Home Nasional Kemenkeu: 69 Pegawai Punya Harta Tak Wajar, Mayoritas Ditjen Pajak dan Bea Cukai

Kemenkeu: 69 Pegawai Punya Harta Tak Wajar, Mayoritas Ditjen Pajak dan Bea Cukai

Jakarta, Gatra.com - Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo buka suara soal 69 pegawai Kementerian Keuangan berharta tidak wajar. 

Menurut informasi yang ada, Yustinus mengatakan 69 pegawai tersebut mayoritas berada di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

"Detailnya saya juga belum tahu, menurut info memang sebagian besar dari dua institusi itu. Pajak dan Bea Cukai," ungkap Yustinus usai konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (8/3).

Ia menyebut basis identifikasi 69 pegawai berharta tidak wajar itu merujuk pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Baca Juga: Dirjen Pajak Ungkap Nama 6 Perusahaan Rafael, Kepatuhan Pajak Sedang Diperiksa

Menurutnya, sejumlah pegawai Kemenkeu itu memiliki resiko tinggi (high risk) melakukan pelanggaran.

"High risk ini ya, semua," ucapnya.

Adapun sebagai upaya bersih-bersih di tubuh Kemenkeu, Yustinus memastikan 69 pegawai Kemenkeu yang beresiko tinggi melakukan pelanggaran itu bakal dipanggil secara bertahap, untuk pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu. 

Investigasi, kata dia terus dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Baca Juga: Dipecat Sebagai ASN Kemenkeu, Rafael Dipastikan Tidak Dapat Uang Pensiun

"Ini sudah proses, jangankan dirotasi, yang terbukti (melanggar) bahkan di-nonjob (dicopot jabatan), bahkan sekarang ada yang dipecat ini," jelas Yustinus.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Awan Nurmawan menyebut pada LHKPN tahun 2019, terdapat 33 pegawai yang belum menyelesaikan laporan harta kekayaannya. Kemudian di tahun 2020 dan 2021 jumlahnya bertambah 36 pegawai. Sehingga total ada 69 pegawai Kemenkeu yang bermasalah soal laporan harta dan kekayaannya.

Ihwal Rafael, kata Awan sudah lama dimasukkan dalam kategori pegawai dengan resiko tinggi. Ia mengakui, pada 2019 Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah melaporkan kejanggalan transaksi pada empat rekening Rafael selama 2016-2019.

"Transaksi terbesar itu selama tiga tahun hanya Rp125 juta terkecil Rp50 juta dan itu kami melihat transaksi di rekening terkait gaji dan tunjangan kinerja. Jadi kami juga perlu mendalami informasinya, jadi bukan pembiaran, kami juga sudah bekerja," jelasnya.

Bahkan, Awan mengatakan bahwa Rafael sebelumnya pada 2020 juga pernah diperiksa oleh KPK terkait klarifikasi harta dan kekayaan yang belum dilaporkan. Saat itu, Rafael disebut belum melaporkan hartanya berupa sebuah aset bangunan.

"Akhirnya yang bersangkutan saat itu memperbaiki LHKPN-nya," imbuhnya.

Sebagai informasi, Rafael Alun Trisambodo merupakan ayah dari Mario Dandy yang  menjadi pelaku penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor bernama David. 

Nama Rafael mencuat setelah kasus penganiayaan itu merambat ke gaya hidup mewah dan pamer harta yang dilakukan anaknya, Dandy di media sosial.

Baca Juga: Transaksi Rafael Capai Rp 500 Miliar di 40 Rekening, PPATK Endus Dugaan Pencucian Uang

Publik menyoroti sejumlah harta dan kekayaan Rafael di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang mencapai Rp56 miliar. Jumlah kekayaan itu dianggap tidak wajar untuk pegawai eselon III Kementerian Keuangan.

Adapun hasil audit investigasi Itjen Kemenkeu menemukan bahwa Rafael terbukti melakukan pelanggaran yaitu tidak patuh bayar pajak; tidak melaporkan sejumlah harta dan kekayaannya; hingga disebut berupaya menyembunyikan harta kekayaan dan sumber penghasilannya. 

Pelanggaran Rafael dikategorikan sebagai pelanggaran berat, membuatnya dipecat sebagai ASN Kementerian Keuangan, tanpa menerima pensiun.

127