Home Lingkungan Proyek Mandalika, KPPII: AIIB dan ITDC Melanggar Tiga Standar Lingkungan dan Sosial

Proyek Mandalika, KPPII: AIIB dan ITDC Melanggar Tiga Standar Lingkungan dan Sosial

Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) menyebut bahwa ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) dan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) telah melakukan pelanggaran tiga standar atau kriteria sebagaimana yang telah tercantum dalam Environmental and Social Framework (ESF) yang telah dibuat oleh AIIB, terkait proyek pembangunan Mandalika yang terjadi pada 2018 lalu.

Peneliti KPPII Sayyidatihayaa Afra mengatakan, berdasarkan Environmental Social Framework (ESF) AIIB, ITDC dalam proyek Mandalika diharuskan untuk menilai resiko dan dampak lingkungan dan sosial dari proyek, terlibat dalam konsultasi selama dan sepanjang implementasi proyek, dan mendapatkan persetujuan FPIC (Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan) dari masyarakat sasak setempat.

“Proyek Mandalika ini diklasifikasikan sebagai proyek katagori A ,karena dampak yang luas dan masif dan sulit direstorasi ke kondisi yang semula,” kata Haya di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (10/4/2023).

Namun, pada kenyataannya, ITDC dan AIIB yang sejak awal telah mengetahui bahwa Mandalika telah diklasifikasikan sebagai proyek katagori A karena dianggap tinggi risiko dampak lingkungan dan sosial, proyek pembangunan Mandalika terus berjalan.

“ITDC diharuskan melakukan tiga hal terkait konsultasi bermakna. Pertama, menilai risiko dan dampak lingkungan. Kedua, terlibat dalam konsultasi yang substantif, dan yang ketiga harus mendapatkan persetujuan FPIC atau Free, Prior, and Informed Consent dari masyarakat yang terdampak,” kata Haya.

“Namun, berdasarkan yang terjadi di sana, ITDC gagal melakukan ketiganya,” lanjut Haya.

Lebih lanjut, Haya mengatakan bahwa ITDC memang melakukan konsultasi terkait sengketa tanah dengan masyarakat yang terdampak pembangunan proyek mandalika. Alih-alih melakukannya dengan sesuai standar, BUMN tersebut lebih sering menyasar kepala desa atau pejabat pemerintah setempat.

Terlebih kata Haya, konsultasi yang dilakukan ITDC tersebut dilakukan menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa Sasak, padahal data menunjukan bahwa 9 dari 10 tersebut tidak menguasai Bahasa Indonesia.

Dari sebanyak 105 warga terdampak yang dijadikan responden oleh KPPII, yang terdiri dari 69 laki-laki dan 37 perempuan, hanya 7% responden yang terlibat dalam pertemuan Konsultasi yang diselenggarakan Oleh ITDC atau AllB. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2022 dan Januari 2023 lalu.

Survei menemukan bahwa 98% responden tidak dimintai persetujuannya terkait proyek Mandalika. Hanya 7% yang pernah mengikuti rapat konsultasi yang diadakan oleh ITDC atau oleh AIIB. Angka-angka ini merupakan pelanggaran yang jelas dan nyata terhadap Kerangka Kerja Lingkungan dan Sosial (ESF) AIIB, yang mewajibkan ITDC melakukan konsultasi bermakna dengan masyarakat yang Terdampak dan memberikan “bukti dukungan luas dari masyarakat” dari masyarakat adat.

706