Home Hukum Babak Baru! Pejabat Sepak Bola Dijatuhi Hukuman Penjara Atas Tragedi Kanyuruhan

Babak Baru! Pejabat Sepak Bola Dijatuhi Hukuman Penjara Atas Tragedi Kanyuruhan

Surabaya, Gatra.com- Dua pejabat sepak bola Indonesia divonis penjara setelah dinyatakan bersalah atas kelalaian dalam kasus 135 penonton tewas di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 2022. Demikian Al Jazeera, 09/03.

Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman penjara kepada dua ofisial pertandingan sepak bola setelah dinyatakan bersalah atas kelalaian dalam kasus kerusuhan di stadion yang menewaskan 135 orang dan telah menjadi salah satu bencana olahraga paling mematikan di dunia .

Insiden itu terjadi pada Oktober 2022 ketika pertandingan menegangkan di Malang, Jawa Timur, antara rival sengit Arema FC dan Persebaya Surabaya berakhir ricuh, dengan invasi penonton ke lapangan yang disambut polisi dengan tembakan gas air mata yang mencekik penonton dan memaksa massa berhamburan ke pintu keluar –beberapa di antaranya terkunci – mengakibatkan himpitan yang mematikan.

Penyelenggara pertandingan Abdul Haris dinyatakan bersalah pada Kamis atas “kelalaian yang menyebabkan orang meninggal”, kata hakim di PN Surabaya.  Jaksa menuntut Abdul Haris dengan enam tahun penjara.

"Saya menghukum terdakwa satu setengah tahun penjara," kata hakim ketua Abu Achmad Sidqi Amsya.

Majelis hakim juga memvonis petugas keamanan stadion, Suko Sutrisno, bersalah lalai dan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara.

“Terdakwa tidak mengantisipasi ricuh karena sebelumnya tidak pernah ada situasi darurat. Terdakwa juga tidak memahami pekerjaannya sebagai petugas keamanan dengan baik,” ujar hakim.

Keduanya memiliki waktu tujuh hari untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

Tiga petugas polisi – yang juga didakwa melakukan pelanggaran setelah bencana di Stadion Kanjuruhan – akan diputuskan putusannya pekan depan.

Tim hukum ofisial pertandingan Abdul Haris tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Jessica Washington dari Al Jazeera, melaporkan dari Jakarta, mengatakan bahwa persidangan difokuskan pada pejabat yang bertanggung jawab atas pertandingan naas itu.

"Apa yang kami dengar dari penuntutan adalah bahwa panitia penyelenggara, ofisial pertandingan, mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa penonton aman, bahwa gerbang stadion tidak dikunci, bahwa jalur evakuasi aman," kata Washington.

“Meskipun kapasitas mungkin menjadi masalah – lebih dari 43.000 tiket terjual untuk pertandingan ini – di pertandingan sebelumnya, jumlah orang yang sama telah hadir pada pertandingan di stadion itu… dan tidak ada insiden,” katanya.

Pembela juga "menuding polisi, menyalahkan polisi yang menembakkan gas air mata", tambah Washington.

“Itu mengakibatkan orang-orang panik dan lari ke gerbang hanya untuk menemukan bahwa banyak gerbang ditutup, dikunci, dan mereka tidak dapat melarikan diri dari stadion yang dipenuhi gas air mata,” kata Washington.

Penyelidik dari badan hak asasi manusia Indonesia juga menyalahkan polisi atas penggunaan gas air mata yang “sembarangan” dan “berlebihan” pada malam hari, tambahnya.

Investigasi menemukan bahwa polisi telah menembakkan 45 putaran gas air mata ke kerumunan di stadion, lapor media.

Badan sepak bola dunia FIFA telah melarang penggunaan gas air mata sebagai tindakan pengendalian massa di dalam stadion.

Dari 135 orang yang meninggal malam itu di stadion di Malang, 38 di antaranya berusia kurang dari 17 tahun dan korban termuda baru berusia tiga tahun.

Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan tak lama setelah bencana bahwa pemerintahnya akan menghancurkan dan membangun kembali stadion dan mengumumkan penangguhan semua pertandingan sepak bola kompetitif. Pertandingan liga dilanjutkan bulan lalu, tanpa penonton di tribun.

Total lima orang diadili setelah tragedi stadion, termasuk tiga petugas polisi yang vonisnya tidak akan diketahui hingga minggu depan.

LBH Indonesia, bersama dengan beberapa kelompok masyarakat sipil lainnya, mengatakan dalam sebuah pernyataan setelah insiden pengadilan bahwa perilaku petugas polisi menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan yang jelas dan dirancang untuk mengganggu proses hukum.

Pascabencana stadion, Kapolri Listyo Sigit Prabowo memecat Kapolres Malang Ferli Hidayat dan memberhentikan sembilan petugas lainnya.

94