Home Ekonomi Imbas SVB Kolaps, OJK Tekan Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Resiko

Imbas SVB Kolaps, OJK Tekan Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Resiko

Jakarta, Gatra.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada Industri Perbankan Indonesia untuk terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian. Yaitu dengan melakukan stress testing dan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan hal tersebut saat menghadiri pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada 22 – 23 Maret 2023 di Hong Kong. Dalam pertemuan tersebut ia mengatakan, bahwa mereka juga membahas perkembangan terkait kondisi perbankan global yang sedang mengalami tekanan.

“Pentingnya perbankan untuk kembali pada praktek-praktek perbankan yang sehat dengan menjaga keseimbangan manajemen aset dan kewajiban, rasio modal yang memadai serta ketersediaan likuiditas pada rentang yang aman,” kata Dian dalam keterangan resmi dikutip pada Selasa (28/3/2023).

Dian mengatakan bahwa saat ini, BCBS menilai kondisi makroekonomi global saat ini sedang dalam tataran yang sangat dinamis. Pergerakan inflasi global yang sedang meningkat akibat disrupsi rantai pasok komoditas dan energi telah direspons dengan kenaikan suku bunga di berbagai yurisdiksi.

Kondisi ini dinilai dapat menekan pertumbuhan ekonomi global. Kemudian, perubahan kondisi makro ini juga dinilai dapat memberikan tekanan pada industri keuangan khususnya untuk Industri Perbankan.

Imbas dari tutupnya Sillicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat, yang diduga dipicu oleh masalah teknis individu bank terkait mismatch asset & liabilities management yang tidak di-cover dengan ketersediaan likuiditas dan modal yang memicu turunnya kepercayaan pada institusi keuangan. Hal ini memberi efek rembetan pada beberapa bank lain dan menyebar lintas yurisdiksi.

Hal ini mengakibatkan BCBS mereview Basel Core Principle dengan menyepakati dimasukkannya aspek makroprudensial dalam prinsip-prinsip yang perlu mendapat perhatian industri perbankan global. Belajar dari kegagalan SVB tersebut, membuat BCBS menekankan pentingnya kecukupan rasio modal dan ketersediaan likuiditas yang memadai.

“Kerentanan yang saat ini terjadi di perbankan global terutama dipicu oleh kegagalan bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia,” kata Dian.

Disisi lain, Dian menjelaskan bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini masih dalam kondisi solid. rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global.

Sebagai gambaran, pada posisi Januari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93% dan sekitar 85% komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1). Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52% dan Eropa sebesar 16,13%.

Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22% dan 134,58%.

“Rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi harus tetap dijaga. Praktek-praktek excessive risk taking behaviour yang spekulatif harus dihindari. Selain itu, untuk menguji ketahanan perbankan, secara regular perbankan diminta melakukan stress test pada berbagai skenario,” lanjut Dina.

Terakhir, OJK akan memperkuat koordinasi antara otoritas terutama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Keuangan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga.

58