Home Ekonomi Memprediksi Taktik The Fed Soal Suku Bunga, Apakah Indonesia akan Terpengaruh?

Memprediksi Taktik The Fed Soal Suku Bunga, Apakah Indonesia akan Terpengaruh?

Jakarta, Gatra.com - Kenaikan suku bunga dari The Fed atau bank sentral Amerika menjadi salah satu penyebab utama bangkrutnya Silicon Valley Bank(SVB). Namun, beberapa pihak khawatir The Fed masih akan bertindak agresif dan menaikkan suku bunga.

Hal ini disangsikan oleh Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto. Ia menilai yang terjadi pada SVB tentu harus diperhitungkan sebelum agenda Federal Open Market Committee (FOMC) atau setara Rapat Dewan Gubernur, yang akan diadakan sekitar 21-22 Maret 2023.

"Kalau ada kemungkinan kenaikan suku bunga berikutnya di Fed FOMC itu, perkiraan saya hanya 25 basis point. Jadi, sangat moderat gitu untuk mensinyalkan bahwa kebijakan mereka itu masih upaya untuk melawan inflasi begitu," katanya dalam diskusi yang diadakan secara daring pada Kamis (14/3).

Jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, Eko menyebut, mereka juga harus siap menghadapi situasi terbaru. Langkah ini punya kemungkinan memberi tekanan pada sektor perbankan.

"Tapi, kan, kira-kira ya kencangnya suku bunga itu dipastikan akan terjadi benturan gitu waktu itu kan cuma tidak terprediksi bank mana. Ternyata, ada bank yang tidak bisa beradaptasi, sekarang SVB," ucap Eko.

Selain benturan pada aspek sistemik, bangkrutnya SVB disebut punya faktor dengan model bisnisnya. Terutama, masyarakat AS yang setelah pandemi mulai kembali ke sistem offline.

Meski disebut tidak banyak pengaruh ke Indonesia, Eko menyebut masih ada beberapa faktor yang harus diwaspadai. Ia pun mencontohkan kejadian deposito valas dari berbagai bank yang sempat dilarikan ke Singapura.

"Kita sebenarnya punya pola sendiri ya walaupun tetap me-mantain supaya tidak terjadi capital outflow karena bagaimanapun kalau Fed Funded itu naik ya memang terjadi, upaya untuk pelarian modal. Karena melihat bunganya interest different antara Fed Funded dan BI 7 Days Repo Rate itu tipis ya sekarang. Satu 5,75%, satu 4,75%, hanya beda 1%," tutur Eko.

Kendati demikian, Eko optimis, Bank Indonesia tidak akan mengambil langkah yang sama dengan The Fed. Perbedaan pola dan kebiasaan kedua negara menjadi landasan pengambilan keputusan.

"Tetap, saya melihat Bank Indonesia masih lebih melihat ke komponen inflasinya. Dan, harus kita tahu kalau kemungkinan komponen inflasi di lembaran ini akan meningkat, responnya mungkin bukan dengan BI Rate, bukan dengan BI 7 Days Repo Rate. Karena ini sifatnya temporer," ucap Eko.

Menurutnya, hal-hal temporer biasanya tidak diantisipasi dengan kebijakan suku bunga acuan, tapi lebih kepada pengendalian-pengendalian yang lain. Misalkan, dari fiskal, operasi pasar, dan lain-lain.

53