Home Pendidikan Aturan Imbal Jasa Lingkungan di Pusat dan Daerah Dinilai Belum Konsisten

Aturan Imbal Jasa Lingkungan di Pusat dan Daerah Dinilai Belum Konsisten

Solo, Gatra.com - Pemerintah pusat telah membuat aturan dan regulasi terkait Imbal Jasa Lingkungan (IJL). Namun, peraturan daerah yang mendetailkan ketentuan tersebut dianggap tak konsisten.

IJL merupakan pengalihan sejumlah uang atas pemanfaatan jasa lingkungan hidup. Hingga saat ini banyak hal teknis belum diatur dalam aturan IJL. Hal ini akan diungkapkan oleh pengajar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Albertus Sentot Sudarwanto, dalam pidato ilmiah saat ia dikukuhkan sebagai Guru Besar UNS, Selasa (7/3) esok.

Saat ini, menurut dia, pembahasan IJL menghadapi berbagai persoalan. "Padahal IJL ini merupakan salah satu obat untuk bencana hidrologi yang bersifat lebih adil dan partisipatif," katanya dalam jumpa pers di kampus UNS, Senin (6/3).

Ia menjelaskan, banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau hingga kesulitan mencari air merupakan sejumlah persoalan ekologi. "Ini adalah persoalan ekologi, di mana kita harus me-manage air dengan baik untuk kebutuhan dan keberlangsungan lingkungan. Makanya tema ini saya angkat," katanya.

Sayangnya, penerapan IJL menghadapi berbagai persoalan. Antara lain adanya kekosongan hukum dalam mekanisme perhitungan IJL. Saat ini sudah ada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Konservasi Tanah dan Air (KTA) dan PP Nomor 47 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup.

Namun standar teknis tentang perhitungan dan pembayaran IJL belum ada. "Kedua, belum ada konsistensi kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup, baik melalui program kebijakan dan peraturan daerah," kata dia.

Persoalan ketiga, imbuh Ambertus, adalah minimnya partisipasi pemanfaatan jasa lingkungan hidup. "Hal ini karena belum ada kerjasama IJL," katanya.

Padahal, kata dia, konsep imbal jasa lingkungan merupakan obat untuk persoalan hidrologi yang berbasis lingkungan dan lebih partisipatif. "Sehingga lingkungan yang kita tempati ini menjadi lingkungan yang sehat," katanya

Untuk itu, menurutnya, ketentuan IJL perlu diperbaiki agar dapat lebih mudah diterapkan. Misalnya, strategi hukum dari pemerintah pusat dan peraturan daerah (perda) yang lebih konstruktif.

"Transaksi imbal jasa lingkungan bisa dikemas secara perdata dengan perjanjian kerja sama. Terakhir, perlu ada forum untuk pengelolaan daerah aliran sungai bersama pemerintah serta lembaga pengelola jasa lingkungan yang memiliki tugas mengelola dana jasa lingkungan," katanya.

Albertus akan dikukuhkan menjadi guru besar ke-255 UNS bersama empat akademisi lain. Ia akan dikukuhkan sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum.

Selain Albertus, Agus Purwantoro akan dikukuhkan sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Penciptaan Performance Art dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD).  Adapun Bambang Harjito akan dikukuhkan sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Kriptografi dan Keamanan Informasi dari Fakultas Teknologi Informasi dan Sains Data (Fatisda) UNS.

Selain itu, Rahmanu Widayat dikukuhkan sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Estetika FSRD serta Danar Praseptiangga sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Pangan dari Fakultas Pertanian.

91