Home Hukum Pedagang Stasiun Wates Melawan: Jualan di Tengah Sengkarut Tanah KAI dan Pakualaman, Digusur Satpol PP Tanpa Surat Peringatan

Pedagang Stasiun Wates Melawan: Jualan di Tengah Sengkarut Tanah KAI dan Pakualaman, Digusur Satpol PP Tanpa Surat Peringatan

Yogyakarta, Gatra.com - Sidang pemeriksaan setempat atas gugatan yang dilayangkan empat pedagang di Stasiun Wates, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, berlangsung di stasiun tersebut, Senin (6/3).

Sidang oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu menggugat Bupati Kulonprogo atas penggusuran oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kulonprogo pada 12 Agustus 2022 lalu. Wandi Syahputra, advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, yang mendampingi para pedagang menyatakan dasar gugatan tersebut.

“Gugatan ini ditujukan kepada Bupati Kulonprogo karena Satpol PP Kulonprogo memiliki kewenangan berupa mandat yang mana tanggung gugat berada pada pemberi mandat yaitu Bupati Kulonprogo,” tutur dia, Senin (6/3).

Hal itu diatur di pasal 2 Peraturan Bupati Kulonprogo Nomor 107 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.

Ia menjelaskan kasus ini bermula saat PT. KAI mengklaim bahwa tanah yang di atasnya berdiri warung milik para pedagang tersebut milik PT. KAI. PT. KAI keberatan jika tanah tersebut digunakan untuk aktivitas berjualan.

Dengan alasan itu, PT. KAI mengirimkan Surat Peringatan Pertama, Kedua, dan Ketiga kepada para pedagang. Pada Surat Peringatan Ketiga PT.KAI meminta PKL menertibkan sendiri bangunan warung dengan tenggat 11 Agustus 2022.

Apabila pada tanggal tersebut tidak dilakukan penertiban mandiri, maka pada 12 Agustus 2022 dilakukan penggusuran oleh Tim Aset PT.KAI.

“Fakta yang terungkap adalah tanah yang di atasnya didirikan bangunan warung oleh para pedagang adalah tanah milik Kadipaten Pakualaman dengan bukti Sertifikat Hak Milik Nomor : 05896,” kata Wandi.

“Dengan demikian sudah jelas bahwa PT. KAI tidak memiliki kewenangan untuk memberikan surat peringatan kepada para pedagang,” lanjutnya.

Namun pada 12 Agustus 2022 bangunan warung milik para pedagang dibongkar oleh Satpol PP Kulonprogo. “Tindakan pembongkaran ini dilakukan tanpa prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Akibatnya, para PKL kehilangan pekerjaan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Untuk itu, para pedagang melayangkan gugatan ini.

“Gugatan ini diajukan karena tindakan Satpol PP Kulonprogo dalam melakukan penggusuran tidak didahului dengan Surat Peringatan Pertama, Kedua, dan Ketiga sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja.”

Dalam ketentuan tersebut, Satpol PP Kulonprogo harus dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas. Namun penggusuran tersebut dilakukan tanpa adanya Surat Peringatan. Satpol PP Kulonprogo berdalih bahwa sudah ada surat peringatan dari PT. KAI.

“Hal itu tidak dapat dibenarkan, bahwa tidak ada hubungan antara PT. KAI dengan Satpol PP Kulonprogo sebagaimana telah dijelaskan oleh ahli yang dihadirkan oleh para pedagang pada persidangan sebelumnya,” katanya.

Agenda sidang pemeriksaan setempat Senin ini untuk membuktikan batas tanah milik PT.KAI dan batas tanah milik Kadipaten Pakualaman. “Sehingga akan terbukti bahwa PT. KAI hanya mengklaim dan Satpol PP Kulonprogo telah bertindak tanpa berpegang pada peraturan perundang-undangan,” kata Wandi.

“Dengan ini para pedagang menuntut kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk memberikan putusan yaitu menyatakan bahwa tindakan faktual yang dilakukan oleh Tergugat adalah batal/tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” paparnya.

 

171