Home BUMN ESDM: Peluang Rekind Garap Mega Proyek Masih Terbuka Lebar, Asalkan...

ESDM: Peluang Rekind Garap Mega Proyek Masih Terbuka Lebar, Asalkan...

Jakarta, Gatra.com - Peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) untuk menggarap mega proyek di negeri ini masih terbuka lebar. Apalagi, perusahaan yang bergerak di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri atau lebih dikenal dengan istilah EPC (Engineering, Procurement, dan Construction) itu, punya segudang pengalaman, kompetensi dan inovasi, yang bisa dijadikan pegangan kuat untuk menggarap proyek-proyek besar, termasuk milik pemerintah.

“Peluang tersebut bisa diwujudkan, asalkan Rekind mampu memperbaiki ekuitasnya (modal keuangan) terlebih dahulu. Peluangnya (menggarap proyek) masih terbuka lebar,” ujar Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi, Triharyo Indrawan Soesilo.

Dari sudut pandang Kementerian yang ‘dikomandani’ Arifin Tasrif tersebut, peluang bisnis perkembangan energi ke depan sangat luar biasa, baik itu energi berbasis fosil maupun energi baru dan terbarukan. Untuk energi fosil, Kementerian ESDM dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, sudah bergerak melakukan sejumlah terobosan, di antaranya, menggarap peluang pengembangan eksplorasi di kawasan Indonesia Timur.

Sejak tahun 2019, Arifin Tasrif intens mendorong pengembangan eksplorasi di wilayah Indonesia Timur, karena dari 250 basin (cekungan produksi Migas) hanya 130 yang dieksplorasi di Indoneia bagian Barat. Sisanya masih terbuka di wilayah Indonesia Timur.

Diamini, Triharyo Indrawan Soesilo, yang akrab disapa Hengky itu, saat ini masih ada peluang proyek bernilai puluhan miliar dolar yang menuggu untuk dikerjakan, seperti halnya proyek-proyek Migas dan lapangan UCC (Ubadari, CCUS, dan Compression) untuk eksplorasi gas. Ada juga proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) untuk pengembangan Migas offshore. “Itu semua merupakan proyek-proyek raksasa milik pemerintah yang selaras dengan kompetensi Rekind,” tegas Hengky.

Dengan memperbaiki persoalan ekuitasnya, peluang Rekind menggarap proyek tersebut cukup besar. Apalagi, perusahaan-perusahaan EPC di dunia seperti Jepang sudah tidak mau lagi masuk ke kilang dan energi Migas. Mereka hanya fokus ke proyek-proyek energy transition.

Perusahaan-perusahaan kontraktor sipil yang punya lini bisnis EPC juga sudah khawatir bisa melaksanakan proyek-proyek EPC. Banyak yang sudah tidak berani, termasuk perusahaan EPC China dan Korea. “Ditinjau dari ini, kalau ekuitas Rekind baik, tentu pesaingnya sudah sangat sedikit,” sergah alumnus ITB Jurusan Teknik Kimia Angkatan 1977 tersebut.

Di bidang Energy Transition, peluang Rekind juga tidak kalah besarnya. Saat ini perhatian pemerintah tertuju pada pengembangan proyek transisi energi terkait injeksi CO2, sebagai langkah percepatannya. Ini juga merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dari pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di Bali, pada 15-16 November 2022.

Injeksi CO2, merupakan upaya pemerintah untuk mengambil kembali CO2 yang terbuang ke udara melalui pabrik-pabrik pemurnian gas, pabrik pupuk dan LNG (Liquefied Natural Gas). Gas yang terbuang itu diambil kembali, untuk kemudian dimasukkan lagi ke dalam perut bumi.

Selain sebagai produsen sawit, nikel, batu bara, minyak, dan gas bumi, Indonesia memiliki cadangan atau tempat penyimpanan CO2 terbesar se-Asia Tenggara, karena sejak dahulu Indonesia adalah produsen Migas. Proses lifting Migas dari perut bumi selama bertahun-tahun akan menyebabkan munculnya rongga atau ruang kosong di perut bumi tersebut. Rongga-rongga ini bisa dimanfaatkan untuk tempat menyimpan CO2 tadi.

“Membangun dan mengembangkan industri di bidang tersebut, sangat dikuasai Rekind. Ini bukan sesuatu yang asing buat Rekind, karena memiliki background dan pengalaman teknik tersebut. Singapura, Malaysia bahkan China sekalipun tidak memliki kemampuan ini,” ungkap Hengky bangga.

Maka dari itu, sekalipun dihadapi masalah finansial, Komisaris Utama PT Kilang Pertamina Internasional itu menghimbau kepada seluruh awak Rekind untuk tidak berkecil hati.

Apalagi, melemahnya bisnis EPC, tidak hanya dihadapi Anak Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) tersebut. Berdasarkan pantauan Hengky, banyak perusahaan EPC besar di dunia seperti dari Jepang, Italia, Korea, dan sebagainya, juga pernah ataupun tengah mengalami masalah finansial.

Sepengetahuan Hengky, situasi ini bisa terjadi karena bisnis di bidang EPC sangat riskan. Setiap perusahaan harus menjaga kualitas, harga dan waktu, belum lagi soal safety, yang berkaitan erat dengan kontrak-kontrak mengikat. “Kebetulan kondisi komersial Rekind sedang mengalami kesulitan. Tapi kemampuan teknisnya, tidak perlu diragukan. Tantangan Rekind ke depan harus membereskan sisi komersialnya,” tegas pria yang dikenal ramah tersebut.

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR