analisis prediksi atau forecasting terhadap apa yang akan terjadi pada akhir 2023 bertepatan dengan masa kampanye Pemilu.

“Ya, idealnya pergantiannya (Panglima TNI dan KASAD) tiga bulan sebelum kampanye pemilu dimulai karena kemudian (TNI) harus terlibat dalam operasi pengamanan. Kalau Kapolri aman, masih lama pensiunnya. KSAL yang baru, Pak Ali, aman, masih lama pensiunnya, Pak Fadjar (KSAU) juga masih April 2024 pensiunnya,” ucap mantan Sekretaris Kabinet itu.

Diketahui, seorang perwira tinggi (Pati) TNI akan purna bakti ketika menginjak usia 58 tahun. Laksamana Yudo Margono akan pensiun dari kedinasan militer tepat ketika berusia 58 tahun pada 26 November 2023. Begitu juga dengan Jenderal Dudung Abdurachman yang akan memasuki usia 58 tahun pada 19 November mendatang. Keduanya sama-sama pensiun tepat saat jadwal kampanye Pemilu 2024 dimulai.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Dudung Abdurachman menyatakan, TNI siap menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024 dari sisi pengamanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia mengingatkan kepada prajurit matra Angkatan Darat untuk memegang teguh netralitas TNI dan menjaga kepercayaan masyarakat.

KASAD Jenderal Dudung Abdurachman Pimpin Gelar Pasukan Kontijensi (Doc. TNI AD)

“Kita tetap memegang teguh netralitas TNI untuk tidak terlibat politik praktis,” kata Jenderal Dudung dalam kegiatan Apel Kesiapsiagaan TNI AD Tahun 2022 di Silang Monas, Jakarta, Rabu, 28 Oktober 2022.

Dudung mengatakan akan mengambil tindakan tegas bagi prajurit yang tidak mengindahkan perintah tersebut. “Kalau orang dukung-mendukung dari TNI AD, nanti akan kami proses secara hukum, karena sudah dari dulu yang namanya TNI AD itu harus netral, tidak boleh memilih salah satu calon,” ujar Dudung.

Pengamat militer dan keamanan, Muhamad Haripin menyatakan, pernyataan Gubernur Lemhanas harus dilihat pada perspektif yang lebih jauh. Percepatan pergantian Panglima TNI dan KASAD menurutnya bukan sesuatu yang esensial. Haripin menekankan dua hal yang semestinya diperhatikan TNI menjelang kontestasi Pemilu 2024. Pertama, ketersediaan sumber daya prajurit pengamanan Pemilu. Kedua, komitmen netralitas dari prajurit TNI sepanjang Pemilu mulai dari masa pra kampanye, kampanye, pencoblosan, dan pasca pencoblosan surat suara.

Peneliti BRIN Muhamad Haripin (GATRA/ M. Almer)

“Yang justru penting itu sebetulnya komitmen secara konstitusional dari TNI itu sendiri maupun dari para elite TNI atau pejabat tingginya untuk tetap netral dan profesional,” ujar Haripin ketika diwawancara Gatra.com pada Ahad (5/3).

Persoalan netralitas dan profesionalisme di masa Pemilu menurutnya tidak hanya menjadi tanggungjawab TNI tetapi juga tanggungjawab dari partai peserta pemilu, elite politik, hingga bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berkompetisi.

“Pengalaman selama ini yang namanya pull factor, faktor penarik TNI ke dalam politik praktis kita sudah lihat beberapa tahun terakhir. Selain ada faktor push factor, faktor pendorong dari TNI nya itu sendiri untuk melibatkan diri dalam kehidupan politik praktis,” kata Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.

Terkait urgensi percepatan pergantian Panglima TNI seperti disampaikan Gubernur Lemhanas, Haripin memberikan pandangannya. Menurutnya, pergantian Panglima TNI lebih awal pernah terjadi pada masa Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Saat itu, Jenderal Gatot diberhentikan dalam jabatannya sebagai Panglima TNI pada 8 Desember 2017. Padahal, Gatot baru akan pensiun pada 13 Maret 2018.

Atas sejumlah pertimbangan dan kebutuhan, Presiden Jokowi menunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI pengganti Gatot pada 8 Desember 2017. “Kalau kita mau mundur ke belakang pada zaman Pak SBY (Presiden SBY) juga pernah kejadian ketika KASAD-nya Pak Budiman (Jenderal Budiman) dicopot pada masa kampanye karena ada kecurigaan TNI AD mendukung salah satu capres,” tuturnya.

Haripin berpandangan, jika sekira terjadi suksesi kepemimpinan di TNI sebelum akhir 2022 bukan hal yang mengejutkan. Selain percepatan pergantian jabatan Panglima TNI, sejarah militer Indonesia juga mencatat terjadinya perpanjangan masa jabatan Panglima TNI. Pada 2002, Jenderal Endriartono Sutarto diperpanjang masa dinasnya hingga 30 April 2007.

Endriartono diketahui menjabat Panglima TNI sejak 2002 di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Ia memasuki masa pensiun pada 2005 di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lantaran dianggap masih dibutuhkan dalam dinas keprajuritan, SBY memperpanjang masa pensiunnya setahun. Jenderal Endriartono diketahui masih menjabat sebagai Panglima TNI pada 2006 sebelum digantikan oleh Marsekal TNI Djoko Suyanto.

“Beliau (Jenderal Endriartono Sutarto) seharusnya turun (pensiun) tahun 2005, tapi waktu itu Pak SBY memutuskan untuk memperpanjang jabatannya Pak Endriartono. Kalau kita melihat sejarahnya tentu ada pertimbangan dari Pak SBY sendiri karena terkait juga dengan Konflik Aceh, bagaimana supaya Perjanjian Helsinki atau proses perdamaian dari Aceh itu bisa jalan,” ujar Haripin.

Peneliti BRIN itu menjelaskan, jabatan prajurit TNI diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam pasal 53 UU TNI disebutkan bahwa prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan seharusnya diatur dalam UU. Namun, revisi UU TNI untuk kebutuhan perpanjangan masa jabatan tidak dimungkinkan apabila dikaitkan dengan konteks Pemilu 2024.

“Untuk revisi UU TNI sudah sangat terlambat, karena usaha untuk revisi ini sudah dilakukan sejak tahun lalu. Nah, sekarang sudah tinggal beberapa bulan ke masa kampanye dan sudah sangat terlambat saya pikir,” ujarnya.

Menurutnya upaya yang dapat dilakukan, yakni Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk memperpanjang masa jabatan Panglima dan KASAD. Sayangnya, kebijakan tersebut akan memunculkan konsekuensi politik dan menjadi pertaruhan reputasi di tahun politik.

Haripin menyebut, pensiun bagi seorang prajurit TNI bukan berarti “selesai” memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara. “Kalau yang selama ini yang kita lihat status aktif, non-aktif, aktif, pensiun itu kan juga seringkali hanya di atas kertas. Ketika seorang pati, seorang Panglima atau KASAD pensiun pun kebanyakan masih aktif [berkontribusi]. Ada yang menjadi Menteri seperti Pak Hadi (Hadi Tjahjanto), ada Pak Moeldoko menjadi KSP,” pungkasnya.

792