Home Hukum KPK Tak Persoalkan Fitria Nengsih Jabat Kacab Perusahaan Umrah Asalkan...

KPK Tak Persoalkan Fitria Nengsih Jabat Kacab Perusahaan Umrah Asalkan...

Jakarta, Gatra.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempersoalkan Kepala SKPD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih; yang juga menjabat sebagai Kepala Cabang (Kacab) PT Tanur Muthmainnah (PT TM), perusahaan penyelenggara perjalanan umrah.

“Sebetulnya, ASN atau pejabat negara boleh memiliki perusaahan sepanjang itu di-declare, disampaikan di dalam operasional perusahaan, itu ada kepentingan atau berbenturan dengan jabatan disandangnya,” kata Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK di Jakarta pada akhir pekan ini.

Ia menjelaskan, kalau melihat posisi tersangka Fitria Nengsih (FN) tersebut, ada kaitannya karena perusahaan tempatnya bernaung tersebut merupakan pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan program Pemkab Kepulauan Meranti.

Baca Juga: Fitria Nengsih Istri Siri Bupati Muhammad Adil? KPK Sampaikan Ini

Adapun program tersebut, yakni memberangkatkan umrah 6 takmir masjid dengan skema 5 orang dibayar dari APBD dan satu orang lainnya gratis. Penetapan PT TM tersebut bukan melalui lelang atau mekanisme sesuai aturan.

?“Jelas ini ada COI-nya, ada conflic of interest [COI]. Kepentingan antara FN kepala BPKAD yang menunjuk perusahaan di mana dia juga bekerja di dalamnya selaku kepala cabang,” katanya.

Terdapat COI, lanjut Alexander, karena program atau kegiatan perjalanan atau pemberangkatam umrah takmir masjid tersebut dibiayai oleh APBD Pemkab Kepulauan Meranti.

“Ini jelas ada konflik kepentingan di dalamnya. Ini harusnya di-declare dalam pelaksnanana kegiatan itu, dan harusnya dilakukan lelang,” katanya.

Ia menyampaikan, bukti terdapat konflik kepentingan tersebut ketika kemudian program tersebut terjadi permasalahan, yakni penggunaan anggaran yang melebihi ketentuan, yakni semua ongkos dibebankan ke APBD.

“Tadi kan programnya PT TM itu setiap 5 jemaah umrah, yang keenam itu gratis, free. Itu program resmi PT TM. Tapi oleh FN, ini [jemaah keenam] juga ditagihkan ke APBN, biaya yang keenam itu yang kemudian diberikan ke MA [Muhammad Adil] sebesar Rp1,4 miliar,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Dalam OTT berlangsung pada Kamis (6/4/2023) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Siak, Kota Pekanbaru, dan Jakarta, tersebut KPK mengamankan 28 orang.

KPK kemudian menetapkan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, sebagai tersangka korupsi bersama Kepala SKPD, Kepala Cabang PT TM, serta orang kepercayaan Muhammad Adil,? Fitria Nengsih (FN); dan Auditor Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.

Muhammad Adil diduga menerima setoran dari para kepala SKPD Pemkab Kepulauan Meranti, fee dari PT TM, dan fee sejumlah proyek. Penerimaan itu dilakukan bersama-sama dengan Fitria Nengsih. Selain itu, Muhammad Adil juga diduga menyuap auditor BPK, M Fahmi Aressa (MFA).

Alexander mengungkapkan, bukti dugaan korupsi atau penerimaan uang dari Muhammad Adil ?itu sejumlah Rp26,1 miliar dari berbagai pihak. KPK akan terus mendalami apakah masih ada penerimaan lainnya atau tidak.

“Tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik, yang terdiri dari kegiatan tangkap tangan, diamankan uang sejumlah Rp1,7 miliar yang terdiri dari Rp1 miliar yang diterima oleh auditor BPK dan selebihnya diterima dari SKPD dari pemotongan uang pengganti maupun pengsisian uang persediaan,” katanya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yakni Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil; Kepala SKPD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih; dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau, M. Fahmi Aressa (MFA).

KPK menyangka Muhammad Adil selaku penerima suap melanggarPasal 12 huruf f atau huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021.

Baca Juga: KPK Amankan 28 Orang dalam OTT Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil

“Selain itu juga, MA sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya.

Kemudian, Fitria Nengsih sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021.

“MFA [M. Fahmi Aressa] sebagai penerima [suap] melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021,” katanya.

290